Menu
Pusat Berita dan Informasi Kota Medan, Sumatera Utara, Aceh dan Nasional

Berjihad Raih Pahala Ramadhan

  • Bagikan

Oleh Prof Dr Misri A Muchsin, M.Ag

Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS Al-Baqarah: 183)

Allah SWT menganugerahi kaum Muslim dengan lima keutamaan, yang tidak diberikan kepada umat sebelum umat Nabi Muhammad SAW ini. Pertama, malam pertama bulan Ramadhan, Allah SWT memandang dengan pandangan rahmat kepada mereka, dan siapa yang selalu dipandang oleh Allah, maka ia idak akan disiksa selama-lamanya.

Kedua, bahwa bau mulut mereka yang sedang berpuasa, yang tercium, maka bau itu di sisi Allah, lebih wangi dibandingkan minyak wangi kasturi. Ketiga, orang-orang yang berpuasa mendapatkan permohonan ampunan oleh para malaikat, setiap siang dan malam.

Keempat, Allah SWT memerintahkan kepada Surga-Nya seraya berfirman: “Bersiap dan berhiaslah untuk hamba-hamba-Ku, yang berisirahat sejenak dari kesibukan duniawi, demi menuju kepada-Ku dan KemuliaanKu” Kelima, pada akhir Ramadhan, Allah SWT mengampuni dosa-dosa mereka semuanya.

Dalam Fiqh Puasa karya Yusuf Qardawi, yang dimaksud niat adalah, berniat melaksanakan ibadah demi melaksanakan perintah Allah dan taqarub kepada-Nya. Allah SWT berfirman: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allâh dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus” (QS. al-Bayyinah: 5).

Seseorang jika puasanya untuk Allah semata, maka dengan ringan menjauhi segala larangan-Nya. Sebagian orang terkadang menahan diri dari kegiatan makan dan minum dari fajar hingga magrib, bahkan lebih dari itu, tetapi dilakukan untuk tujuan olahraga, mengurangi berat badan, atau semisalnya. Jika tujuannya hanya itu, maka hanya rasa lapar dan dahagalah yang akan ia dapatkan. Sebagaimana dikuatkan dengan sabda Rasulullah SAW; “Betapa banyak orang berpuasa tetapi tidak mendapatkan dari puasanya selain rasa lapar” (HR. Nasa’i dan Ibnu Majah.

Ramadhan sebagai bulan yang mulia dan penuh keberkahan merupakan adanya kesenangan tersendiri bagi Muslim. Hal ini dilandasi keinginan mengisi bulan tersebut dengan beragam ibadah dan amaliah.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Shalat lima waktu, Jumat ke Jumat dan Ramadhan ke Ramadhan menghapuskan dosa-dosa di antara masa-masa itu selama dosa-dosa besar dijauhi” (HR. Muslim). “Barangsiapa yang berpuasa Ramadan karena penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah SWT, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kiranya kenikmatan yang dapat diperoleh di bulan Ramadhan, seandainya diimani dengan baik maka semua orang akan berharap semua bulan adalah Ramadhan. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: “Seandainya semua manusia mengetahui di dalam Ramadhan begitu melimpah kebaikan, niscaya mereka akan mengharapkan agar Ramadhan berlaku sepanjang tahun” (HR. Ibnu Abi al Dunya).

Puasa memang ibadah yang amat istimewa. Hikmah dan kebajikannya bersifat multidimensional, tak hanya moral dan spiritual, tetapi juga sosial. Puasa tak hanya membentuk kesalehan pribadi (individual), tetapi sekaligus juga kesalehan sosial. Puasa memiliki dua semangat yang sangat baik dilihat dari perspektif pendidikan akhlak.

Pertama, semangat pencegahan (kaffun wa tarkun) dari hal-hal yang destruktif (al-muhlikat). Semangat yang pertama ini menjadi basis kesalehan individual. Kedua, semangat pengembangan alias motivasi dan dukungan (hatstsun wa `amalun) terhadap hal yang memuliakan, konstruktif, atau dalam bahasa Imam Ghazali, dukungan terhadap hal-hal yang menyelamatkan manusia (hatstsun ila al-munjiyat). Semangat yang kedua ini menjadi pangkal kepedulian sosial yang pada gilirannya membentuk kesalehan sosial.

Allah SWT menjadikan Ramadhan sebagai ladang menjemput berbagai macam pahala, karena Ramadhan dihiasi dengan bervariasi amal kebaikan baik ibadah berorientasi hablum minallah (vertikal) maupun hablum minannas (horizontal). Hendaknya madrasah yang sedang kita jalani ini mampu melahirkan alumni Madrasah Ramadhan sosok sarjana bergelar “insan muttaqien”. Wallahu Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq.(Dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Salah Seorang Penasehat Ansor Aceh)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *