SIGLI (Waspada): Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) seperti tersandera oleh kata-kata hukum yang ada di belakang setiap pasalnya.
“Yaitu menyangkut dengan frasa yang disesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan yang lain,” demikian praktisi hukum asal Kabupaten Pidie, Muharamsyah, SH, M.Hum.
Pernyataan ini disampaikan Muharam, pada acara sosialisasi Draf perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintah Aceh di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Pidie, Selasa (7/3).
Lanjut dia, UUPA secara nasional memiliki undang-undang (UU) tersendiri. Meskipun sebenarnya ini baru diterima, namun orang-orang yang memiliki latar belakang hukum telah lama melakukan pengkajian tentang UUPA tersebut, bahkan sejak awal diberlakukan hingga sekarang.
Karena itulah, ujar Muharamsyah, begitu Aceh mau menerapkan UU PA, pasal-pasal, itu selalu tidak dapat dilaksanakan secara maksimal. Muharamsyah pun menamsilkan, posisi Aceh dibuat oleh Pemerintah pusat kepalanya dilepas, ekornya dipegang. “ Makanya kami melihat seluruh isi Undang-Undang Pemerintahan Aceh, pasca disahkannya di pusat oleh DPR-RI, ini berbeda sekali dengan apa yang diusulkan oleh teman-teman civil society pada tahun 2006,” tuturnya.
Oleh sebab itu, cerita Muharamsyah pada saat itu muncul gerakan-gerakan advokasi UUPA yang dilakukan oleh gerakan sipil Aceh. Ketika sebut dia, ada mahasiswa, pelajar dan sebagainya. “Intinya, sudah sejak dulu kita melihat, ini ada persoalan dan kita yakin bahwa ini tidak akan maksimal karena setiap pasalnya itu disandera oleh niat yang tidak tulus dari pemerintah pusat”.
Hal itu dapat dilihat, khususnya pasal yang mengatur kewenangan, itu tetap ada kata perundang-undangan lainnya. Dia mencontohkan pada kasus pasal tentang kewenangan membuat bendera sendiri. “Apa yang terjadi setelah qanun bendera itu dibuat. Dibenturkan dengan peraturan pemerintah. PP ini kan dibawah undang-undang. Tetapi mengapa bisa jadi itu barang, itu karena frasa dalam UUPA setiap pasalnya, adalah peraturan perundang-undang lainnya. Frasa perundang-undangan lainnya itu adalah termasuk PP,” pungkasnya.
Acara sosialisasi Dra&f perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintah Aceh di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Pidie, dibuka Ketua DPRK Pidie Mahfuddin Ismail, dihadiri Pj Bupati Pidie Ir Wahyudi Adisiswanto, berserta seluruh Forkopimda, Tim Sosialisasi Draf perubahan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintah Aceh, DPRA Zona II dipimpin H Dalimi dari P. Demokrat, serta para undangan lainnya. (b06)