Scroll Untuk Membaca

Aceh

Tekan Konflik Gajah, Pemkab Pidie Akan Bangun Sanctuary

Tekan Konflik Gajah, Pemkab Pidie Akan Bangun Sanctuary

SIGLI (Waspada): Penjabat (Pj) Bupati Pidie, Ir Wahyudi Adisiswanto, M.Si, mengatakan perlu membangun sanctuary (tempat penampungan-red) untuk satwa liar dilindungi, khususnya gajah liar di kawasan pegunungan Seumileuk, Kecamatan Tangse.

Sanctuary itu dinilai penting untuk mencegah gajah liar masuk ke area budidaya warga sehingga mengurangi risiko konflik gajah liar dengan manusia. “Kenapa kita pilih Seumileuk, karena kawasan itu ada semacam savana (padang rumput) yang sangat luas. Lokasi itu pun cocok, selain ada sumber makanan juga terdapat mineral yang dibutuhkan gajah liar,” kata Pj Bupati Pidie Ir Wahyudi Adisiswanto, M.Si.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Tekan Konflik Gajah, Pemkab Pidie Akan Bangun Sanctuary

IKLAN

Peryataan itu disampaikan Mas Wahyudi, sapaan akrab untuk Pj Bupati Pidie saat menghadiri Rapat Koordinasi Penanggulangan Gangguan Satwa Liar Gajah di Aula Mess Pemda Pidie, Kecamatan Tangse, Kamis (17/11) siang.

Acara yang digelar Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Pidie itu turut dihadiri Anggota DPRK Pidie dari Faksi Partai Golkar T Saifullah, TS. Selanjutnya, 11 camat dalam Kabupaten Pidie, 30 mukim, dan puluhan tokoh masyarakat. Hadir juga perwakilan BKSDA Aceh, serta kepala dinas terkait lainnya.

Lanjut Pj Bupati Pidie, dalam kawasan pegunungan Seumileuk, Tangse, juga terdapat beberapa jenis hewan dilindungi lainnya, adalah Harimau Sumatera, dan Rusa. Dia mengungkapkan, berdasarkan keterangan para peneliti, kawanan gajah liar yang sekarang ini mengganggu petani Tangse, Keumala, Mila, Padang Tiji, dan Tiro, karena habitat mereka sejatinya berasal dari Seumileuk. Namun, karena dulunya terjadi kasus pembakaran menyebabkan sumber mineral yang ada di dalam kawasan pegunungan itu rusak. Lalu kawanan gajah liar itu menerobos hutan bergerak ke kawasan hutan Keumala, Mila dan seterusnya.

“Dalam berwari-wiri keluar masuk hutan di Pidie, mereka itu diusir dan terus diusir. Bahkan, mereka juga digiring ke Seumileuk lagi, namun kawanan gajah liar itu balik lagi sampai sekarang masih saja diusir dan terus diusir. Terakhir kemarin mereka diusir lagi dari Tangse” katanya.

Menurut Ir Wahyudi Adisiswanto, dalam kasus konflik gajah liar dengan manusia, terdapat persoalan alam karena merusak mineral yang diperlukan kawanan gajah liar di hutan. “ Jadi barang kali kita sepakat membangung sanctuary (tempat penampungan), tetapi bukan sanctuary seperti di Way Kambas” tuturnya.

Menurut dia, sanctuary yang dibangun di Seumileuk, Kecamatan Tangse itu tidak berpagar, tetapi hanya berbatas saja. Batas ini kata dia akan ditanam dengan tanaman yang tidak disukai oleh gajah, sepert jeruk nipis atau jenis tanaman berduri lainnya.

“Kemudian di seberangnya ditanaman tanaman yang tidak disukai dan dibangun pos penjagaan. Lokasi ini juga jauh dari pemukiman penduduk, jadi sifatnya seperti pagar pembatas. Bisa dengan kawat listrik kecil,” katanya.

Tujuh Tahun Konflik Gajah
Anggota DPRK Pidie yang juga Ketua DPD II Partai Golkar Kabupaten Pidie, T Saifullah TS, usai menghadiri rapat tersebut, kepada Waspada menyampaikan gangguan gajah di Pidie sudah berlangsung tujuh tahun terhitung sejak 2015.

Semenjak itu pula berbagai upaya mitigasi pencegahan gangguan gajah sudah banyak dilakukan termasuk pemasangan pagar listrik bertenaga rendah atau pagar kejut sudah dibangun untuk mencegah gajah liar masuk perkampungan dan perkebunan juga persawahan penduduk, namun upaya itu tidak maksimal. Buktinya kata dia, gangguan satwa liar dilindungi itu baru-baru ini membunuh salah warga Gampong Pako, Kecamatan Keumala.

“Karena momen hari ini sangat bagus. Apalagi semua tokoh masyarakat dan para camat dan semua undangan tadi yang hadir dalam rapat sangat setuju dengan rencana Pak Pj Bupati Pidie Mas Wahyudi membangun Sanctury” katanya.

Menurut dia, Sanctury ini dinilainya salah satu upaya jitu dan solusi jangka panjang penanganan mitigasi gajah liar sebelum kerusakan kian parah serta bertambahnya korban jiwa manusia. “Kalau solusinya kawat kejut, itu hanya bisa memperkecil ruang gerak dari pada gajah liar,” katanya.

Menurut dia, Sanctuary ini merupakan upaya jangka panjang karena mendorong kawanan gajah liar, ini ke kawasan habitatnya. “Selama ini yang dilakukan hanya menggiring. Itu tidak ubahnya seperti kita pindah masalah dari satu tempat ke tempat yang lain. Kita giring dari Keumala mereka berjalan ke Mila, dari Mila digiring masuk ke Tangse dan sebagainya seterusnya. Jadi kalau sudah di Sanctuari dia sudah menetap di situ,” pungkasnya.

Keujruen Chik Glumpang Tiga, Tgk Sulaiman, dalam kesempatan itu mengatakan penanggulang satwa liar di Pidie harus dilakukan berbarengan dengan penutupan tambang emas illegal dan perambahan hutan. Itu sangat penting dilakukan karena kawasan hutan atau habitat satwa liar berdomisili itu sudah rusak alias gundul. Kondisi itu mengakibatkan satwa liar yang dilindungi, khususnya kawanan gajah liar saat diusir atau dihalau ke habatnya tidak mau menurut untuk berjalan pulang ke habitatnya.

“Untuk menanggulangi satwa liar itu, tolong tindak tegas pelaku illegal loging, tolong tutup penambangan liar. Seperti pak Pj Bupati Pidie bilang, gajah butuh mineral, jadi perlu ditutup tambang dan tertibkan pelaku illegal logging” katanya.

Tekan Konflik Gajah, Pemkab Pidie Akan Bangun Sanctuary
Pj Bupati Pidie Ir Wahyudi Adisiswanto, M.Si dan Anggota DPRK Pidie F Golkar T. Saifullah, TS mendengar saran dan pendapat dari Camat Sakti, Nurmasyitah dalam rapat koordinasi penanggulangan satwa liar gajah di Aula Mess Pemda Pidie, di Kecamatan Tangse, Kamis (17/11) Waspada/Muhammad Riza

Apatis
Camat Sakti, Nurmasyitah, apatis terhadap program yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh dalam menangani konflik satwa liar, khususnya gajah liar dengan manusia di Aceh. Sebut dia ada sembilan strategi yang telah dilakukan satu pun tidak tepat. Salah satunya upaya penggiringan hal itu sudah dilakukan oleh BKSDA melibatkan masyarakat dan petugas CRU, tetapi belum berhasil. Selanjutnya rencana aksi, peduli dan strategi, peduli sosialisasi penelitian, itu menurut Masyitah tidak berguna.

Dia mengatakan upaya membuat pagar listrik atau pagar kejut, kayu dipatahkan oleh gajah, selanjutnya gajah berjalan dan lewat di atasnya. Artinya upaya itu juga gagal dan begitupun dengan upaya-upaya lainnya, selalu tidak berhasil dan kawanan gajah liar masih saja keluar masuk pemukiman dan merusak perkebunan penduduk.

Dengan nada berapi-rapi, Masyitah menyampaikan harus ada program jitu agar gangguan gajah bisa teratasi. Lanjut dia, nyawa manusia lebih berharga dari pada nyawa gajah liar. “Dalam paparan tadi tidak ada harganya nyawa manusia, tetapi paparan tadi hanya perlindungan untuk gajah,” katanya.

Bukan tidak ada alasan Masyitah mengatakan bahwa paparan yang disampaikan oleh perwakilan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh, tidak berguna. Karena di Kabupaten Pidie pernah terjadi insiden matinya satu ekor gajah liar di Kecamatan Mila, tetapi oknum masyarakat yang diduga penyebab kematian gajah liar itu mati dihukum, padahal warga yang sehari-hari berprofesi sebagai petani miskin itu punya anak masih kecil-kecil.

Sementara kematian petani asal Gampong Pako, Kecamatan Keumala baru-baru ini dengan kondisi tubuh sangat tragis akibat dibunuh kawanan gajah liar, kata Masyatih tidak ada yang perduli.

“Karena itu pada hari ini, kami mohon kepada Pemprov Aceh tolong buatkan qanun sanctuary. Ini perlu mengingat sudah banyak korban manusia dan korban stress manusia tidak bisa lagi mencari nafkah,” pungkasnya (b06)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE