Inspirasi Zulqa’dah

  • Bagikan

Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)” (QS. al-Hijr: 99)

Jika kita renungkan, dipergilirkannya bulan-bulan dengan keistimewaannya masing-masing, termasuk adanya bulan Zulqa’dah sebagai awal bulan Haram (suci) yang berurutan sampai Muharram, maka akan ditemukan inspirasi mengenai kebaikan dalam beragama.

Pertama, beribadah secara kontinuitas. Kita akhirnya semakin mengerti bahwa yang Allah SWT inginkan dari kita hamba-Nya adalah beribadah terus menerus. Beribadah bukan musiman atau malah dadakan.

Bayangkan, begitu selesai Ramadhan sebagai sayyidusy syuhur (penghulunya bulan) yang menjadi bulan latihan dengan semangat luar biasa melakukan amalan, lansung dipertemukan dengan Syawal sebagai bulan irtifa’, bulan peningkatan amal. Idul Fithri tidak membuat amal kita berhenti, malah mesti ditingkatkan dengan puasa sunnah enam hari.

Kondisi meningkatnya ketaatan di bulan Syawal masih terus tetap dijaga frekuensinya begitu masuk bulan Zulqa’dah. Bahkan penjagaan agar tidak kembali futur (lemah semangat) ini waktunya tiga bulan berturut-turut, yakni Zulqa’dah, Zulhijjah sampai Muharram sebagai bulan-bulan Haram (yang disucikan dan dihotmati).

Tentu saja harapannya, kebiasaan beramal terbaik ini akan terus langgeng tidak hanya sampai Ramadhan, namun tetap bermujahadah sampai husnul khatimah. Inilah maksud firman Allah Azza wa Jalla di penghujung surah al-Hijr: “Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)”.

Kedua, beribadah di saat banyak orang terlupa. Zulqa’dah kerap diabaikan dan dilupakan sebagian kalangan. Mungkin saja karena letaknya terjepit atau diapit dua hari Raya ‘Id. Termasuk juga karena Zulqa’dah tidak memiliki peristiwa sejarah Islam yang populer sebagaimana bulan-bulan Haram lainnya.

Zulhijjah selalu diingat karena di dalamnya ada hari raya Idul Adha, ibadah haji dan Qurban sebagai syiar Islam teragung. Begitu pula Muharram, tahun baru Islam mengawali bulan ini. Rajab juga demikian, peristiwa fenomenal Isra’ Mi’raj terdapat di penghujung bulan ke tujuh Qamariyah ini.

Ketika sebagian besar insan tidak serius memperhatikan ibadah di waktu tertentu, maka di saat itulah ibadah menjadi sangat spesial dan istimewa. Sebagaimana seseorang yang tetap berzikir ketika masuk pasar, tetap menegakkan qiyamullail di saat banyak orang tertidur pulas dan waktu lainnya yang sering dilalaikan manusia.

Ketiga, memberi rasa aman kepada semua makhluk. Zulqa’dah adalah bulan yang aman dan nyaman. Dalam kajian sejarah, Imam Ibnu Manzhur dalam kitab kamus klasiknya, Lisan al-Arab menjelaskan, dinamakan Zulqa’dah karena pada bulan ini tidak dianjurkan bepergian dan dilarang berperang. Suasana di Jazirah Arab ketika itu penuh dengan ketenangan dan keamanan.

Inilah sesungguhnya karakter asli orang beriman, yakni selalu menebar kasih sayang dan perdamaian. Rasulullah SAW berpesan: “Orang beriman itu adalah orang yang membuat rasa aman terhadap sesamanya dari harta dan jiwanya” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad). Bahkan dalam riwayat Abu Musa, Muslim sejati yang paling utama adalah seorang Muslim yang memberikan rasa aman dari lisan dan tangannya.

Rasul juga menegaskan, Muslim sejati itu seumpama lebah: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya perumpamaan mukmin itu bagaikan lebah, selalu memakan yang baik dan mengeluarkan yang baik. Ia hinggap (di ranting) namun tidak membuatnya patah dan rusak” (HR. Ahmad). Sisi lainnya, Muslim itu peris seperti lebah karena selalu berjamaah termasuk jika diganggu, mereka seketika menyegat tanpa takut siapa pun lawannya. Allahua’lam Bishshawab.

(Guru PAI SMAN 2 Medan Ketua Deputi Humas Ikadi Sumut, Wakil Ketua Majelis Dakwah PW Al Washliyah Sumut)

Penulis: Oleh Alexander Zulkarnaen
  • Bagikan