NAGANRAYA (Waspada): Pembangunan dan operasional Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), PT Makmur Beutari Jaya, di kawasan Jalan Nasional Meulaboh-Blangpidie, Desa Kuta Trieng Padang Jati, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, diduga tidak mengantongi izin lingkungan.
Sebagaimana diketahui bersama, untuk mendirikan bangunan dan menjalankan SPBU, pihak penyedia wajib mengantongi beberapa izin, sesuai perundang-undangan yang berlaku. Salah satunya izin lingkungan, yang terdampak dari keberadaan SPBU tersebut. “Pada periode sebelumnya dikenal dengan sebutan Izin Gangguan (HO). Sekarang HO tidak ada lagi, diganti dengan UKL-UPL,” sebut salah seorang warga yang bermukhim sekitar SPBU, yang minta namanya tidak dipublikasi, Kamis (6/7).
Ditambahkan, dalam pengurusan UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup), salah satu poinnya adalah tanda tangan para warga yang bermukim di sekitar lokasi. “Akan tetapi, kami warga yang bermukhim di sekitar, tidak ada satu pun yang pernah menandatangani proses izin dimaksud. Namun, pembangunan dan operasional SPBU tersebut sudah berjalan,” ungkapnya.
Menurutnya, SPBU tersebut sudah beroperasi kurang lebih sejak 3 bulan lalu. Dalam menjalankan operasinya, pengelola SPBU kurang mengindahkan dampak lingkungan.
Ditambahkan sumber yang notabenenya salah seorang ahli kesehatan lingkungan Pemkab Nagan Raya itu, keberadaan SPBU yang berada di dekat kawasan pemukiman penduduk, sangatlah berdampak negatif dengan masyarakat sekitar. Dimana katanya, uap yang dihasilkan dari bongkar muat bahan bakar minyak (BBM) sangat berbahaya. “Dalam giat bongkar muat BBM, uapnya itu bisa jatuh hingga 100 meter sekitar lokasi. Karena dia bergerak dari udara. Sementara, SPBU ini berada ditengah padatnya pemukhiman penduduk, yang hanya berjarak kisaran 20 meter,” ujarnya.
Demikian juga, pengayaan bahan bakar itu, biasanya ditambahkan dengan zat adiktif. Dengan tujuan, agar kadar oktan dari BBM itu bisa sampai 92 hingga 98 persen. “Jika zat tersebut tercampur dengan air bersih di dekat perumahan warga, maka hal tersebut sangat berefek terhadap kesehatan masyarakat sekitar,” tegasnya.
Di lain pihak, Rahmat Masri Glp SIP, salah seorang pemerhati lingkungan di Barat Selatan Aceh (Barsela), dimintai tanggapannya terpisah mengatakan, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) antara lain jelas mengatur lokasi SPBU tidak berdekatan dengan permukiman warga. Hal itu dikarenakan, sangat berbahaya jika terjadi kebakaran, juga dapat mencemari lingkungan air tanahnya. “Pembangunan SPBU harus memenuhi ketentuan Amdal, dalam upaya mencegah potensi dampak besar. Terutama ancaman kebakaran dan pencemaran lingkungan,” urainya.
Keterbukaan Amdal lanjutnya, dapat menjadi alat pengawas yang efektif. Sehingga pembangunan dan pengoperasian SPBU, terutama di dekat permukiman warga, tidak menimbulkan masalah lingkungan dalam jangka yang panjang.
Untuk itu, pihaknya meminta Pemkab Nagan Raya, melalui dinas terkait, agar memberikan informasi terbuka kepada publik. Jika memang SPBU PT Makmur Beutari Jaya mengantongi izin lingkungan atau Amdal, bagaimana kajiannya. Padahal, lokasi SPBU tersebut berada di tengah-tengah pemukiman penduduk. “Sebaliknya, jika SPBU itu tidak mengantongi izin lingkungan, Pemkab Nagan Raya harus bertindak tegas, dengan menutup operasional SPBU yang mengancam kesehatan masyarakat sekitar itu,” demikian Rahmat Masri.
Terkait masalah itu, Kepala DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu) Nagan Raya, Diman Dasimun, hingga berita ini ditayangkan, belum berhasil dimintai keterangan. Ponsel yang dihubungi Waspada.id tidak diangkat. Demikian juga chat melalui kontak WhatsApp, tidak mendapat balasan.(b21/b22).