Scroll Untuk Membaca

Al-bayanAceh

Tafakur Al Mushannaf Li Ibni Abi Syaibah: Jejak Hadist Di Kufah Abad Ke-2 Hijriah

Tafakur Al Mushannaf Li Ibni Abi Syaibah: Jejak Hadist Di Kufah Abad Ke-2 Hijriah

Oleh Dr. Tgk. H. Zulkarnain, MA (Abu Chik Diglee)

“Al Mushannaf Al Ahadits Wa Al Atsar Li Ibni Abi Syaibah ( المصنف الاحاديث و الاثار لابن ابي شيبة ) yang lebih dikenal dengan sebutan kitab Al Mushannaf Li Ibni Abi Syaibah adalah sebuah kitab hadist yang metode penyusunannya berdasarkan bab-bab fikih. Secara bahasa mushannaf berasal dari kata kerja shannafa yang artinya bagian bagian atau mengatur secara perbab. Adapun secara terminologi, Al Mushannaf adalah kitab hadist yang memuat hadist berdasarkan bab fikih, berisi hadits marfu’, maukuf, dan maqthu’ yang sanad atau rawi terakhirnya adalah orang yang al ‘adalah (adil tidak tercela menurut ulama ahli hadist)

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Tafakur Al Mushannaf Li Ibni Abi Syaibah: Jejak Hadist Di Kufah Abad Ke-2 Hijriah

IKLAN

Kitab Al Mushannaf Fi Al Hadist Wa Al Atsar Li Ibni Abi Syaibah atau kitab Al Mushannaf Li Ibni Abi Syaibah, diterbitkan di Beirut oleh penerbit Dar al Taaj tahun 1409 Hijriah (1989 M). Kitab Al Mushannaf Li Ibni Abi Syaibah terdiri atas 7 jilid dan berisi 40.754 buah hadist Nabi Saw dan atsar para sahabat. Sistematika penulisan kitab Al Mushannaf Li Ibni Abi Syaibah dimulai dari hadist-hadist tentang thaharah atau bersuci dan diakhiri dengan penulisan hadist-hadist tentang perang jamal, Shiffin, dan Khawarij.

Adapun ciri khas kitab Al Mushannaf Li Ibni Abi Syaibah adalah, Pertama, Imam Ibnu Abi Syaibah memberikan pandangan fikihnya terhadap hadist-hadist yang sanadnya tsiqah dan adil pada hadits yang ia masukkan ke dalam kitab Al Mushannafnya. Kedua, mendahulukan hadist-hadist tsiqah yang melalui sanad gurunya dengan menggunakan simbol periwayatan akhbarahu atau anba’ahu. Ketiga, menolak pandangan pandangan fikih imam Abu Hanifah, yang dipandangnya bertentangan dengan hadist- hadist tsiqah yang ia temukan dan cantumkan di dalam kitab Al Mushannafnya. Keempat, kriteria sanad yang tsiqah (terpercaya) dan al ‘adalah (adil tanpa cela) menurut imam Ibnu Abi Syaibah, menjadi pertimbangan utama di dalam pencantuman hadist ke dalam kitab Al Mushannaf Li Ibni Abi Syaibah.

Selanjutnya di antara contoh hadist yang termaktub di dalam kitab Al Mushannaf Li Ibni Abi Syaibah adalah seperti yang tercantum pada halaman 15 jilid, 1, kitab Al Mushannaf Nomor Hadits, 46, berikut ini : حدثنا وكيع عن مسعر عن ابي صخرة قال سمعت حمر فقال حدثنا رسول الله ص قال ما من رجل يتوضاء فيحسن الوضوء الا غفر له ما بينه و بين الصلاة الاخرى.

Artinya, telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Mas’a dari Abi Shahrah dia berkata aku telah mendengar Hamara berkata telah menceritakan kepada kami Rasulullah Saw beliau bersabda, Tidaklah seseorang yang berwudhu’ maka membaguskan wudhu’nya kecuali diampuni dosa-dosa baginya antara satu shalat dengan shalatnya yang lain.

Kemudian di dalam kitab Al Mushannaf Li Ibni Abi Syaibah pada jilid, 1, halaman, 16, tertulis juga hadist Nomor 49, berkaitan atsar sahabat Utsman Bin Affan tentang berwudhu’ berikut ini: حدثنا عبدة بن سليمان عن عثمان بن حكيم عن محمد بن المنكدر عن حمران قال سمعت عثمان بن عفان يقول من توضا فاحسن الوضوء و اسبغه و اتممه خرجت خطاياه من جسده حتى تخرج من تحت اظفاره .

Artinya, telah menceritakan kepada kami Abdah Bin Sulaiman dari Usman Bin Hakim dari Muhammad Bin al Munkadar dari Hamran dia berkata aku telah mendengar dari Usman Bin Affan beliau berkata, Siapa yang berwudhu’ dan membaguskan wudhu’nya, menuntaskannya dan menyempurnakannya, maka keluarlah kesalahan-kesalahan (dosa-dosanya) dari jasad atau tubuhnya sampai keluar juga semua kotoran yang ada di bawah kuku-kukunya.

Kemudian imam Ibnu Abi Syaibah juga mengutip hadist berikut ini di dalam kitab Al Mushannaf jilid, 1, halaman, 14, Hadist Nomor, 29, hadistnya sebagai berikut: حدثنا شبابة بن سوار و عبيد بن سعيد عن شعبة عن قتادة عن ابي المليح عن ابيه عن النبي ض قال ان الله ل لا يقبل صلاة بغير طهور و لا صدقة من غلول.

Artinya, telah menceritakan kepada kami Syababah Bin Siwar dan Ubaid Bin Sa’id dari Syu’bah dari Qatadah dari Abi al Malih dari ayahnya dari Nabi Saw beliau bersabda, Tidak diterima shalat tanpa bersuci dan tidak diterima shadaqah yang ghulul (hasil mencuri diam-diam atau curang).

Adapun untuk berikutnya perlu dinarasikan tentang imam Ibnu Abi Syaibah. Imam Ibnu Abi Syaibah memiliki nama lengkap Abdullah Bin Muhammad Bin Ibrahim Bin Usman al Abasi biasa dipanggil Abu Bakar Bin Abi Syaibah atau Ibnu Abi Syaibah. Imam Ibnu Abi Syaibah lahir di Kufah – Irak pada tahun 159 Hijriah dan menurut imam al Khatib al Baghdadi dan al Bukhari, imam Ibnu Abi Syaibah wafat ba’da shalat Isya pada bulan Muharram tahun 235 Hijriah dalam usia 76 tahun.

Selain itu, imam Ibnu Abi Syaibah sudah gemar belajar hadist-hadist Nabi Saw sejak masa kanak-kanaknya dan setelah remaja ia mulai belajar banyak tentang hadist-hadist Nabi Saw kepada para ulama besar pada zaman itu, seperti imam al Qadhi Syarik Bin Abdullah (W.177.H), imam Abdullah al Mubarak ( W.181.H), imam Abu Akhush Salam Bin Salim (W.179.H), Imam Ismail Bin Iyas (W.181.H), dan ulama ahli hadist lainnya yang ada di wilayah Kufah negeri Irak seperti imam Khatim Bin Wirdan (W.184. H), dan imam Abdurrahim Bin Sulaiman (W.187.H).

Kemudian imam Ibnu Abi Syaibah belajar ke Bashrah dan mencatat setiap hadist yang ia dapatkan di Bashrah, dilanjutkan ke Baghdad dan beliau sempat mengajar di Baghdad dengan sokongan biaya keuangan dari khalifah Abbasiyah pada masa itu. Adapun murid-murid yang sempat mencatat hadist dan atsar sahabat dari imam Ibnu Abi Syaibah di antaranya adalah imam Ahmad Ibn Hanbal, imam Muhammad Bin Ismail al Bukhari, imam Muslim, imam Abu Daud, imam Ibnu Majah, imam Abu Bakar Bin Abi Ashim, dan lain-lainnya.

Selanjutnya berkaitan dengan pandangan ulama dan pujian para ulama kepada imam Ibnu Abi Syaibah di antaranya adalah sebagai berikut, imam Abu Zur’ah mengatakan bahwa ia tidak melihat ulama yang lebih hebat hafalan hadistnya melebihi hafalan yang dimiliki oleh imam Ibnu Abi Syaibah pada zaman itu.

Abu Ubaid dan Abu Qasim mengatakan pada zaman itu, ilmu hadist bermuara kepada empat orang, yaitu Pertama, Abu Bakar Ibn Abi Syaibah yang paling kuat hafalannya. Kedua, imam Ahmad Ibnu Hanbal yang paling menguasai fikih. Ketiga, imam Ibnu Ma’in yang paling banyak mengumpulkan hadist dan Keempat, imam Ibnu al Madini yang paling cerdas dalam menganalisis hadist.

Imam Shalih Bin Muhammad mengatakan, ulama hadist pada zamanku yang paling kuat hafalannya adalah imam Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah, sedangkan yang paling alim pengetahuannya tentang cacat hadits adalah imam Ali Ibnu al Madini.

Akhirnya, sebagaimana kebanyakan para ulama, maka demikian pula dengan imam Ibnu Abi Syaibah, ia banyak menghabiskan waktu untuk menyampaikan ilmu ke tengah-tengah kehidupan umat Islam, mudah-mudahan Allah Swt menganugerahkan pahala yang berlimpah buat beliau dan seluruh umat Islam yang gemar mencari dan membagikan ilmunya. Aamiin Ya Rabbal’alamin. Wallahua’lam. WASPADA.id

Penulis adalah Dosen Hadist Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE