Oleh Dedi Sahputra
“Dan Kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan adalah Tuhanmu Mahamelihat” (QS. Al-Furqaan: 20)
Aku berhenti sejenak ketika membaca ayat ini. Tidak karena saja Al-Qur’an seolah sedang berbicara kepadaku, tetapi seakan-akan Ia sedang menunjuk langsung ke arahku. Allah SWT menggunakan kata “maukah” yang dipadankan dengan kata “kamu bersabar?” sebagai terjemahan dari atashbiruun.
Membaca terjemahan kata “maukah” ini aku tersengat. Dalam kehidupan sehari-hari, aku biasa menggunakan kata “maukah” atau “mau” untuk mengajak orang lain—katakanlah anak-anak kami—untuk membujuknya dengan “merendahkan hati” terhadapnya. Harapannya, si anak ini mau mengikuti ajakanku. Bukan untuk kebaikan saya, tapi justru untuk kebaikan anak ini. Ada hadiah besar yang akan kuberikan kepadanya dengan kerelaan hati plus kebagiaan, jika dia mengerjakan ajakanku itu.
Kata ini adalah fi’il mudhaari yakni kata kerja bentuk sekarang (present) atau yang akan datang (future). Kesan yang saya maknai, bahwa “ajakan” Allah untuk bersabar ini terus berlaku sepanjang waktu, saat ini dan seterusnya. Kata ini juga menggunakan hamzah istifhaam atau hamzah yang digunakan untuk bertanya. Penggunaan hamzah istifhaam mengesankan bahwa melalui ayat ini Allah SWT mengajak kerelaan orang yang diajak. Duhai…
Tidak main-main, hadiah yang disediakan bagi orang yang menyambut ajakan ini. Surga seluas Langit dan Bumi. Benarkah segampang itu masuk Surga? Hanya dengan bersabar? Simak hadis Rasulullah SAW ini: “Jangan kamu marah, maka bagimu Surga (akan masuk Surga)” (HR Ath-Thabrani).
Saya membuka tafsir Al-Misbah yang ditulis Quraish Shihab. Di sana ditulis, Maukah kamu bersabar? Yakni bersabarlah menghadapi ujian serta tabahlah melaksanakan tuntunan-tuntunan agama. Dan adalah Tuhanmu yang selalu memelihara dan membimbingmu Mahamelihat lagi Mahamengetahui segala sesuatu dan akan memberi balasan yang adil dan ganjaran yang sempurna bagi setiap orang.
Sedangkan Sayyid Quthb ketika membahas ayat ini, menulis dalam tafsir fi Zhilalil Qur’an-nya, bahwa menjadi sabar adalah orang-orang yang yakin terhadap Allah beserta hikmah dan pertolongan-Nya. Orang-orang yang teguh memegang agama ini menjadi semakin teguh keyakinannya setelah mendapat cobaan.
Manakala dalam tafsir Ibnu Katsir ditulis “Sanggupkah kamu bersabar?” Kami menguji sebagian kalian dengan sebagian lainnya dan Kami nilai sebagian kalian dengan sebagian lainnya agar Kami mengetahui siapa di antara kalian yang taat dan siapa yang maksiat. Dalam tafsir Ibnu Katsir ini menggunakan kata “sanggupkah” yang dirangkai dengan kata “kamu bersabar” dalam menerjemahkan atashbiruun—yang mengesankan adanya motivasi yang lebih kuat.
Maka tahulah saya, dalam hidup ini, akan selalu saja ada orang atau peristiwa yang memancing kesabaran. Orang sombong yang suka mencela, orang angkuh yang merendahkan kita, orang kasar berlidah tajam, orang tidak tanpa pengetahuan yang suka menuduh, teman baik yang menyakitkan hati dan seterusnya. Tapi semua itu tidak mungkin terjadi kalau tanpa izin Allah SWT. Semua dijadikan-Nya sebagai cobaan, apakah saya mau bersabar atau tidak. Dan Dia terus melihat saya.
(Dosen Universitas Medan Area & Wartawan Waspada Medan)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.