SIMEULUE (Waspada): Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan (PDIP) Kabupaten Simeulue, Hardani mendesak Kemendikbudristek untuk segera mencairkan dana BOS tahap satu.
Pasalnya, ratusan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Simeulue hingga Jumat (17/3) sore belum ditransfer dari pusat.
Dampaknya kata Hardani (foto) kepada Waspada Minggu (19/3) sore eksistensi kelanjutan proses belajar dan mengajar (PBM) di pulau itu, menjadi terancam.
Menurut Hardani Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) harus bersikap bijak dan memberikan diskresi akibat terjadinya Silpa (sisa lebih perhitungan anggaran) di ratusan sekolah di Simeulue dengan tidak memperlambat pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 2023.
Alasannya permintaan diskresi meski ada Petunjuk Teknis (Juknis) bagi setiap sekolah dalam hal penggunaan BOS tahun anggaran 2022 namun kenyataannya banyak SiIpa hal itu diduga bukan karena kesalahan kepala Sskolah.
“Sungguh tidak adil dan tidak elok orang yang makan nangka, sekolah yang kena getahnya,” Hardani menamsilkan.
Lebih lanjut Hardani meminta kepada Dinas Provinsi Aceh untuk memonitor dan membantu menyelesaikan persoaalan penyebab terjadinya Silpa BOS di Simeulue yang awalnya dikaitkan dengan persoalan pengadaan buku sekolah yang abnormal.
Ikhsan menurut Dikdas Pendidikan Simeulue sebagai penyuplai buku pada sejumlah SD dan SMP dengan sumber Dana BOS di Simeulue tahun anggaran 2022.
Menjawab konfirmasi yang dilayangkan Waspada via WhatsApp yang diajukan pada Sabtu (18/3) pagi dengan jawaban tertulis pada kemarin menjelang tengah malam.
Berikut jawaban dari ikhsan: “Assalamualaikum bang
mohon maaf sebelumnya bang, Ikhsan baru balas. Saya adalah penyedia Siplah bang (Sistem Pembelanjaan Sekolah) bang,” jawabnya di awal.
Katanya, selama sekolah menjalankan pembelanjaan melalui aplikasi Siplah (Sistem pembelanjaan sekolah), Ia memdaftar sebagai akun penjual pada aplikasi Siplah tersebut.
“Saya menjual kebutuhan sekolah melalui akun Siplah bang seperti buku paket sekolah dari bebera penerbit, ada buku produk dari Masmedia, Erlangga, dan Tiga Serangkai”.
Kemudian katanya lagi ada juga Ia sediakan kebutuhan sekolah lainnya, seperti alat peraga alat tulis dan lain lain.
Ia terangkan pada Agustus 2022 lalu, dia berangkat ke Sinabang. “Ikhsan coba tawarkan buku ke sekolah sekolah bang, kebetulan pada tahun 2022 ada pergantian kurikulum,” ujarnya dalam tulisan.
Ikhsan berpikir pihak sekolah pasti beli buku baru. Adapun kebanyakan buku yang dia tawarkan adalah buku HET Pemerintah. Menurutnya semua penerbit juga mencetak buku HET tersebut.
Setelah itu Ia tawarkan langsung balik. Katanya pada bulan 10 sekolah sekolah dari Simeulue mulai mengirim pesanan melalui WAnya. Ia layani dan mengorder pesanan tersebut ke penerbit.
Setelah buku sampai dia langsung antar ke Simeulue pada bulan November. Ketika itu dia minta untuk pembayaran.
Sementara mereka (red-sekolah) meminta pembayaran melalui Siplah. Tetapi kemudian kata dia, sebagian sekolah lalai untuk membayar padanya.
Lantas dia tidak tinggal diam melainkan ia ingatin lagi dan telpon para kepala sekolah bahwa deadline batas Siplah pada 20 Desember 2022.
Namun hingga akhirnya menurut dia, sebagian juga masih tidak membayar sampai batas waktu Siplah tersebut.
Kemudian setelah akhir tahun aplikasi Siplah dinonaktifkan transaksi oleh Kementerian Pendidikan.
Jadi kata Ikhsan mereka tidak bisa buat Laporan Pertanggungjawaban (LPj) BOS termen terakhir tahun 2022 karena belum membayar ke Siplah.
Lantas ketika tidak lengkap LPj otomatis penyaluran dana BOS terhambat pada tahun 2023.
Dia sendiri katanya sebagai penyedia sudah menyelesaikan pengantaran pesanan mereka , malah Ia merasa sangat terbeban dengan penerbit karena buku belum dibayar.
Silpa pembelanjaan tahun 2022 tersebut diminta untuk disetor kembali ke rekening sekolah.
Menurut dia, kendalanya adalah mereka (red-sekolah) tidak bisa menyelesaikan pembuatan LPj.
Lebih lanjut diuraikan dia, sesuai aturan kalau barang yang sudah diantar saja belum dibayar pihaknya tidak memgirim lagi barang selanjutnya.
Katanya, pembelian tersebut jadi Silpa karena pihak sekolah ia tuding tidak mau membayar. Dia sendiri mengaku tidak bisa memproses LPj melalui Siplah kalau belum dibayar.
Katanya bahwa akun oenjualan Siplah miliknya tidak bermitra dengan Dinas Pendidikan. Tetapi Penyedia Siplah tersebut bermitra dengan sekolah.
Kemudian pada Minggu (19/3) sore diminta konfirmasi tambahan bahwa dia tidak terkait kontrak dengan sekolah dan juga tidak terkait kontrak dengan Dinas Pendidikan Simeulue, dia mengaku pernah ke Dinas Pendidikan Simeulue sebatas permisi mendatangi sekolah.
Dia juga membantah dan tidak pernah membawa nama perusahaan PT.MBP.(b26)