Menu
Pusat Berita dan Informasi Kota Medan, Sumatera Utara, Aceh dan Nasional

PPA Aceh: Korban Pelecehan Mantan Kepala Baitul Mal Agara Masih Trauma

- Aceh
  • Bagikan

KUTACANE (Waspada): Kendati telah berlalu selama beberapa bulan lamanya, anak di bawah umur korban pelecehan seksual mantan Kepala Baitul Mal Aceh Tenggara, secara psikologis masih mengalami traumatis.

Demikian kata Nur Janisah, Kasi Tindak Lanjut Kasus Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Aceh, usai mendampingi dan menghadiri sidang kasus pelecehan seksual dalam agenda mendengar keterangan saksi ahli psikolog di Mahkamah Syari,ah Kutacane, Selasa (28/6).

Untuk sidang keempat pemeriksaan saksi kasus pelecehan seksual anak di bawah umur yang dipimpin Majelis Hakim Muhammad Nawawi serta Jaksa Penuntut Umum Syafi.i Hasibuan dan Rifo Cundra, tim Jaksa dari Kejari Aceh Tenggara menghadirkan dan mendengarkan keterangan saksi ahli psikolog, terkait dampak psikolog anak korban pelecehan seksual.

Usai mengikuti persidangan dalam agenda mendengar keterangan saksi ahli yang dipimpin Majelis Hakim Mahkamah Syariah Kutacane, Muhammad Nawawi dan tim Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Aceh Tenggara, Safi’i Hasibuan dan Rifo Cundra, Kasi Tindak Lanjut Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Aceh, Nur Janisah kepada Waspada.id dan beberapa media lainnya membenarkan, jika korban pelecehan seksual, SA, mantan Kepala Baitul Mal Agara mengalami trauma.

“Berdasarkan hasil kunjungan kami dari Dinas PPA Aceh bersama Endang selaku saksi ahli psikolog dan Nelva pendamping korban, memang terlihat korban masih mengalami trauma akibat kejadian memilukan pelecehan seksual anak di bawah umur oleh oknum SA pelaku pelecehan seksual. Kami melihat, korban masih takut membaur bersama orang ramai, duduk dan bertatap muka juga masih takut dan malu, apalagi saat menghadiri sidang maupun dalam pergaulan sehari-hari, korban masih mengalami trauma,” ujar Nur Janisah.

Lawyer korban, Nelva Delia Anggraini, kepada Waspada.id, Selasa (28/6) usai mengikuti sidang di Mahkamah Syariah Kutacane mengatakan, selain Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak, kasus pelecehan seksual terhadap salah seorang santriwati tersebut juga dikawal Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Pusat di Jakarta.

Terkait isu yang beredar jika pihak pelaku telah berdama dengan korban pelecehan seksual, Nelva membantah rumor tersebut, bahkan pihak korban tetap komitmen untuk menjalani proses hukum kasus pelecehan anak di bawah umur tersebut. “Keluarga korban tetap bersikukuh proses hukum tetap berjalan, lagi pula jika pun ada perdamaian, perdamaian tersebut bukan menghapuskan hukuman, namun hanya menjadi pertimbangan hukum untuk meringankan hukuman pelaku,” tegas Nelva.

Berdasarkan Qanun Aceh yang disangkakan terhadap pelaku, ancaman hukuman maksimal terancam 13 tahun hukuman kurangan penjara dan minimal penjara 5 sampai 6 tahun. “Karena itu sekali lagi saya tegaskan, tidak ada dan belum ada perdamaian dalam kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yang terjadi Agustus 2021 yang lalu,” pungkas Nelva mengakhiri keterangannya. (b16)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *