Mengejar Dunia Lupa Akhirat

  • Bagikan

“Tanyakanlah kepada Bani Israil, ‘Berapa banyak bukti nyata (kebenaran) yang telah Kami anugerahkan kepada mereka?’ Siapa yang menukar nikmat Allah (dengan kekufuran) setelah (nikmat itu) datang kepadanya, sesungguhnya Allah Mahakeras hukuman-Nya. Kehidupan dunia dijadikan terasa indah dalam pandangan orang-orang yang kufur dan mereka (terus) menghina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu berada di atas mereka pada hari Kiamat. Allah memberi rezeki kepada orang yang Dia kehendaki tanpa perhitungan” (QS. Al-Baqarah/2:211-212)

Melalui ayat 211 ini Allah SWT menceritakan perihal kaum Bani Israil, sudah berapa banyak mereka melihat mukjizat yang jelas dari Nabi Musa as. Yang dimaksud ayatin bayyinah ialah hujah yang membuktikan kebenaran Nabi Musa as dalam menyampaikan kepada mereka apa yang telah diturunkan kepadanya.

Seperti tangan Nabi Musa, tongkat, terbelahnya laut, batu yang dipukul, awan yang menaungi mereka di panas yang sangat terik, dan diturunkan-Nya manna dan salwa serta lainnya. Itu menunjukkan adanya Tuhan yang berbuat demikian dalam keadaan tak terpaksa, dan kebenaran dari orang yang menyebabkan timbulnya hal-hal yang bertentangan dengan hukum alam tersebut.

Sekalipun demikian, banyak dari kalangan mereka berpaling dari tanda-tanda yang jelas itu, dan menggantikan nikmat Allah dengan kekufuran, yakni mereka membalas iman kepada keingkaran. Karena itu, Nabi Muhammad SAW diperintahkan Allah SWT menanyakan kepada mereka berapa banyak sudah ayat-ayat dan tanda-tanda kekuasaan Allah yang telah diperlihatkan kepada mereka?

Pertanyaan ini bukan untuk dijawab tetapi sebagai peringatan untuk diinsafi agar mereka taat kepada Allah dan meninggalkan perbuatan jahat. Allah telah memperlihatkan kepada mereka mukjizat yang terjadi pada nabi-nabi mereka yang menunjukkan kebenaran ajaran yang dibawa.

Tetapi mereka tetap keras kepala dan tidak ada tanda-tanda sedikit akan sadar dan insaf. Allah SWT memberikan peringatan keras, yaitu barang siapa menukar nikmat Allah dengan kekafiran sesudah nikmat itu datang kepadanya dan mengganti ayat-ayat-Nya, Allah akan membalas mereka dengan azab keras dan pedih terutama di hari kemudian dengan menjebloskan mereka ke Neraka Jahanam.

Ayat 212 ini, menurut Abdullah bin Abbas, diturunkan berhubungan dengan Abu Jahal dan teman-temannya. Sedang menurut Muqatil, diturunkan berhubungan orang munafik, seperti Abdullah bin Ubay dan pengikutnya. Riwayat lain mengatakan ayat ini diturunkan berhubungan kaum Yahudi, tokoh dan pemimpinnya, dari Bani Quraizah Bani Nadir dan Bani Qainuqa, yang kesemuanya selalu menghina kaum Muslimin.

Imam Fakhrur Razi berkata, “Tidak ada salahnya bila dikatakan bahwa ayat ini diturunkan untuk ketiga golongan tersebut.” Sudah menjadi tabiat yang melekat, terutama dalam hati orang kafir, yaitu mencintai dunia lebih dari segalanya. Setan menggambarkan kepada mereka kenikmatan hidup di dunia yang indah permai dengan sehebatnya sampai seluruh perhatian mereka tercurah kepada dunia. Mereka merebutnya mati-matian, mempertahankannya dengan jiwa raga, tidak mempedulikan larangan agama, kesopanan atau hukum-hukum Allah dan Rasul.

Banyak celaan mereka yang ditujukan kepada orang Mukmin, seperti Abdullah bin Mas’ud, Ammar bin Yasir, Suhaib, dan sebagainya, dengan sengaja untuk menghina dan merendahkan kedudukan mereka. Mereka berkata, “Muslimin itu suka menyiksa diri dan meninggalkan kesenangan dunia, mereka bersusah payah mengerjakan ibadah, menahan hawa nafsu dengan berpuasa, berzakat, dan mengeluarkan biaya yang besar untuk naik haji, dan lain sebagainya”.

Orang kafir membanggakan kesenangan dunia yang dimilikinya, kekayaan bertumpuk, dan mereka menghina orang beriman yang umumnya miskin, tidak banyak yang kaya dibanding mereka. Allah SWT menutup ayat ini dengan satu penegasan bahwa sangkaan mereka itu tidak benar. Allah memberi rezeki di dunia ini kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, baik ia orang Kafir maupun Mukmin.

Bedanya, kalau ia orang kafir, rezekinya itu sebagai istidraj yaitu menjerumuskan mereka dengan berangsur-angsur ke dalam siksa pedih di hari kemudian karena tidak mau sadar dan tidak mau kembali ke jalan Allah. Bagi Mukmin rezekinya itu merupakan fitnah yaitu cobaan, apakah ia mampu dan sanggup menggunakan dan memanfaatkannya kepada hal-hal yang diridai Allah SWT atau tidak?

“Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas” (QS. Al-Baqarah: 212). Yakni Allah memberi rezeki kepada orang yang dikehendaki-Nya dari kalangan makhluk-Nya dan memberinya pemberian yang banyak lagi berlimpah tanpa batas dan tanpa hitungan, di Dunia dan Akhirat.

Seperti yang dinyatakan hadis berikut: “Hai anak Adam, berinfaklah, niscaya Aku akan menggantikannya kepadamu”. Nabi SAW pernah bersabda: “Infakkanlah terus, hai Bilal, janganlah kamu merasa takut kekurangan dari Tuhan Yang mempunyai Arasy”. Firman Allah SWT: “Dan barang apa saja yang kalian nafkahkan (belanjakan), maka Allah akan menggantinya” (QS. Saba’: 39)

Dalam kitab sahih disebutkan: Bahwa ada dua malaikat yang turun dari Langit di setiap pagi hari. Salah satunya mengatakan, “Ya Allah, berikanlah kepada orang yang berinfak penggantinya.” Sedangkan yang lainnya mengatakan, “Ya Allah, timpakanlah kerusakan kepada orang yang kikir”.

Dalam hadis sahih disebutkan: Anak Adam mengatakan, “Hartaku, hartaku”. Tetapi tiada bagianmu dari hartamu kecuali apa yang telah kamu makan, lalu kamu lenyapkan; dan apa yang kamu pakai, lalu kamu rusakkan; Apa yang kamu sedekahkan, maka kamu akan memetik hasilnya nanti, sedangkan hal-hal yang selain itu bakal lenyap dan menjadi peninggalan untuk orang lain”. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.

(Dosen UNIVA Medan)

Penulis: Oleh Zul Arwan Lubis
  • Bagikan