LHOKSEUMAWE (Waspada): Menolak ikut ujian tes ujian penerimaan yang kedua kalinya, Senin (13/2), ratusan tenaga kesehatan dan non nakes dari tiap Puskesmas melakukan aksi unjuk rasa ke halaman depan Kantor Wali Kota Lhokseumawe.
Para tenaga honorer nakes itu mulai merapat barisan sejak pukul 10.00 Wib berkumpul di lapangan Hirak dan berjalan kaki di Jalan Merdeka Kec. Banda Sakti menuju ke Kantor Wali Kota Lhokseumawe.
Mereka berjalan dengan berbaris sambil membawa spanduk dan poster bertuliskan menolak ikut ujian tes ulang dan menolak diseleksi oleh kepala Puskesmas masing-masing.
Setiba di kantor wali kota, barisan demo disambut oleh Sekdako. T. Adnan untuk mendengarkan aspirasi dan keluhan yang ingin disampaikan.
Saat itu, Sekda sempat tertawa melayani dialog dan berdebat dengan para pendemo yang menyampaikan keluhan yang saling bertolak belakang dan tanpa ada koordinator.
Para pendemo meneriakkan bahwa mereka menolak tes ujian ulang dan tidak mau dirumahkan karena merasa hal itu tidak adil.
Salah seorang pendemo Isnawati mengatakan pihaknya tidak mau ikut tes ujian ulang dan selalu membayar uang Surat tanda Registrasi (STR) senilai Rp2,5 jt atau Rp12 ribu perbulan.
Sehingga selama ini pengorbanan dan jasa mereka seakan tidak dihargai oleh Pemko Lhokseumawe yang melakukan tes ujian penerimaan.
Selanjutnya sejumlah perwakilan nakes dan non nakes melakukan pertemuan denga Sekda T. Adnan secara tertutup di ruang mushalla Kantor Wali Kota setempat.
Saat dimediasi didalam mushalla Kantor Walik Kta Lhokseumawe, Arsyadi tenaga kesehatan menangis di depan Sekda T. Adnan, karena ingat besarnya resiko pengorbanan masa covid-19 mengancam jiwa warga.
Suara tangis nakes itu sempat terdengar keluar mushaalla dengan suara terisak-isak menyampaikan keluhannya yang menolak test penerimaan. Sehingga resikonya bisa saja tidak lulus dan tidak bisa melanjutkan pekerjaan.
Sang nakes itu pun berseru tentang pengorbanan mereka ketika Covid-19 melanda Kota Lhokseumawe tentu resiko nyawa sebagai taruhannya. Tapi hari ini, justru jasa para nakes seakan dilupakan dan statusnya harus ditentukan lewat test ujian dan terancam dirumahkan.
“ Siang malam kami bekerja melayani dan menyelamatkan orang yang diduga terkena Covid-19. Kami bekerja tanpa mengeluh dan siap meninggalkan keluarga bila resikonya meninggal. Tapi hari ini kami diperlakukan tidak adil,” tuturnya sambil menyeka air matanya.
Arsyadi meminta agar pemerintah tidak melakukan pengurangan jumlah nakes dengan menggelar ujian test karena terancam dirumahkan.
Tangis pilu itu sempat membuat Sekda T. Adnan dan pejabat lainnya terdiam membisu dan para nakes lain tertunduk dengan pandangan nanar.
Sekda T. Adnan mengatakan dirinya pun merasa bingung harus melakukan apa, lantaran pemerintah harus melakukan pengurangan jumlah nakes yang sudah over kapasitas.
Sehingga Sekda pun bertanya tentang bagaimana kirra-kira solusi terbaiknya untuk menyelesaikan masalah ini. Karena solusi untuk tes penerima ditolak dan usulan agar diseleksi oleh kepala Puskesmas juga ditolak. “Sekarang saya tanya bagaimana solusi terbaiknya. Coba beri solusi untuk menyelesaikan masalah,” tegasnya.
Sekda menjelaskan kebutuhan pemerintah untuk nakes dan non nakes sangat terbatas maka perlu dilakukan test penerimaan. Karena semuanya memang ada persaingan dan tidak mungkin diterima semua dalam jumlah yang tidak bisa ditangani pemerintah.
Sekda menyebutkan setelah dihitung ternyata, ada 500 nakes, sedangkan yang dibutuhkan adalah 150 orang. Sehingga hanya melalui jalur testing yang bisa menentukan statusnya dan bagi yang tidak ikut maka secara otomatis dianggap gugur.
“ Semua orang capek, gaji kecil, habis biaya sekolah dan lainnya. Maka testing adalah cara yang paling feer untuk melakukan pengurangan jumlah nakes,” paparnya.
Sekda menegaskan pihaknya tetap akan melanjutkan testing penerimaan dan bila ada yang tidak ikut maka mereka sudah menerima resiko tidak lulus.
Karena tidak puas dengan hasil mediasi tersebut, akhirnya para nakes bubar dan kembali berdelegasi ke DPRK Lhokseumawe untuk mencari keadilan bagi mereka yang menolak tes ujian dan menolak diseleksi oleh kepala Puskesmas. (b09)