Scroll Untuk Membaca

Aceh

Ustadz Yusran: Hikmah Diharamkan Riba

Ustadz Yusran: Hikmah Diharamkan Riba
Ustadz Dr.Muhammad Yusran Hadi,Lc,MA (jubah putih) foto bersama BKM Masjid usai menyampaikan khutbahnya di Masjid At-Taqwa Meureudu, Pidie Jaya, Jumat (09/06/23). (Waspada/Ist)
Kecil Besar
14px

BANDA ACEH (Waspada): Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda (MIUMI) Provinsi Aceh Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc, MA mengatakan, adapun hikmah diharamkan riba karena riba mengandung banyak kemudharatan (bahaya), baik bagi pelakunya maupun bagi masyarakat.

“Oleh sebab itu, Alquran dan As-Sunnah mengharamkannya,” ungkap Ustadz Yusran dalam khutbah Jumat di Masjid At-Taqwa Meureudu, Pidie Jaya, (09/06/23), dengan tema, Riba: Hukum dan Bahayanya.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Ustadz Yusran: Hikmah Diharamkan Riba

IKLAN

Kata Ustadz Yusran, laknat untuk para pelaku riba. Begitu besarnya dosa riba, maka wajar jika Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam melaknat pelakunya sebagaimana diriwayatkan Jabir RA, ia berkata, “Rasulullah SAW mengutuk orang yang makan harta riba, yang memberikan riba, penulis transaksi riba dan kedua saksi traksaksi riba. Mereka semuanya sama ( berdosa).” (HR Muslim).

Terkait dengan polemik Qanun LKS baru-baru ini, Dewan Pengawas Syariah (DPS) Aceh, itu sangat menyanyangkan orang-orang yang mengusulkan atau mendukung revisi Qanun LKS untuk bisa menghadirkan bank konvesional kembali beroperasi di Aceh. Sebenarnya mereka tidak paham syariat khususnya Fiqh muamalah atau Fiqh Ekononi Islam. Mereka menyamakan bank syariah dengan konvensional, Bahkan mereka lebih menyukai bank konvensional yang menerapkan riba daripada bank syari’ah yang menerapkan prinsip Syariah. Parahnya lagi, menjelekkan sistem syariah yang dipakai oleh bank syariah dan menghalalkan riba yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya yang telah disepakati oleh para ulama.

“Tentu perilaku ini membahayakan aqidah pelakunya, karena bisa membatalkan keimanannya,” pungkas Dosen Fiqh Muamalah pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar- Raniry itu.

Kata dia, Bank Syariah tidak sama dengan bank konvensional. Bank Syariah tidak menyediakan produk pinjaman dengan pembayaran lebih atau bunga. Karena, pinjaman dengan pembayaran lebih atau pakai bunga adalah riba. Sedangkan riba hukumnya haram. Oleh karena itu, Bank Syariah tidak memakai akad atau produk pinjaman dengan pembayaran lebih atau bunga. Jadi Bank Syariah tidak memakai sistim riba. Berbeda dengan bank konvensional yang memakai sistem riba dengan menyediakan prosudur pinjaman dengan pembayaran lebih atau bunga. Inilah riba yang diharankan dalam Islam.

Bank Syariah sebut Ustadz Yusran, hanya menyediakan produk qardhul hasan (pinjaman tanpa bunga). Hukumnya boleh, bahkan sunnat. Karena ini siifatnya ta’awun (tolong menolong). Namun produk ini bersifat terbatas, tidak diperuntukkan untuk setiap orang. Produk ini hanya diberikan kepada lembaga keummatan yang dipercayai. Karena, bank membutuhkan biaya operasional. Maka bank harus mencari keuntungan yang diperoleh dengan akad musyarakah, mudharabah dan bai’u murabahah untuk menutupi biaya kebutuhan operasional ini. Bila tidak, maka bank menjadi bangkrut.

Bank Syariah memakai sistem bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh dari kerjasama dalam investasi yang halal antara Bank Syariah dengan nasabah berupa akad musyarakah dan mudhabarah dengan persentase yang telah disepakati. Bagi hasil ini ditentukan berdasarkan untung dan rugi. Keuntungannya tidak ditentukan dari awal dengan persentase tertentu. “Jadi, bagii hasil bisa bervariasi setiap bulanmya sesuai kondisi untungan yang diperoleh oleh pihak bank dari investasi dana nasabah,” jelasnya.

Adapun untuk pembiayaan, Bank Syariah memakai akad bai’u murabahah, yaitu jual beli dengan mengambil keuntungan tertentu yang telah disepakati dan diketahui atau disebutkan pada saat akad. Produk inilah yang sering disalahpahami oleh kebanyakan orang dengan menyamakannya-dengan produk pinjaman pada bank konvensional dengan pembayaran lebih atau bunga.

Di samping itu, lanjut Doktor Fiqh dan Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM), Bank Syariah juga menggunakan produk wadi’ah yaitu penitipan. Dalam produk ini, nasabah tidak diberikan keuntungan atau bagi hasil. Karena sifatnya penitipan atau amanah, bukan kerja sama untuk investasi yang bisa menghasilkam keuntungan.

Dalam kajian Fiqh Muamalah, Musyarakah, mudharabah, bai’u murabahah dan wadi’ah dibolehkan dalam Islam. Semua produk inii merupakan produk Bank Syariah yang dipraktekkan sesuai dengan prinsip syari’h atau Fiqh Muamalah.

Inilah yang membedakan Bank Syariah dengan bank konvensional. Jadi, perbedaannya terletak pada akadnya. Berbeda akad bisa sama hukumnya dan bisa pula berbeda hukumnya. Akad inilah yang menentukan hukum suatu perbuatan itu mubah atau haram sesuai dengan ketentuan syariat.

Untuk lebih jelasnya mengenai perbedaan ini, Ustadz Yusran, memberikan contoh perbuatan zina dan menikah. Praktek keduanya sama yaitu hubungan badan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan (jima’). Namun hukumnya berbeda. Nikah hukumnya sunnat atau wajib. Adapun zina hukumnya haram. Yang membedakannya adalah akadnya. Dengan akad nikah, hubungan badan laki-laki dan perempuan menjadi halal. Sebaliknya zina hukumnya haram karena tidak ada akad nikah. Jadi, suatu hukum itu halal atau haram tergantung kepada akadnya.

Begitu pula perbedaan pinjaman dengan pembayaran lebih (bunga) yang dipraktekkan di bank konvensional dan jual beli murabahah yang dipraktekkan di Bank syariah. Praktiknya serupa namun tidak sama. Keduanya serupa dalam prakteknya yaitu membayar lebih kepada bank, namun akadnya tidak sama. Bank konvensional memakai akad pinjaman. Inilah riba. Adapun bank syari’ah memakai akad jual beli murabahah. Maka hukumnya berbeda. Riba hukumnya haram, namun jual beli murabahah hukumnya mubah, tegas anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara.

“Kesimpulannya, Bank Syariah tidak sama dengan bank konvensional. Bank konvensional memakai sistim riba dalam prakteknya. “Adapun Bank Syariah tidak memakai sistim riba dalam prakteknya, namun memakai sistim bagi hasil dan keuntungan sesuai dengan prinsip syariah,” tutur Ustadz Yusran yang Ketua PC Muhammadiyah Syiah Kuala Banda Aceh.( b02)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE