Mengendalikan Syahwat

  • Bagikan

Oleh Tantomi Simamora

“Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi” (HR. Bukhari dan Muslim)

Puasa merupakan ibadah yang dikhususkan oleh Allah SWT bagi hambanya yang beriman. Sebab dengan berpuasa, maka akan menghubungkan langsung kepada Allah SWT. Karena itu sebagai Muslim yang beriman hendaknya menjalankan ibadah puasa dengan baik sehingga sampai pada puncaknya, yaitu menjadi orang yang bertaqwa.

Tingginya derajat orang yang melaksanakan ibadah puasa dengan baik berbanding lurus dengan perjuangannya untuk menekan hawa nafsu yang sesungguhnya tidak mudah dikendalikan. Syahwat bagi manusia adalah fitrah namun ketika tidak bisa dikendalikan, maka akan menjadi pemicu terjadinya maksiat sehingga terjatuh kepada jalan kesesatan.

Ketika manusia tidak bisa mengendalikan hawa nafsu, maka ia akan diperbudak oleh hawa nafsu itu sendiri sehingga berada pada derajat paling hina di sisi Allah SWT. Itulah pentingnya berpuasa, sebab dengan berpuasa akan menjadi ajang untuk melatih diri mengendalikan hawa nafsu serta menghindari dari perbuatan buruk.

Rasa lapar dan dahaga pada saat puasa adalah salah satu usaha untuk menekan syahwat, dan ketika syahwat itu tertekan, maka pada saat itulah kita jadikan moment untuk mengisi keimanan pada setiap aktifitas kita sehingga dengan mudah syahwat bisa dikendalikan, sebab yang mengendalikan adalah iman. Ketika iman yang menyetir anggota tubuh, maka rasa haus dan lapar itu akan membuat seseorang lebih sederhana, tawakkal dan tawadhu’.

Adalah sebuah kelaziman bahwa manusia memiliki syahwat atau hawa nafsu atau keinginan-keinginan. Kemudian hawa nafsu itu memiliki potensi kepada dua macam, yaitu potensi baik dan buruk. Namun yang penting kita pahami adalah bahwa hawa nafsu lebih cendrung untuk mengajak kepada kejahatan, sebab apa yang kita lihat terkadang indah namun menjerumuskan hingga banyak manusia yang tertipu.

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (Surga)” (QS. Ali Imran: 14).

Keindahan dunia memang selalu tampak menarik, tetapi jangan sampai kita tertipu, sebab terkadang dalam sebuah keindahan ada tipu daya setan yang akan menjerumuskan manusia. Maka dalam melaksanakan puasa, kita sangat dianjurkan untuk menjaga pandangan dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT.

Memang mata adalah nikmat yang begitu berharga dalam menjalani hidup sehingga kita wajib untuk mensyukurinya. Mata tidak hanya bisa melihat, tetapi juga bisa menjadi suatu pandangan yang menentukan kepada hal-hal yang baik dan buruk. Jika mata terjaga, maka tidak akan pernah terlibat dengan maksiat.

Sebaliknya jika mata tidak terjaga dari pandangan haram, maka akan menimbulkan dampak yang sangat buruk seperti zina mata. Pandangan mata yang tidak terjaga tentu akan memberikan pengaruh negatif pada pikiran dan hati sehingga menimbulkan syahwat.

Itulah sebabnya kita diwajibkan untuk berpuasa, sebab dengan berpuasa kita bisa mengendalikan diri dengan baik. Bahkan puasa merupakan ibadah yang hanya Allah SWT dan pelakunya yang tahu. Hal ini sekaligus dapat menunjukkan bahwa tingkat keimanan sesorang kepada Allah SWT adalah rahasia.

Ada banyak ujian nanti yang akan dihadapi ketika berpuasa, semua itu harus dikendalikan dengan iman. Rasa haus dan lapar merupakan ujian bagi orang yang beriman dalam menjalankan ibadah puasa. Bukan hanya itu, manajemen mengendalikan hawa nafsu dan keinginan dari fitrah insani juga harus dilakukan.

Ini menjadi tantangan sendiri dan ujian bagi umat Islam dalam melaksanakan puasa. Di samping ujian dalam diri, ujian dari luarpun terus menguji keimanan kita, sampai kita bisa benar-benar bertahan dengan kekuatan iman. Maka sebagai umat Islam yang beriman, mari kita teguhkan diri untuk terus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT melalui rangkaian ibadah puasa.

Bahkan bagi orang yang memiliki tingkat iman yang tinggi, telah melepaskan diri dari sekedar mencari keuntungan Akhirat berupa pahala yang mudah didapatkan saat bulan puasa, namun pada keimanan akan kuasa Allah atas segala sesuatu, termasuk didalamnya kuasa atas surga dan neraka,lebih mendorongnya melakukan amal-amal soleh.

Mereka meyakini tak ada amal yang dapat menggantikan kenikmatan yang diberikan Allah di Surga. Kemudian puasa juga bisa menjadikan kita berintrospeksi/bermuhasabah terhadap amal-amal yang kita lakukan, apakah semuanya didasarkan pada iman atau dilandasakan pada tuntutan kenikmtan duniawi, pujian atau sekedar pencitraan semata.

Bulan puasa adalah bulan yang sangat tepat untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Pada bulan ini dengan penuh keimanan kita menjalankan sebanyak mungkin amal salih dengan harapan kita mendapat rahmat dan ampunan dar Allah SWT. (Guru Pesantren Modern Unggulan Terpadu “Darul Mursyid”/PDM Kab. Tapanuli Selatan)

  • Bagikan