ILMU UNTUK ILMU DAN UNTUK TUHAN

  • Bagikan

Jika prinsip ilmu dalam visi Barat ialah “ilmu untuk ilmu” (science for science), dalam Islam ada satu prinsip tambahan, yaitu “ilmu untuk mengenal Tuhan”. Ilmu untuk ilmu memang perlu, karena untuk sebuah ilmu dibutuhkan satu atau lebih ilmu lainnya. Misalnya, untuk melakukan shalat secara benar (ilmu fiqh) dibutuhkan ilmu matematika, karena shalat berkaitan dengan angka-angka atau jumlah-jumlah yang menjadi wilayah kajian ilmu matematika, yaitu subuh 2 raka’at, zuhur 4 raka’at, ‘ashar 4 raka’at, maghrib 3 raka’at, dan ‘isya 4 raka’at.


Keduanya (matematika dan ilmu fiqh tentang shalat) berkaitan erat, sehingga tidak relevan jika ada statemen bahwa matematika sebagai ilmu umum yang sekuler yang tidak berkaitan dengan ilmu fiqh yang disebut sebagai ilmu agama.
Melengkapi prinsip “ilmu untuk ilmu” ini, Islam menambahkan prinsip lainnya, yaitu ilmu sejatinya digunakan untuk sampai pada pengenalan Allah, sebagai pemilik ilmu-ilmu. Mengapa perlu prinsip tambahan !. Karena jika prinsipnya hanya “ilmu untuk ilmu” akan terjebak pada sekularisasi dan bebas nilai ilmu (value free). Hal ini selain melahirkan ilmu yang pincang, juga tidak sejalan dengan pesan al-Qur’an pada surat Ali Imran/3: 190-191.
Dalam kaitan ini al-Qur’an memberikan garisan: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan…
Inilah yang dimaksud dengan judul di atas, yaitu “ilmu untuk ilmu” dan “ilmu untuk mengenal Tuhan”.
-=(27-06-2022)=-

ILMU UNTUK ILMU DAN UNTUK TUHAN

  • Bagikan