SIGLI (Waspada): Kick-off penyelesaian non yudisial pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di Aceh yang dipusatkan di bekas Rumoh Geudong, Gampong Bilie, Kemukiman Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie adalah bentuk permintaan maaf pemerintah.
“Penyelesaian yudisial sifatnya, bagaimana pemerintah berniat memenuhi kebutuhan. Jadi semacam permohonan maaf pemerintah sehingga bisa melupakan dan ke depan tidak ada lagi kekerasan, ini niat tulus dari pemerintah,” demikian Pj Bupati Pidie Ir Wahyudi Adisiswanto M.S.i., di sela-sela memantau pembersihan lokasi Rumoh Geudong di Gampong Bilie, Kemukiman Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Kamis (22/6).
Mantan Direktur Perencanaan Pengendalian Kegiatan dan Operasi BIN pusat, ini menyampaikan suatu kebanggaan bagi masyarakat Kabupaten Pidie, karena daerah berjuluk Pang Ulee Buet Ibadat, Pang Ulee Hatreukat Meugoe, itu terpilih menjadi pusat dari kegiatan kick-off penyelesaian non yudisial pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
“Jadi kami juga apreasias kagum, ternyata Pidie terpilih sebagai lokasinya yang dijadikan bapak presiden sebagai lokasi kick-off penyelesaian non yudisial pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat,” kata Ir Wahyudi Adisiswanto.
Dia berharap dengan adanya kegiatan tersebut diharapkan akan ada dampak sosial. Tidak saja berhenti di kick-off, tetapi pada acara tersebut nantinya, Pemerintah Kabupaten Pidie akan menyampaikan beberapa harapan masyarakat daerah itu.
“Melalui kegiatan ini akan ada beberapa harapan masyarakat Pidie yang akan disampaikan, seraya kita juga tetap berbicara bahwa untuk belajar Indonesia, belajar Aceh, dan untuk belajar Aceh harus belajar Pidie,” katanya.
Pj Bupati Ir Wahyudi Adisiswanto mengungkapkan, terdapat 58 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah korban konflik di bekas Rumoh Geudong tersebut terdapat sebanyak 133 orang. “Pidie ada 58 KK, jumlah orangnya sebanyak 133 korban,” katanya.
Dengan telah dilakukannya kick-off penyelesaian non yudisial pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) tersebut, tentunya tidak ada lagi saling menyalahkan.
“Yudisial sama-sama saling menyalahkan. Pemerintah menyalahkan GAM, sebaliknya GAM menyalahkan pemerintah. Itu tidak akan pernah selesai,” katanya.
Karena itu dengan dilakukan kick-off tersebut, dianggap persoalan konflik masa lalu sudah selesai. “Kita mulai generasi baru. Persoalan ini sudah terjadi sekira 25 tahun yang lalu, jadi generasi-generasi yang baru ini kalau diwarisi dendam kan tidak bagus,” katanya.
Lanjut Ir Wahyudi Adisiswanto, sekarang bangaimana membangun daerah khususnya Kabupaten Pidie dengan harapan-harapan yang baru. Wacana pembangunan di bekas rumoh Geudong, ini ada saran dan harapan masyarakat, termasuk dari korban konflik.
“Jadi ketika berbicara dengan beberapa masyarakat yang mengetahui lokasi ini, mereka ada yang menangis. Jadi kenangan ini lah yang harus kita lupakan,” katanya.
Seraya berujar bahwa Rumoh Geudong, itu bukan situs sejarah, dan melakukan pembangunan di lokasi tersebut tidak sama dengan membuat monumen Arif Rahman Hakim. Persoalan ini kata dia berbeda. “Ini merupakan persoalan pertikaian konflik bersenjata. Persoalan ini kedua belah pihak merasa benar. Kita tidak mau meninggalkan dendam buat generasi,” katanya. (b06)