Aceh

Sebutan Subulussalam ‘Kota Unjuk Rasa’, Sebuah Evaluasi

Sebutan Subulussalam ‘Kota Unjuk Rasa’, Sebuah Evaluasi
MASSA Honorer di Kantor BKPSDM. (Waspada/Khairul Boangmanalu)
Kecil Besar
14px

SEBUTAN Subulussalam ‘Kota Unjuk Rasa’ bisa jadi sebuah evaluasi dan sebutan ini bukanlah preseden baik bagi daerah ini. Masalahnya, bisakah akan dievaluasi penyebutan itu dan akhirnya hilang sejalan dengan ganti berganti pimpinan daerah.

Namun sebutan itu nyaris seolah tak terpungkiri karena fakta unjuk rasa, protes terhadap berbagai kebijakan Pemerintah Kota Subulussalam hingga saat ini masih terjadi, bahkan berulang. Berulang protes unjuk rasa dan hal serupa.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Muncul sebutan ‘Subulussalam Gambaran Kota Unjuk Rasa’ penulis empat tahun lalu (19 Desember 2020) di Harian Nasional Waspada bukan tanpa dasar. Jikapun sebutan itu dirasa tak masuk akal atau justru dianggap mengada-ada, tidak pula pernah muncul komplain, protes atau sikap dari pemangku kebijakan Bumi Sada Kata Kota Subulussalam sejak kata itu muncul. 

Namun fakta lain, jangankan protes, komplain atau lainnya, justru orasi, unjuk rasa di kota ini seperti agenda berkala yang tetap muncul. Nyaris persoalan sebatas uang, tak dipenuhi hak-hak dasar pekerja, honorer.

Tercatat, sejak Mei 2024 negeri ini dipimpin Penjabat (Pj) Wali Kota, atau belum genap setahun, paling tidak ada tiga atau lima kali terjadi unjuk rasa. 

Terparah, sejumlah kepala kampong melalui Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kota Subulussalam menyerahkan stempel kepada Pj. Wali Kota, Azhari, S.Ag, M.Si karena tuntutan pelunasan honor aparatur kampong selama tujuh bulan, Juni – Desember 2024 tak dipenuhi Pemko Subulussalam. Terlepas hasil RDP DPRK dengan pihak terkait, sebagai tindak lanjut unjuk rasa itu.

Bulan Desember 2024 saja, dua kali  puluhan kepala kampong memprotes soal honor. Protes pertama meminta dibayar honor Triwulan II (April-Juni) hanya dipenuhi dua bulan, lalu protes kedua meminta dilunasi tujuh bulan, berujung penyerahan stempel karena tuntutan tak dipenuhi.

Terakhir sebelum, Kamis (19/12) kemarin, pasca YARA membuka Posko Pengaduan bagi tenaga honorer yang merasa atau melihat ada penyimpangan soal seleksi P3K, Ketua YARA, Edi Sahputra Bako dan ratusan tenaga honorer sambangi Kantor BKPSDM setempat, unjuk rasa memprotes persoalan serupa juga dilakukan, bahkan sampai ke DPRK beberapa bulan lalu.

Di halaman BKPSDM, Kamis lalu, proses pengaduan YARA diminta diproses karena sangat penting, terkait hak, keadilan dan kebenaran. “Proses seleksi P3K secara bersih, jangan ada hak yang terzalimi,” teriakan Edi, pastikan BKPSDM patuhi Keputusan Menpan RB RI No. 347 Tahun 2024 tentang Mekanisme Seleksi Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (P3K) TA 2024. 

BKPSDM dipastikan tak boleh ragu menggugurkan jika ada data P3K menyalahi aturan, terlebih ada surat pernyataan bertanggungjawab soal dokumen yang diserahkan. Jangan ada permainan, mengorbankan hak mereka yang aktif bekerja, mengabdi belasan tahun.

Soal lain, tenaga bakti kesehatan minta dimasukkan dalam data Base BKN dan tambah kuota formasi seleksi P3K Tahap II. Pada sisi lain, BKPSDM diminta membuka Data THK II dengan memprioritaskan orang lama mengabdi dan semua tenaga honorer serta perjuangkan tenaga bakti kesehatan mendapat kuota P3K. 

Namun diingatkan, jangan ada tekanan pimpinan, melarang atau mengintimidasi, tetapi sebaliknya harus membantu, memperjuangkan hak dan keadilan.

Catatan Waspada, ratusan tenaga kesehatan, juga didampingi Ketua YARA audiensi ke Kantor DPRK, 7 Oktober lalu diterima Rasumin dan Asmardin, kritik dan keluhkan pihak BKPSDM yang disebut tidak mendata mereka, padahal sudah puluhan tahun mengabdi.

SAAT protes oknum kontraktor. (Waspada/Ist)

Melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP), melibatkan Dinas Kesehatan dan BKPSDM, diminta rekrutmen distop jika hanya untuk keuntungan orang luar.

RDP ini sendiri adalah tindak lanjut ratusan tenaga honorer yang turun ke kantor Wali Kota, diterima Sekda dan pejabat lain yang menuntut, Pemko serius membela hak-hak honorer, P3K, terlebih yang sudah puluhan tahun mengabdi untuk daerah ini.

Protes atau aksi lain, Desember 2024, oknum kontraktor lakukan sita kantor Dinas Keuangan, mesti tidak berselang lama tulisan ‘Kantor Disita’ diturunkan pemerintah setempat dan aktivitas pegawai di sana tidak terganggu.

Masalahnya, viral aksi itu menjadi salah satu sinyal jika pemerintah setempat mengecewakan banyak pihak. Pasalnya, aksi ini dilakukan karena tuntutan hak (uang) belum dibayarkan.

Ironis memang. Namun pasca sukses Pilkada dengan terpilih Wali Kota dan Wakil Kota Subulussalam, menunggu dilantik, agaknya pemimpin baru kota ini punya kiat dan strategi melakukan perbaikan serta penataan yang lebih baik agar sebutan Kota Unjuk Rasa itu tak lagi berlanjut. Tak tersebut lagi, minimal untuk selama lima tahun ke depan.

Buat wajah baru, pemimpin baru, masihkah daerah ini bisa punya harapan baru? Polesan tanganmu masih dinanti banyak orang, untuk Kota Subulussalam yang makin bermartabat ke depan.

Khairul Boangmanalu

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE