Historis Dzulqa’dah

  • Bagikan

Rasulullah melakukan umrah sebanyak empat kali, semuanya pada bulan Dzulqa’dah, yaitu umrah dari Hudaibiyah di bulan Dzulqa’dah; satu umrah pada tahun berikutnya pada bulan Dzulqa’dah; satu umrah dari Ji’ranah; dan umrah bersama hajinya” (HR. Bukhari)

Bulan Dzulqa’dah merupakan bulan pertama dari empat bulan haram, di mana jika melakukan ketaatan dan kemaksiatan akan dilipatgandakan balasannya. Karenanya, kemuliaan bulan yang satu ini harus benar-benar dijaga oleh umat Islam. Bulan ini merupakan awal menyongsong salah satu ibadah yang sangat mulia yaitu rukun Islam kelima berupa ibadah haji di bulan Dzulhijjah.

Bulan Dzulqa’dah merupakan bulan kesebelas atau bulan terakhir dalam kelender Islam (hijriyah). Dzulqa’dah terdiri dari dua kata: Dzul, yang artinya: Sesuatu yang memiliki, sedangkan kata Al Qa’dah, bermakna tempat yang diduduki. Bulan ini dikenal dengan sebutan Dzul Qa’dah, karena kebiasaan masyarakat di bulan ini Arab duduk (tidak bepergian) di daerahnya dan tidak melakukan perjalanan atau peperangan (al-Mu’jam al-Wasith).

Secara bahasa Zulkaidah berarti “penguasa genjatan senjata”, karena saat itu bangsa Arab dilarang melakukan peperangan. Di antara keutamaan bulan Dzulqa’dah ialah termasuk di antara bulan-bulan haji, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 197:

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”.

Beragam peristiwa di bulan Dzulqa’dah penting diketahui umat Islam sebagai refleksi berbuat lebih baik. Di antaranya, pertama, Rasulullah umrah empat kali. Pada bulan ini Rasulullah SAW sangat sering umrah. Selain untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, juga untuk mempersiapkan diri menghadapi datangnya kewajiban rukun Islam kelima berupa ibadah haji.

Dalam sebuah hadis, umrah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW pada bulan mulia ini sebanyak empat kali. “Rasulullah melakukan umrah sebanyak empat kali, semuanya pada bulan Dzulqa’dah, yaitu umrah dari Hudaibiyah di bulan Dzulqa’dah; satu umrah pada tahun berikutnya pada bulan Dzulqa’dah; satu umrah dari Ji’ranah; dan umrah bersama hajinya” (HR. Bukhari)

Kedua, perjanjian Hudaibiyah. Syekh Ali as-Shalabi dalam salah satu kitab sirah-nya mengatakan ketika kekuatan umat Islam semakin kuat, mereka mulai berpikir mendapatkan hak mereka yaitu beribadah di Masjidil Haram yang sudah enam tahun terhalang oleh kaum Musyrikin. 

Tepat hari Senin Dzulqa’dah tahun ketujuh (ada yang mengatakan tahun keenam) hijriyah, berangkatlah Rasulullah SAW bersama 1400 Sahabat tanpa membawa senjata perang. Setibanya di Dzulhulaifah (miqat bagi penduduk Madinah, atau yang datang dari arah Madinah bagi mereka yang akan melakukan umrah dan haji), Rasulullah mulai melakukan ihram untuk umrah.

Sementara kaum kafir Quraisy mengira kedatangan kaum Muslimin untuk menyerang mereka, hingga ada salah satu perwakilan mereka mendatanginya Rasulullah SAW. Rasulullah menegaskan kepadanya kedatangan kaum Muslimin semata untuk umrah, bukan perang. Karena tujuannya bukan untuk perang.

Akhirnya Rasulullah dan kafir Quraisy membuat kesepakatan damai, yang kemudian dikenal dengan istilah suluh hudaibiyah, yaitu perjanjian damai antara umat Islam dan kafir Quraisy yang berlangsung di Hudaibiyah pada tahun ketujuh hijriah (Ali as-Shalabi, Sirah NabawiyahDurusun wan Ibarun fi Tarbiyatil Ummah, juz 8, h.168).

Ketiga, perang Bani Quraizhah. Syekh Shafifurrahman al-Mubarakfuri dalam salah satu kitab sirah-nya mengatakan, sehari setelah kepulangan Rasulullah SAW di Madinah, tepat pada waktu Zuhur datang malaikat Jibril untuk menemui Beliau SAW, kemudian berkata:

“Sudahkah engkau meletakkan senjatamu? Demi Allah, kami (para malaikat) belum meletakkan senjata. Berangkatlah engkau sekarang bersama sahabat-sahabatmu menuju Bani Quraizhah, saya (Jibril) akan berjalan di depanmu untuk menggoncangkan benteng-benteng mereka dan menebarkan ketakutan di dada mereka.”

Mendengar apa yang disampaikan malaikat Jibril, Rasulullah memerintahkan para sahabat segera berangkat menuju perkampungan Bani Quraizhah dan berpesan agar mereka tidak shalat Ashar kecuali telah sampai di perkampungan tersebut. Sesampainya di pemukiman Bani Quraizhah, Rasulullah dan semua umat Islam yang ikut serta mengepung Yahudi Bani Quraizhah yang berlindung di benteng-benteng mereka selama 25 malam (menurut riwayat lain, 25 hari).

Akhirnya, mereka tidak tahan lagi dikepung, Allah menanamkan rasa takut di hati mereka, kemudian menyerah dan tunduk di bawah keputusan hukum Rasulullah. Peristiwa ini sebagaimana disebutkan oleh Syekh Shafiyurrahman terjadi pada bulan Dzulqa’dah, “Peperangan ini (Bani Quraizhah) terjadi pada bulan Dzulqa’dah tahun kelima (hijriyah).” (Shafiyurrahman, ar-Rahiqul Makhtum [Beirut, Darul Fikr: tt], halaman 281).

Keempat, Allah Berfirman Kepada Nabi Musa Selain tiga peristiwa penting di atas, ada juga salah satu peristiwa luar biasa yang terjadi pada bulan Dzulqa’dah, yaitu pembicaraan Nabi Musa dengan Allah ketika menerima wahyu berupa kitab Taurat, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an, yaitu:

Dan ketika Musa datang untuk (munajat) pada waktu yang telah Kami tentukan dan telah berfirman (langsung) kepadanya (Musa)” (QS. Al-A’raf ayat 143). Imam Ibnu Katsir ad-Dimisyqi (wafat 774 H) dalam kitab tafsirnya mengutip beberapa pendapat mayoritas ulama tasir, di antaranya Imam Mujahid, Masruq, dan Ibnu Juraih, bahwa kejadian di atas terjadi pada bulan Dzulqa’dah. (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anil Azhim, h. 468).

Sangat banyak sejarah lainnya terjadi di bulan Dzulqa’dahh. Mari belajar dan mengkajinya. Siapa lagi yang peduli Islam dan ajaran serta sejarahnya kalau kita tidak menggali dan mengajak generasi penerus islam lainnya. Sudahkah kita melakukannya? Wallahu Muaffiq Ila ‘Aqwamith Thariq. (Mantan Ketua LPPM IAIA Samalanga dan Komisioner KIP Pidie Jaya serta Mantan Sekretaris PW Ansor Aceh)

Penulis: Oleh Tgk Masrur, MA
  • Bagikan