Kitab Shahih Ibnu Khuzaimah ( كتاب صحيح ابن خزيمة) atau dengan nama lain seperti yang tertulis pada naskah manuskripnya Shahih Ibnu Khuzaimah Mukhtashar al Mukhtashar Min al Musnad al Shahih ‘An al Nabiyyi Saw ( كتاب صحيح ابن خزيمة مختصر المختصر من المسند الصحيح عن النبي ص). Kitab ini ditahqiq oleh Doktor Muhammad Musthafa al A’dzami ( الدكتور محمد مصطفى الاعظمي ), seorang ahli hadist kontemporer kelahiran kota Mau-Azamgarh-Uttar Pradesh-India tahun 1930. Kitab Shahih Ibnu Khuzaimah adalah buah karya imam Abu Bakar Muhammad Bin Ishaq Bin Khuzaimah al Naisaburi.
Sementara, cetakan kedua kitab Shahih Ibnu Khuzaimah diterbitkan di Beirut oleh penerbit al Maktab al Islamiy pada tahun 1412 Hijriah (1992 M). Kitab Shahih Ibnu Khuzaimah terdiri atas 4 jilid, dengan tebal perjilidnya rata-rata 404 halaman (Lihat Abu al Ma’ali Muhammad Bin Abdurrahman, Diwan al Islam, Beirut, Dar al Kutub al Ilmiah, 1990, halaman, 237-239). Kitab Shahih Ibnu Khuzaimah adalah kitab shahih ketiga yang dimiliki dunia Islam, setelah kitab Shahih al Bukhari dan Shahih Muslim.
Di antara keistimewaan kitab Shahih Ibnu Khuzaimah adalah memuat hadist-hadist shahih yang tidak terdapat di dalam kitab Shahih al Bukhari dan kitab Shahih Muslim. Imam Ibnu Khuzaimah lahir di kota Naisabur – Khurasan (sekarang bagian Timur Laut negara Iran) pada bulan Safar tahun 223 Hijriah (838 M) dan wafat pada malam Sabtu tanggal 2 Dzulqa’dah tahun 311 Hijriah (15 Februari 924 M) dalam usia 89 tahun.
Imam Ibnu Khuzaimah termasuk tokoh hadits dan ilmu hadist ternama, pada rentang waktu abad ke-3 dan ke-4 Hijriah. Sehingga oleh para ulama sezamannya, ia disebut dengan Imam al A’immah امام الاءمة atau imamnya para imam (Lihat Abu Abdillah Muhammad al Dzahabi, Tadzkirat al Hufadz, Beirut, Dar al Kutub al Ilmiah, 1998, halaman, 194-197). Imam Ibnu Khuzaimah hidup pada masa dinasti Abbasiyah periode pertama dan kedua, yang secara politik dan kekuatan militer sedang mengalami kemunduran (833-945 M).
Uniknya pada era ini, ilmu pengetahuan mengalami kemajuan, termasuk kemajuan dalam bidang hadist dan ‘ulum al hadits. Pada era ini, umat Islam berada pada posisi the golden age (era keemasan) dalam hal ilmu pengetahuan. Pada rentang panjang sejarah perkembangan hadits, imam Ibnu Khuzaimah hidup pada periode ke-5 dan ke-6. Periode ke-5 sekitar abad ke-3 Hijriah, merupakan masa purufikasi (pemurnian), dan penyempurnaan hadist. Sedangkan periode ke-6 yang dimulai sejak abad ke-4 sampai abad ke-7 Hijriah, merupakan masa pemeliharaan, penertiban, dan penghimpunan hadits. Imam Ibnu Khuzaimah yang hidup pada masa pemerintahan al Mu’tasim (218-227 H) dan masa pemerintahan al Watsiq (227-232 H), merasakan adanya tekanan terhadap ulama ahli hadist pada masa itu dan keadaan berubah setelah al Mutawakkil (232-246 H) memerintah.
Di era al Mutawakkil ini, ulama ahli hadits mendapatkan kesempatan yang luas untuk mengembangkan hadist dan ‘ulum al hadits, pada saat itu imam Ibnu Khuzaimah berusia di bawah 24 tahun. Sejarah pengembaraan imam Ibnu Khuzaimah dalam mencari hadist di mulai sejak ia berusia 17 tahun. Awalnya ia menuju ke kota Marw untuk menemui imam Muhammad Ibn Hisyam dan imam Ibnu Qutaibah ahli hadits Kota Marw pada masa itu. Selanjutnya ke Rayy, Syiria, Mesir, Wasith, Baghdad, Bashrah, Kufah, dan tempat-tempat lainnya.
Pengembaraan ilmiahnya yang jauh, membuat imam Ibnu Khuzaimah punya banyak guru, di antaranya adalah Ali Ibnu Muhammad, Musa Ibn Sahl al Ramli, Muhammad Ibn Harb, Abu Kuraib, Muhammad Ibn Maran, Yunus Ibn Abdul A’la, Ishaq Ibn Rahawaih, Muhammad Ibn Ghailan, Ali Ibn Hajar, dan lain lainnya. Imam Ibnu Khuzaimah juga punya banyak murid, di antaranya adalah Yahya Ibn Muhammad Ibn Sa’id, Abu Ali al Naisaburi, Khala’iq dan lain lainnya. Adapun lmuridnya di Naisabur yang meriwayatkan hadist darinya adalah cucunya sendiri yang bernama Abu Thahir Muhammad Ibn al Fadhl.
Ulama sezaman dengan imam Ibnu Khuzaimah yang meriwayatkan hadist darinya juga banyak, di antaranya adalah Abu al Qasim Sulaiman Ibn Ahmad Ibn Ayyub al Thabra’i, imam Abu Hatim, imam Muhammad Ibn Hiban al Busyti, Abu Ahmad, Abdullah Ibn Hiban al Busyti, Abdullah Ibn Abdul Jurjani, dan lain lainnya. Imam Ibnu Khuzaimah dalam hal fikih bermadzhab Syafi’i, sebagaimana yang dijelaskan oleh imam al Sam’aaniy di dalam kitab al Anshaab, jilid 2, halaman, 362 berikut ini : و كان ادرك اصحاب الشافعي و تفقه عليهم. Artinya, Ia ( imam Ibnu Khuzaimah) bertemu dengan sahabat sahabat (murid murid) al Syaafi’i dan belajar kepada mereka.
Imam al Daaraquthniy di dalam kitabnya Suaalat al Sulamiy Li al Daaraquthniy, halaman, 101, berkata : كان ابن خزيمة اماما ثبتا معدوم النظير. Artinya, Ibnu Khuzaimah adalah seorang imam yang tsabat (kukuh) tidak ada bandingannya. Imam Ibnu Khuzaimah memiliki kurang lebih 140 buah karya ilmiah, namun yang sampai ke kita, hanya dua buah kitab saja, yaitu kitab al Tauhid dan kitab Shahih Ibnu Khuzaimah yang manuskripnya tersimpan di Maktabah al Islamiyyah Istanbul-Turki.
Kitab Shahih Ibnu Khuzaimah pada awalnya berbentuk manuskrip setebal 311 lembar yang ditemukan pada akhir abad ke-6 atau awal abad ke-7 Hijriah di sebuah toko buku di Turki. Kitab Shahih Ibnu Kuzaimah jilid,1, dimulai dari شكر و تقدير dari pentahqiq yaitu Doktor Muhammad Musthafa al A’dzami yang selesai ditulisnya di Mekkah al Mukaramah ( مكة المكرمة) pada bulan Sya’ban (شعبان) tahun 1390 Hijriah.
Selanjutnya pada jilid 1, dicantumkan pembukaan atau pengantar dari imam Ibnu Khuzaimah menyangkut dengan dirinya dan kitab Shahih Ibnu Khuzaimah. Adapun ulasan tentang hal itu berakhir di halaman 33. Pembahasan pertama menyangkut materi atau isi dari kitab Shahih Ibnu Khuzaimah diawali dengan Kitab al Wudhu’ ( كتاب الوضوء ).
Pembahasan pertama tentang wudhu’ berkaitan dengan Bab yang menyebutkan bahwa Nabi Saw menetapkan wudhu’ sebagai ajaran yang berasal dari Islam ( باب ذكر الخبر الثابت عن النبي ص فان انما الوضوء من الاسلام). Selanjutnya imam Ibnu Khuzaimah menguraikan tentang Bab Zikru Fadha’il al Wudhu’ ( باب ذكر فضاءل الوضوء) dengan menyertakan hadits dari Utsman Bin Affan : سمعت من رسول الله ص يقول رسول الله ص من توضاء فاحسن الوضوء و صل غفر له ما بينه و بين الصلاة الاخرى، هذا لفظ حديث يحى بن سعيد.
Artinya, Utsman Bin Affan mengatakan aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda, Siapa yang berwudhu’ maka hendaklah memperbagus wudhu’nya kemudian shalat, niscaya Allah ampuni antara dosa-dosa dirinya dengan shalat berikutnya. Imam Ibnu Khuzaimah menyebutkan, ini adalah lafadz hadits dari Utsman Bin Affan melalui Yahya Bin Sa’id (Lihat Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah, jilid 1, Beirut, al Maktab al Islamiy, 1992, halaman 4).
Demikian uraian singkat penulis tentang kitab Shahih Ibnu Khuzaimah, mudah-mudahan dapat menjadi tambahan khazanah keilmuan bagi umat Islam, dalam upaya memperluas keilmuan tentang hadist-hadist Nabi Saw. Wallahu’alam. WASPADA.id
Penulis adalah Dosen Hadits Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa