KUTACANE (Waspada): Carut marut rekrutmen PPK dan PPS yang semakin hangat diperbincangkan masyarakat dan berujung pada aksi demo aliansi pemuda ke kantor DPRK Agara, kini semakin mengkristal dan melebar.
Bahkan, carut marut rekrutmen penyelenggara pemilu tingkat kecamatan dan tingkat kute (desa) tersebut, akhirnya memantik reaksi berbagai elemen masyarakat, sembari mengusulkan agar KIP Provinsi Aceh mengambil alih tugas dan tanggung jawab KIP Aceh Tenggara.
Jupri R, salah seorang aktivis yang tergabung dalam Aliansi Peduli Pungli Sepakat Segenep (APPSS) bersama Fajriansyah dan Fajri Gegoh serta Almujawabin mengaku prihatin dengan berlarutnya masalah rekrutmen PPK dan PPS yang sarat masalah dan jadi polemik di tengah-tengah masyarakat tersebut.
Rumor suap dan gratifikasi rekrutmen 80 Adhoc PPK tersebut, telah terjadi beberapa bulan lalu, bahkan menjadi perbincangan hangat dan menjadi konsumsi publik di seantro Aceh Tenggara, namun belum ada tanggapan dari pihak berwenang.
Anehnya, bukannya menyelidiki dan menyelesaikan rumor tak sedap terkait isu suap rekrutmen Adhoc PPK di 16 kecamatan, kejadian serupa tersebut, malah terulang lagi dengan isu suap dan gratifikasi 1.155 personil Panitia Pemungutan Suara (PPS). Mirisnya lagi, seluruh komisioner KIP Aceh Tenggara terkesan bungkam dan buang badan, kendati Isu suap rekrutmen tersebut telah meluas sampai ke seluruh pelosok kute yang ada di Aceh Tenggara.
Karena dinilai berbagai elemen masyarakat, tak bisa melaksanakan tugasnya dengan baik selaku penyelenggara pemilu dan sebagai pihak yang merekrut Adhoc PPK diseluruh Aceh Tenggara, hingga mengundang berbagai masalah yang dinilai tak wajar pada tahapan rekrutmen PPK dan PPS, sudah selayaknya tugas dan tanggung jawab KIP Agara tersebut diambil alih oleh pihak KIP Aceh.
“Pengambilalihan tugas dan tanggung jawab KIP Agara ke KIP Aceh tersebut, untuk menghindari banyaknya masalah yang timbul pada pemilu legislatif dan pemilu presiden maupun Pilkada 2024 akan datang, hingga berujung pada kisruh dan konflik maupun polemik berkepanjangan, karena itu agar Pemilu ke depan Jurdil, tugas KIP Agara diambil alih saja oleh KIP Aceh,” ujar Jupri R menyarankan.
Kekeliruan dan sikap tak profesional KIP selaku pihak yang menyeleksi dan merekrut PPK dan PPS di seluruh Aceh Tenggara, jelas terlihat pada tahapan wawancara, bahkan tahapan tersebut ditengarai sengaja digunakan sebagai modus operandi terselubung dan cara-cara kotor untuk meluluskan peserta yang disebut-sebut dalam bahasa daerah di Agara telah memberikan belo dan pelawat (uang tip kelulusan), sambung Fajri Gegoh, ditambah beberapa kejanggalan lainnya.

Senada dengan beberapa aktivis tersebut, Amri Sinulingga menambahkan, dalam kasus rekrutmen PPK dan PPS yang dinilai tak sehat hingga menyebabkan kisruh yang semakin meluas di tengah-tengah masyarakat Aceh Tenggara, bukan hanya menjadi tugas dan tanggung jawab Bawaslu dan aparat penegak hukum saja, juga menjadi tanggung pihak DPRK sebagai lembaga yang menyeleksi dan merekrut KIP Agara.
“DPRK yang menyeleksi dan merekrut KIP Agara, jadi mereka yang bertanggung jawab mengawasi tugasnya sebagai penyelenggara Pemilu, baik kinerja dalam merekrut PPK dan PPS, mulai dari regulasi dan Undang-undang dan aturan hukum yang menjadi dasar rekrutmen PPK dan PPS, sudah sesuaikah apa belum, karena DPRK mempunyai Fungsi pengawasan, di samping fungi legislasi dan fungsi anggaran, ujar Amri Sinulingga.
Jangan seperti saat ini, kata Amri, meski telah meresahkan publik terkait maraknya isu suap, standarisasi penilaian terselubung dan tak jelas terkait rekrutmen PPK dan PPS maupun berbagai macam persoalan lainnya , pihak DPRK terkesan tak bergeming dan masih diam seribu bahasa, padahal mereka memiliki fungsi pengawasan yang bisa digunakan.
Kalau tidak membentuk tim Pansus rekrutmen PPK dan PPS, saran Amri Sinulingga, sebaiknya DPRK Aceh Tenggara segera melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan memanggil pihak KIP, Bawasalu (Panwaslu) ,PPK dan PPS serta berbagai pihak lainnya.
“Dari fungsi pengawasan yang melekat pada dewan juga bisa digunakan untuk menilai apakah kerja dan kinerja KIP sudah benar, apakah rekrutmen dan penentuan kelulusan yang digunakan sudah sesuai regulasi dan aturan perundang-undangan yang berlaku. Jika kedua kewenangan dewan sudah dilakukan, pasti akan diketahui apakah kebijakan, tahapan dan keputusan yang dikeluarkan KIP pada rekrutmen PPK dan PPS sudah sesuai aturan atau melanggar undang-undang,” paparnya.
Dari hasil RDP atau pansus yang dbentuk dan dilakukan dewan terkait kasus rekrutmen PPK dan PPS tersebut nantinya bisa dibuat rekomendasi sebagai bahan untuk dikirimkan pada Bawaslu Aceh, KIP Aceh, KPU Pusat dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. “Jadi kita akan melihat dan menunggu apakah dewan mau dan berani membela masyarakat dengan membentuk Tim Pansus,” ujar Amri aktivis yang terkenal vokal tersebut.

Ketua DPRK Agara, Deni Febrian Roza.S.STP kepada Waspada, Sabtu (28/1) terkait kisruh rekrutmen PPK dan PPS yang dituding elemen masyarakat carut marut serta menuai masalah tersebut mengaku, belum pernah membahas membentuk Tim Pansus terkait Rekrutmen PPK dan PPS di Aceh Tenggara.
“Nanti saya sampaikan sama rekan anggota DPRK, terkait usulan masyarakat agar dewan membentuk tim Pansus rekrutmen PPK dan PPS, kendati saat ini belum ada rencana membentuk Tim Pansus,” ujar Deni Febrian Roza.(b16)
Teks foto: Jupri R, salah seorang aktivis ketika menyampaikan aspirasi terkait rekrutmen PPK dan PPS di depan kantor DPRK Aceh Tenggara. Waspada/Ist