MEDAN (Waspada): Keputusan Pj Bupati Aceh Jaya DR Nurdin, M.Si semerta-merta melakukan PHK terhadap THL di daerah ini merupakan suatu kebijakan yang tidak bijak. Bahkan tidak mustahil akan mendorong timbulnya gejolak massa.
Demikian Koordinator Deklarator Aceh Jaya Adnan NS (foto) dalam siaran persnya yang diterima Waspada.id Senin (16/10). Menurut Adnan, alasan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) terhadap hampir dua ribuan THL(Tenaga Harian Lepas), secara kemanusiaan tak masuk akal sehat. Sementara SK THL dikeluarkan secara resmi oleh Bupati definitif terdahulu. Masa tugas dalam SK itu tertulis akan berakhir pada 31 Desember 2022 mendatang.
“Tindakan ini jelas kurang manusiawi serta sangat bertolak belakang, sedangkan anggaran Fokir disebut-sebut untuk “menggembrotkan”wakil rakyat, katanya? Jika benar terjadi, maka setiap individu mereka bakal kepercik Rp250 juta, sementara si rakyat sebagai penyumbang suara pada setiap pemilu itu tetap menderita.
Katakanlah tidak adanya praktik ,” main mata” antar penyelenggaraan pemerintah daerah, maka perlu dipertanyakan, ke manakah sisa dana dalam perubahan ini mengalir? Kenapa hal ini bisa terjadi?,” tanya Adnan heran.
Sementara alasan Nurdin Pj Bupati Aceh Jaya memutuskan kontrak terhadap THL karena ketidak tersediaan anggaran, tentu juga tak logis, sebut Adnan NS.
Kebijakan rada aneh yang menimbulkan politik tajam ini, menurut Adnan, konon dilakukan seorang Nurdin, sang penjabat kiriman Kemendagri yang sarat dengan field of experience (pengalaman) tinggi, memiliki kepintaran, visioner, kreatif, dinamis, dan cepat tanggap.
“Padahal Kemendagri menunjuk seorang penjabat itu melalui seleksi matang, memiliki syarat dan keriteria tertentu untuk mengelola pemerintahan kabupaten dengan segala potensi yang ada,” ujar Adnan NS ketua Pemekaran daerah ini 1999-2002.
Sementara, kata Adnan, rata-rata masa pengabdian para THL berkisar antara lima sampai dengan 10 tahun. “Kalau tak diberikan penghargaan, ya, jangan dicampakkan begitu saja. Andai tidak bermaksud menyambung kontrak lagi pada Januari 2023, dengan alasan kebijakan pemerintah pusat, maka berilah informasi dan pengertian sejak dini, agar tidak terkesan Wen itu otoriter,” saran Adnan.
“Kebijakan yang tidak bijak ini sama dengan memperlakukan mereka “ibarat rakit batang pisang, habis dipakai untuk menyeberang, ditendang ke kuala,” ujar mantan Ketua Pansus Ambalat dan Perbatasan Negara DPD RI ini, dengan nada kesal.
Adnan juga merasa aneh, begitu tajamnya bergulir pomilik ini di tengah masyarakat nya, belum ada satu pun anggota legislatif di daerah ini yang berempati kepada mereka. “Semoga wakil rakyat jajaran ini ada rasa malu tidak menutup mata dan telinga atas kegalauan, keresahan dan kesedihan serta derita yang di warga ini,” ujarnya.
Tidak hanya ini, ungkap Adnan, isu lain baru mulai merebak, tentang nasib PNS akan kehilangan sumber pendapatan dari tunjangan TPP (Tambahan Penghasilan Pegawai) mulai Oktober ini.
Di tengah kegalauan yang belum jelas ujung pangkal ini, beredar pula isue politik untuk penempatan staf pada jabatan Sekda definitif harus didatangkan sosok dari luar lagi.”Yang pasti Staf baru nanti bukan dari kampungnya lah,” ledek salah seorang tokoh politik berinitial G Gut menimpali Adnan.
Nurdin menurut Adnan, sepertinya lupa akan pesan Pj Gubernur yang meminta setiap kebijakan itu harus berpihak ke rakyat. “Menciptakan lapangan, perkerjaan bukan justru membumihanguskan lapangan perjalanan. Selain itu Pj Gubernur Ahmad Marzuki meminta agar agar menciptakan keharmonisan sedalama Forkompinda, dengan stake holder, menekan inflasi serta soal stunting dan lainnya. Apakah dilaksanakan semua ini,” kembali Adnan mempertanyakan.
Terakhir Adnan berharap kebijakan yang tidak bijak ini, tidak menjadi utang dan beban moral personal maupun partai penjemput” kucing dalam karung” yang tidak diketahui ummat pada masa itu.
P3K
Sementara Pj Bupati Nurdin saat dihubungi via selular Senin malam sekira pukul 22.20 dengan ramah dan tenang menjawab soal penilaian dirinya tidak bijak soal menangani THL.
“Saya kira semua orang boleh menilai orang, tapi kita tak bisa memaksa pemikiran orang. Tapi secara objektif kita bisa melihat. Tadi kita juga sudah membuat live di facebook sehingga teman-teman bisa melihat bagaimana kondisi dan problem yang sebenarnya apa,” paparnya.
Nurdin juga membenarkan pihaknya sudah menerima audensi dari para THL. “Sudah ada kesepakatan. Pertama adalah cara pembayaran saja, tapi jumlahnya sama mengingat Pemda tidak cukup duit untuk membayarnya selesai. Beda cara membayar tapi jumlahnya tetap sama dengan tahun-tahun sebelumnya,” ungkapnya.
Nurdin juga menyebutkan sebenarnya pihaknya bukan hanya semata soal tersebut, melainkan Aceh Jaya ingin mendorong pengelolaan THL/non ASN itu menyesuaikan dengan undang-undang ASN. “Kita mau mendorong supaya mereka masuk ke dalam mekanisme pengelolaan pegawai pemerintah (P3K),” jelasnya sembari menyayangkan yang tertangkap di media pihaknya memberhentikan tanpa melihatnya lebih dalam bagaimana pengelolaannya.(m14)