Scroll Untuk Membaca

Aceh

RSUTP Abdya Siap Dukung Program Pemerintah Tekan Angka Kematian Bayi

RSUTP Abdya Siap Dukung Program Pemerintah Tekan Angka Kematian Bayi
Direktur RSUTP Abdya dr Aris Fazeriandy M.Ked SpA. Sabtu (13/7).Waspada/Syafrizal

BLANGPIDIE (Waspada): Rumah Sakit Umum Teungku Peukhan (RSUTP), Aceh Barat Daya (Abdya), menegaskan sangat siap mendukung program pemerintah, dalam upaya menekan angka kematian ibu dan anak, dalam wilayah ‘Nanggroe Breuh Sigupai’ khususnya.

Hal itu ditegaskan dr Aris Fazeriandy M.Ked SpA, Direktur RSUTP Abdya Minggu (14/7), dalam menanggapi wacana Dinas Kesehatan Abdya, yang akan melaksanakan program peningkatan kompetensi petugas kesehatan dilapangan, terutama bidan yang menolong persalinan, juga dokter Puskesmas.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

RSUTP Abdya Siap Dukung Program Pemerintah Tekan Angka Kematian Bayi

IKLAN

Dimana, Dinas Kesehatan Abdya, akan mengirim sejumlah bidan dan dokter Puskesmas ke RSUTP Abdya, untuk melakukan in house training, atau magang di RSUTP, terkait tata laksana penanganan asfiksia/resusitasi pada bayi, yang menjadi penyebab terbanyak dari kematian bayi. “Kami sangat menyambut baik usaha menenkan angka kematian ibu dan bayi di Abdya. RSUTP Abdya sangat mendukung program Pemkab Abdya khususnya Dinas Kesehatan, untuk menurunkan angka kematian bayi dan ibu di daerah yang sangat kita cintai ini,” tegas Guree Aris, demikian Direktur RSUTP ini biasa disapa.

Guree Aris menyebutkan, salah satu solusi efektif dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), adalah dengan cara meningkatkan pertolongan persalinan, yang dilakukan oleh tenaga medis terlatih yang disediakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. “Hasil penelitian mengungkapkan, hambatan dalam upaya mengurangi risiko kematian bayi dan ibu, yaitu hambatan sosial budaya, kondisi geografis dan keterbatasan akses pelayanan kesehatan, kondisi ekonomi masyarakat dan masih rendahnya pemanfaatan potensi lokal, dalam upaya perawatan kesehatan ibu hamil dan bersalin,” ungkapnya.

Menurut Guree Aris, penyebab kematian ibu yang paling umum di Indonesia adalah penyebab obstetri langsung, yaitu pendarahan 28 persen, preeklampsi/eklampsi 24 persen, infeksi 11 persen. Sedangkan penyebab tidak langsung adalah, trauma obstetri 5 persen dan lain-lain 11 persen.

Tingginya angka kematian ibu dan bayi lanjutnya, disebabkan oleh berbagai faktor risiko yang terjadi, mulai dari fase sebelum hamil, yaitu kondisi wanita usia subur yang anemia, kurang energi kalori, obesitas, mempunyai penyakit penyerta seperti tuberculosis dan lain-lain.

Diuraikan, angka kematian ibu dan bayi, merupakan dua indikator yang lazim digunakan, untuk menentukan derajat kesehatan di suatu negara. Di Indonesia, dua hal ini menjadi perhatian pemerintah, karena angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masuk peringkat tiga besar di ASEAN.

Menurut data UNICEF katanya, kelahiran prematur merupakan penyebab utama kematian anak usia di bawah lima tahun, dengan perkiraan 15 juta bayi lahir prematur di seluruh dunia setiap tahun. Untuk itu, UNICEF mendorong salah satu upaya untuk mencegah bayi lahir premature, dengan melakukan deteksi dini selama kehamilan. “Adapun penyebab kematian ibu yang terbanyak adalah hipertensi dalam kehamilan, biasa disebut dengan eklamsia dan perdarahan, yang sebenarnya ini bisa dicegah,” sebut Guree Aris.

Pihaknya juga menyebutkan, penurunan angka kematian ibu dan bayi menjadi salah satu program prioritas, yang dijalankan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Ragam program dijalankan Kemenkes dalam menekan angka kematian ibu dan bayi. Diantaranya, program sebelum kehamilan, saat hamil dan juga perawatan untuk bayi prematur dan BBLR.

Sejumlah masalah kesehatan yang dialami oleh ibu hamil diantaranya, 48,9 persen ibu hamil dengan anemia, 12,7 persen dengan hipertensi, 17,3 persen Kurang Energi Kronik (KEK) dan 28 persen dengan risiko komplikasi.

Kemenkes kata Guree Aris, dalam mengatasi masalah itu telah membuat sejumlah kebijakan, yang diharapkan menyelamatkan ibu dan bayinya. Diantaranya, pemeriksaan kehamilan pada ibu hamil, yang dulunya hanya dilakukan empat kali kini diubah menjadi enam kali. Dua kali dalam enam pemeriksaan tersebut, dilakukan oleh dokter. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi risiko komplikasi, yang terjadi pada ibu hamil yang mungkin akan berdampak pada sang ibu dan bayi yang dikandungnya.

Kemudian pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil, yang wajib dikonsumsi satu kali dalam sehari. Ibu hamil yang memiliki penyakit anemia tidak hanya diberikan tablet tambah darah, tapi juga dilakukan terapi untuk menanggulangi anemia. Sedangkan ibu yang mengalami KEK saat mengandung, yang biasanya terjadi karena kurang gizi, akan diberikan makanan tambahan, agar pertumbuhan janinnya dapat optimal.

Terakhir Guree Aris mengatakan, UNICEF menyatakan negara-negara perlu mendorong penerapan perawatan model kanguru. Karena, metode ini memungkinkan kontak langsung antara ibu dan bayi yang dapat digunakan bagi bayi prematur atau bayi normal. Karena, metode ini akan mendorong pemberian ASI, menurunkan tingkat stres dan memperkuat ikatan antara ibu dan buah hatinya. “Penelitian terbaru mengungkapkan, kontak kulit-ke-kulit dapat dan harus dimulai segera setelah lahir. Bahkan, sebelum bayi baru lahir dianggap stabil secara klinis,” demikian Guree Aris.(b21)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE