Menjadi Haji Mabrur

  • Bagikan

Oleh Prof Muzakkir

Guru Besar Fakultas Ushuluddin Dan Studi Islam UIN SU

Barangsiapa haji ke rumah ini (Baitullah), kemudian tidak berkata kotor, dan tidak fasik, ia keluar dari dosa-dosanya seperti hari ia dilahirkan ibunya” (HR. Ibnu Majah)

InSyaa Allah di awal Juni 2022 M/1443 H ini, pemerintah memberangkatkan kembali para tamu Allah (dhuyufurrahman) untuk menunaikan ibadah haji setelah dua tahun tertunda akibat pandemi Covid-19 yang melanda dunia. Tentunya para calon jamaah haji sangat bersyukur untuk dapat menunaikan ibadah haji yang sudah sangat lama dirindukan, karena perjalanan ke tanah suci adalah rindu yang sangat dalam dan tak tergantikan.

Menjadi Haji Mabrur adalah tujuan yang paling utama dalam ibadah haji. Haji mabrur menurut bahasa berarti haji yang baik atau yang diterima oleh Allah SWT. Sedangkan menurut istilah syar’i, haji mabrur adalah haji yang dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan Rasul-Nya SAW, dengan memperhatikan berbagai syarat, rukun, dan wajib, serta menghindari hal-hal yang dilarang (muharramat) dengan penuh konsentrasi dan penghayatan semata-mata atas dorongan iman dan mengharap ridha Allah SWT.

Ketetapan kemabruran haji seseorang adalah hak prerogatif Allah SWT, sesungguhnya keputusan diterima atau tidak diterimanya ibadah haji seseorang adalah suatu perkara yang ghaib, hanya Allah SWT yang Mahaberkehendak lagi Mahamengetahui atas segenap hamba-Nya. Dia yang akan menyeleksi dan menentukan hamba-hamba-Nya yang layak menjadi pewaris syurga-Nya, mendapatkan keridhaan, ampunan, dan Rahmat-Nya.

Namun, seseorang akan dapat menilai apakah ibadah hajinya diterima atau tidak melalui hatinya sendiri, bukan orang lain yang menilainya. Seseorang akan dapat merasakan dinamika perubahan dalam diri dan kehidupannya setelah ia kembali dari perjalanan ibadah haji.

Ia akan merasakan perubahan Ketauhidan dan sifat-sifatnya ke arah yang lebih baik dibandingkan sebelum ia berhaji, serta ia akan dapat merasakan selalu ada “campur tangan” Allah SWT yang menuntun dirinya menghadapi dan mengatasi segala dinamika realitas hidupnya agar tetap pada jalur agama-Nya yang benar.

Allah SWT telah menjanjikan surga bagi haji yang mabrur, oleh sebab itu pengawasan, penjagaan dan pemeliharaan Allah SWT pun akan terus melekat pada diri hamba-hamba yang diterima ibadah hajinya.

Ibadah haji bukanlah perjalanan biasa, tetapi perjalanan istimewa yang dilakukan dengan segala ketulusan dan keikhlasan hati untuk merasakan, menyaksikan Keagungan Allah SWT dan “bertemu” dengan Allah SWT saat berada di dua Tanah Haram-Nya (al-Haramain asy-Syarifain) yaitu Makkah al-Mukarramah dan Madinah al-Munawwarah.

Rangkaian ibadah haji sarat dengan hikmah dan nilai-nilai di dalamnya, sehingga sangat perlu dilakukan secara khusus yang disebut juga Haji Makhsus, yaitu ibadah haji yang dikerjakan oleh orang-orang tertentu yang sempurna segala syarat dan rukunnya, ia bukan saja sekedar dianggap sah dan diterima oleh Allah SWT tetapi diampunkan segala dosanya. Haji ini termasuk ke dalam apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:

Barangsiapa haji ke rumah ini (Baitullah), kemudian tidak berkata kotor, dan tidak fasik, ia keluar dari dosa-dosanya seperti hari ia dilahirkan ibunya” (HR. Ibnu Majah). Inilah tingkatan haji yang paling tinggi dan istimewa, tidak semua bisa mendapatkannya. Dan orang-orang khusus inilah yang akan meraih predikat haji mabrur. Ibadah haji yang dikerjakannya bukan saja sekadar dianggap menunaikan kewajiban, tetapi selain diampunkan segala dosanya, ia juga akan dimasukkan ke dalam Surga, dan hidupnya akan senantiasa dirahmati Allah SWT.

Sabda Rasulullah SAW: “Haji mabrur itu, tidak ada balasan baginya melainkan Surga” (HR.Ath-thabrani). Mujahadah (bersungguh-sungguh) menjadi syarat keberhasilan diterima atau ditolaknya ibadah haji seseorang. Di dalam al-Quran dinyatakan bahwa kesungguhan adalah sebagai syarat untuk memperoleh petunjuk dan bimbingan Allah SWT yang akan memberikan “balasan” sesuai dengan kadar kesungguhan seseorang.

Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi Balasan kepadanya dengan Balasan yang paling sempurna. Dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu). Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis. Dan bahwasanya Dialah yang mematikan dan menghidupkan” (QS. an-Najm (53): 39-44).

Rangkaian proses mujahadah tersebut sangat penting untuk meraih haji mabrur, dan juga yang tak kalah pentingnya adalah penjagaan serta pemeliharaan kemabruran haji seseorang sekembalinya ia ke tanah air, maka perlu diperhatikan beberapa hal;

Pertama, bermujahadah dan istiqamah menjaga dan menata hati dalam keadaan yang bersih. Hidupkan sifat-sifat Allah SWT yang bersemayam didalam fithrah jiwa manusia itu sendiri sejak awal proses penciptaannya, seperti kedermawanan, kasih sayang, pemaaf dan lainnya.

Kedua, meningkatkan ibadah supaya keimanan dan ketakwaan tetap terjaga. Ketiga, memperbanyak amal kebajikan yang mengundang turunnya Rahmat Allah SWT bagi kehidupan kita, seperti tetap menjadi ahlul masjid, ahlul Quran, ahlus shadaqaah.

Keempat, memperbaiki diri ke arah yang lebih sempurna dari segi akhlak, perkataan dan perbuatan. Sebagai wujud syukur tak berbatas seorang hamba kepada Tuhannya, perubahan-perubahan tersebut harus terus dijaga dan ditingkatkan lagi agar Rahmat Allah SWT senantiasa tercurah bagi diri dan kehidupannya.

Beberapa pertanda orang yang meraih haji mabrur di antaranya adalah; Semakin bertambah ketauhidan dan kecintaannya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, akhlaknya semakin mulia. Hatinya senantiasa qana’ah (merasa cukup dan penuh kesyukuran), khudhu’ (tunduk), lapang, dan selalu berbaik sangka kepada Allah SWT.

Persoalan-persoalan hidup baginya adalah merupakan wujud cinta Allah SWT pada dirinya; Mencintai perkara-perkara yang dicintai Allah SWT dan Rasul-Nya; Menjauhi segala tindakan yang cenderung mengikuti hawa nafsunya dan jauh dari sifat malas; Melaksanakan amalan-amalan sunnah secara terus-menerus dan berkesinambungan;

Berusaha secara optimal untuk memperoleh kedekatan dengan Allah SWT, sebagaimana seorang kekasih berusaha keras untuk menambah kedekatan dengan kekasihnya, Hanya menjadikan Allah SWT sebagai pelindungnya dan penolongnya dalam menghadapi segala persoalan dalam hidupnya; Istiqamah (teguh hati) dalam ketauhidan dan beramal shalih, Memiliki kepekaan dan kepedulian sosial (penyantun), gemar berbuat kebajikan, serta senantiasa menyebarkan kedamaian;

Tawadhu’ dan santun dalam bertutur kata; Bertambah zuhud terhadap kehidupan Dunia dan lebih mengutamakan kehidupan Akhirat, dan bertambah baik shilaturrahimnya. Seorang Haji yang mabrur sejatinya mampu membangun istana Baitullah di dalam qalbunya, menghidupkan sifat-sifat Allah SWT yang bersemayam di dalam jiwanya dan berakhlak mulia.

Pesan spiritual untuk para Tamu Allah SWT; Menjaga niat yang ikhlas hanya karena dan untuk Allah SWT; Sabar mampu menahan diri, menahan amarah, bersikap tenang dengan penuh kesadaran; Menjaga lisan (tidak berkata kotor dan bertengkar); Memahami hakikat ibadah haji; Tawakkal penyerahan diri secara totalitas kepada Allah SWT;

Menjaga Ukhuwah Imaniyah, Islamiyah; Wathoniyah dan Basyariyah (menjaga persaudaraan universal); Saling menenggang rasa, sehingga terhindar dari sikap egoisme; Saling menolong; Menjaga martabat dan marwah diri, dan menjaga kehormatan bangsa. Selamat menunaikan ibadah haji, semoga menjadi Haji Mabrur yang dirindukan Surga.

  • Bagikan