Terdakwa Minta Majelis Hakim Bebaskan Dirinya Segala Dakwaan Jaksa

- Aceh
  • Bagikan

BANDA ACEH (Waspada): Penasehat Hukum Mirdas Ismail, SH,MM meminta majelis hakim untuk membebaskan terdakwa M.Zuardi bin Mukhtaruddin Baya  dari segala dakwaan jaksa, karena terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi pembangunan Jetty Kuala Krueng Pudeng,  Kecamatan Lhoong, Aceh Besar.

“Menyatakan surat dakwaan jaksa penuntut umum nomor .register perkara PDS-02/L.1.27/Ft.1/01/2022, tertanggal 20 Januari 2022, baik dalam dakwaan primer maupun subsidair adalah batal demi hukum,” ungkap Mirdas Ismail dalam eksepsi (keberatan) yang dibacakan dalam sidang Pengadilan Tipikor Banda Aceh, Kamis (3/2).  

Yang menarik dalam eksepsi yang dibacakan di depan majelis hakim diketuai Deni Syahputra,SH dibantu anggota Nani Sukmawati,SH dan Edwar,SH pada sidang online,  itu penasehat hukum Mirdas Ismail mempertanyakan sikap jaksa penuntut umum dari Kejari Aceh Besar, yang tidak menjadikan terdakwa Ade Surya selaku KPA/PPK pengganti M.Zuardi selaku KPA/PPK.

“Kami tegaskan yang seharusnya menjadi tersangka/terdakwa dalam perkara a quo adalah Ade Surya selaku KPA/PPK pengganti M.Zuardi kala itu, ” ujar Mirdas Ismail. Artinya, dalam surat dakwaan JPU ini dapat dipahami bahwa adanya kesalahan dalam membidik seseorang atau sering disebut dengan istilah Error In Persona, jelasnya.

Mirdas Ismail menjelaskan adanya kesalahan dalam membidik orang lain selaku Terdakwa. Kata dia,  terdakwa M. Zuardi, selaku KPA/ PPK, periode 22 Januari 2019 sampai 6 September 2019. Pada periode ini belum ada aktivitas pelaksanaan Pembangunan Jetty Kuala Krueng Pudeng, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar TA 2019. 

Pelaksanaan di lapangan dan terjadinya pembayaran atas prestasi pekerjaan dimaksud dilakukan pada masa Ade Surya, selaku KPA/ PPK, periode 6 September 2019 sampai tanggal 8 Juni 2020, akhir masa pemeliharaan. Semuanya ini tanggungjawab Ade Surya, pungkas Mirdas. 

Karenanya, sebut Mirdas, bahwa uraian dalam surat dakwaan JPU tersebut tidak jelas. Pasalnya, karena Terdakwa M. Zuardi selain didakwa dalam proses perencanaan juga pelaksanaan kegiatan Pembangunan Jetty dimaksud. Khusus dalam pelaksanaan, Terdakwa M. Zuardi tidak terlibat dalam pelaksanaan pengadaan konstruksi tersebut.

Artinya, yang bertindak selaku KPA/ PPK awal pelaksanaan pekerjaan sampai serah-terima hasil pekerjaan (PPHP), adalah Ade Surya, terhitung  sejak tanggal 6 September 2019, sampai dengan akhir masa Pemeliharaan, tanggal 8 Juni 2020. Pada waktu itu, terjadi Pergantian Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dari Terdakwa M. Zuardi kepada Ade Surya, berdasrkan SK Gubernur Aceh No. 954/1519/2019. 

“Pertanyaannya adalah mengapa Sdr. Jaksa/ Penuntut Umum yang kala itu merangkap penyidik, tidak menjadikan Ade Surya selaku Tersangka/ Terdakwa dalam perkara a quo ? Bukankah Ade Surya, yang bertanggungjawab dalam penggunaan dana setiap progres dan termin pembayaran ? Ini tetap akan menjadi tanda tanya besar yang tak akan berkesudahan,” ungkap advokad senior ini.     

Anehnya, lanjut Mirdas, terdakwa  M.Zuardi yang diseret ke meja hijau ? Yang nota bene hanya bertanggungjawab pada tataran administrasi, koq bukan KPA/ PPK penggatinya, yakni Ade Surya, yang bertangngujawab dalam pelaksanaan di lapangan ? Dengan demikian, maka dalam pertanggungan jawaban pidana, konstruksi dakwaan Sdr. Jaksa/ Penuntutu Umum seperti ini dinyatakan Error in Persona, tambah Mirdas dengan tanda tanya.

Pada bagian lain, eksepsinya Mirdas Ismail, juga menyatakan dakwaan jaksa penuntut umum adalah batal demi hukum, karena tidak menguraikan tempus delicti secara cermat, jelas dan lengkap. Begitu juga dengan locus delictinya.   

Menurut Mirdas,  locus delicti ini, sebagaimana dakwaan  Jaksa/ Penuntut Umum menyatakan “…bertempat di Kantor Dinas Pengairan Aceh berkedudukan di Jl. Ir. Mohd. Taher No.18, Gampong Lueng Bata, Kec. Lueng Bata, Kota Banda Aceh, (Provinsi) Aceh. Adapun kalimat  “…atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain.

Kami selaku PH Terdakwa tidak sependapat dengan Sdr. Jaksa/ Penuntut Umum tersebut, sebab argumentasi yang dibangun oleh Sdr. Jaksa/ Penuntut Umum adalah kewenangan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Banda Aceh saja.

Tetapi lupa bahwa locus delicti tersebut bukanlah di wilayah kerja atau yurisdiksi Kejaksaan Negeri Aceh Besar, melainkan yurisdiksi Kejaksaan Negeri Banda Aceh, atau wilayah kewenangan Kejaksaan Tinggi Aceh. Dalam dakwaannya, Sdr. Jaksa/ Penuntut Umum sama sekali tidak menjelaskan adanya perintah penyelidikan dan/ atau penyidikan dari Kejaksaan Tinggi Aceh, ungkap Mirdas

Untuk itu, penasehat hukum terdakwa minta majelis hakim untuk membebaskan terdakwa baik dalam dakwaan primer maupun dakwaan subsidair. Dan memerintahkan jaksa penuntut umum untuk mengeluarkan terdakwa tersebut dari tahanan tanpa syarat. 

Sebelumnya, jaksa penuntut umum dari Kejari Aceh Besar menjerat tiga terdakwa, kasus dugaan korupsi pembangunan Jetty Kuala Krueng Pudeng, Kecamatan Lhoong, Aceh Besar tahun anggaran 2019 pada Dinas Pengairan Aceh.

Ketiga terdakwa tersebut yakni M Zuardi  dan Taufik Hidayat Bin Muhadi. Satu terdakwa lainnya yaitu Yusri Bin Muhammad Jamil selaku Direktur PT.Bina Yusta Az-Zuhri

Dalam surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum terkait proyek bersumber dana dari Dinas Pengairan Aceh pada tahun 2019, sebesar Rp. 13.353.329.000. Kata jaksa, dalam kasus ini, berdasarkan hasil audit diketahui terdapat kerugian negara sebesar Rp 2.317.222.789,40.

Para terdakwa  didakwa primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Ppasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Untuk mendengarkan replik dari JPU majelis hakim menunda sidang hingga, Jumat (11/2).(b02).

  • Bagikan