Mencukupkan Diri Dengan Yang Halal

  • Bagikan
Mencukupkan Diri Dengan Yang Halal

Oleh Asep Safaat Siregar, S.Sos.I.,M.Pd

“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat (yang masih samar-samar) yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di Bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kita tidak akan terlepas dari aktifitas mencari rezeki setiap hari guna memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan bagi kita dan keluarga kita. Agama Islam menganjurkan umatnya untuk bekerja keras mencari nafkah. Namun disisi lain, Allah SWT juga mewanti-wanti agar kita tetap mengutamakan untuk mencari rezeki yang halal. Sebab denganr ezeki yang halal maka kita bisa selamat di dunia hingga akhirat kelak.

Sebagaimana kita fahami bahwa rezeki datangnya dari Allah SWT. Allah SWT memiliki nama Ar-Razzaq yang berarti Maha pemberi rezeki. Allah yang memberi rezeki kepada semua makhluk, baik kepada manusia, jin, hewan, tumbuhan. Bahkan Allah SWT memberikan rezeki kepada makhluk-Nya yang ingkar. Allah juga memberikan rezeki kepada setiap makhluknya berdasarkan usaha yang dilakukan hamba-Nya. Baik kepada orang yang berusaha dengan cara yang halal maupun kepada orang yang berusaha dengan cara yang sebenarnya dilarang oleh Allah SWT.

Sebab perkara halal dan haram adalah inti kehidupan orang yang beriman dan menjadi pembeda bagi manusia lainnya. Karena itu, Allah SWT mengutus para Nabi dan Rasul untuk menunjukkan dan menjelaskan tentang apa yang dihalalkan untuk dilakukan dan apa saja yang tidak boleh (haram) untuk kita lakukan. Hal itu sudah disampaikan dengan jelas kepada umat manusia.

Dari An-Numan bin Basyir ra, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda. “Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat (yang masih samar-samar) yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini harus menjadi pegangan setiap orang yang beriman. Bahwa ketentuan haram dan halal telah tertuang didalam Al-Quran dan juga dalam Haditsnya Rasulullah SAW. Maka hendaklah orang yang beriman belajar untuk mengetahui mana yang halal, mana yang haram dan manapula yang subhat. Sehingga yang kita mencapatkan yang halal, meninggalkan yang haram serta menjauhi yang subhat.

Kemudian Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa Allah SWT tidak menerima dari hama-Nya kecuali sesuatu yang baik. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah Mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkan kepada kaum Mukminin dengan sesuatu yang Allah perintahkan pula kepada para Rasul. Maka Allah SWT berfirman: ”Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih” (QS. Al-Muminun:51).

Dan Allah SWT berfirman: ”Wahai orang-orang yang beriman, makanlah kalian dari rezeki yang baik-baik yang telah Kami berikan kepada kalian” (QS. Al-Baqarah:172). Kemudian beliau Rasulullah SAW menyebutkan seseorang yang melakukan perjalanan panjang dalam keadaan dirinya kusut dan kotor, dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: ”Wahai Rabb-ku, wahai Rabb-ku,” namun makanannya haram, minumannya haram dan pakaiannya haram dan kenyang dengan sesuatu yang harom, lalu bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?” (HR. Muslim 1015).

Hadis diatas menjadi jelas bagi kita bahwa seorang Mukmin harus mencukupkan dirinya dengan sesuatu yang halal saja. Sebab Allah hanya menerima sesuatu yang baik dari hamba-Nya. Meskipun Allah memberikan banyak ragam rezeki, hendaknya seorang mukmin hanya memakan dan meminum yang baik atau yang halal saja. Lalu yang terakhir dalam hadits tersebut agar orang yang beriman memahami bahwa Allah tidak akan mengabulkan doa kita selama kita masih memakan sesuatu yang Allah haramkan.

Karena itu pula maka Rasulullah SAW sebenarnya memberikan kita bekal berupa doa yang juga mengajarkan kita untuk mendapatkan rezeki yang halal, yakni: “Ya Allah, cukupilah aku dengan rezeki-Mu yang halal (hingga aku terhindar) dari yang haram. Jadikanlah aku kaya dengan karunia-Mu (hingga aku tidak minta) kepada selain Mu”. Disamping itu, rezeki yang halal juga ternyata memberikan dampak yang sangat positif bagi kehidupan kita, di antaranya:

Pertama, terdorong untuk beribadah lebih giat. Apa yang kita kosnsumsi ternyata berpengaruh pada kualitas amal ibadah kita. Jika kita mengonsumsi makanan yang haram, maka jiwa dan raga kita akan secara otomatis malas beribadah, bahkan akan berani meninggalkan apa yang sudah menjadi kewajiban kita. Sebaliknya, jika terbiasa mengonsumsi makanan halal, maka ia akan mendorong semangat kita untuk melaksanakan amal ibadah.

Imam Al-Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumiddin: “Barangsiapa yang mengonsumsi makanan haram, maka anggota tubuhnya akan tergerak melaksanakan kemaksiatan, baik ia berkenan ataupun tidak, baik ia mengetahui ataupun tidak; dan barangsiapa yang makanannya halal, maka anggota tubuhnya akan tergerak untuk melaksanakan ketaatan, dan akan diberi pertolongan untuk melakukan kebaikan.” (Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Beirut, Darul Fikr, halaman 104).

Kedua, syarat terkabulnya Amal dan Doa. Maka jika kita ingin doa-doa yang kita panjatkan terkabul, kunci utamanya adalah kita harus bisa memastikan bahwa makanan dan minuman yang kita konsumsi jelas kehalalannya. Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Sad, perbaikilah makananmu, niscaya doamu mustajab (dikabulkan). Demi Dzat yang menggenggam jiwa Muhammad, sesungguhnya seorang hamba yang melemparkan satu suap makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak diterima amalnya selama 40 hari” (HR At-Thabrani).

Ketiga, sebab Diberi Keturunan Saleh Salehah. Syekh Abdul Qadir al-Jilani, dalam kitabnya al-Ghunyah menjelaskan: “Tatkala tampak tanda-tanda kehamilan wanita, hendaknya suami menjaga makanannya dari yang haram dan yang syubhat agar anaknnya dapat terbentuk atas fondasi dimana setan tidak dapat menjangkaunya. Alangkah baiknya jika kebiasaan menghindar dari makanan haram dan syubhat dimulai saat prosesi pernikahan dan terus berlangsung sampai kelahiran anak, agar suami itu, istri dan anak-anaknya nanti selamat dari godaan setan di dunia dan selamat dari neraka di akhirat kelak. Dengan melakukan hal tersebut, anak akan lahir sebagai anak yang salih, berbakti pada kedua orang tua dan taat kepada Tuhannya. Semua itu karena barokah menjaga makanan (dari yang haram dan syubhat).” (Abdul Qadir al-Jilani, al-Ghunyah, Beirut, Darul Kutubil Ilmiyyah: 19970, juz I, halaman 103-104).

Keempat, menyucikan hati. Mengonsumsi makanan halal juga bertujuan untuk menyucikan hati. Kesucian hati dapat melebur segala penyakit hati serta dapat memunculkan berbagai jawaban atas segala kegundahan yang sering kita alami. Dalam hadits Rasulullah SAW dijelaskan: “Barangsiapa yang memakan makanan halal selama 40 hari, maka Allah akan menerangkan hatinya dan akan mengalirkan sumber-sumber ilmu hikmah dari hatinya pada lisannya” (HR. Abu Nuaim).

Menurut Syekh Abdullah bin Alawi al-Haddad, bagi orang yang telah cukup tasawufnya, menjernihkan hati membutuhkan tiga kebiasaan penting, yaitu menyedikitkan makanan serta menjaga kehalalannya, kemudian tidak berinteraksi dengan orang yang berambisi mengejar nafsu duniawi, dan selanjutnya selalu ingat kematian agar tidak terlalu banyak berandai-andai. (Zain bin Smith, al-Manhajus Sâwî, halaman 561).

Kelima, obat berbagai macam penyakit. Mengonsumsi makanan halal juga membawa faedah yang bersifat lahiriah dan dapat dirasakan oleh tubuh secara langsung, yakni sebagai obat dari beragam penyakit. Mengenai hal ini, salah satu sufi golongan tabiin, Yunus bin Ubaid berkata: “Kalau saja kami memiliki uang satu dirham dari yang halal, tentu akan kami belikan gandum yang akan kami tumbuk dan kami sajikan untuk kami. Setiap orang sakit yang dokter tidak mampu mengobatinya, maka kami obati dengan gandum yang kami dapatkan dari uang halal, lalu ia pun sembuh dari penyakitnya saat itu juga.” (Abdul Wahab as-Syarani, Tanbîhul Mughtarrîn, Beirut, Darul Kutub al-Ilmiyyah: 2002, hlm. 240).

Dengan demikian, maka tidak ada lagi alasan bagi seorang mukmin untuk mencari seuatu yang tidak halal. Untuk itu, marilah kita memperhatikan kehalalan makanan dan minuman yang kita konsumsi. Mari mencukupkan diri dengan apa yang dihalalkan oleh Allah SWT. Sehingga kehidupan kita terasa aman, nyaman dan mendapat berkah serta ridha dari Allah SWT. Semoga kita tercatat sebagai mukmin yang senantiasa diberikan keluasan rezeki yang halal, baik dan berkah. Amin. Wallohu alam.

Guru Pesantren Modern Unggulan Terpadu Darul Mursyid (PDM), Tapanuli Selatan


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Mencukupkan Diri Dengan Yang Halal

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *