IDI (Waspada): Sejak disahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, PT Pertamina (Persero) diminta membuka hasil minyak dan gas (migas) yang selama ini dikeruk dari perut bumi Aceh.
“Pertamina harus mempublikasikan hasil migas yang di dapatkan Pertamina di Aceh, hasil yang perlu disampaikan adalah hasil dari bagian pemerintah sejak lahirnya UUPA,” kata Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin SH dalam siaran pers diterima Waspada, Selasa (7/2).
Hasil migas yang perlu dibeberkan Pertamina, lanjutnya, bagi hasil migas antara Pemerintah Aceh dengan Pemerintah Pusat sejak 2006 hingga akhir 2022. Hal tersebut perlu disampaikan secara terbuka terhadap Pemerintah Aceh dan DPR Aceh/ “UUPA mengatur Aceh mendapatkan 70 persen dari hasil Migas itu, sedangkan pemerintah pusat mendapatkan 30 persen,” tutur Safaruddin.
Sebagaimana diketahui, pembagian bagi hasil dan tata kelola migas di Aceh juga telah diperkuat dengan Peraturan Pemerintah (PP) 23/2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh. “PP ini mengatur, Aceh sudah bisa mendapatkan jumlah hasil migas bagian pemerintah di Blok Migas yang dikelola pertamina, karena kewajiban pertamina harus berkontrak dengan BPMA, bukan SKK Migas,” terang Safaruddin.
Tetapi, lanjut advokat kondang ini, Pertamina masih berkontrak dengan SKK Migas dan tidak menyampaikan hasil produksinya ke Pemerintah Aceh atau BPMA. “Oleh karenanya kami meminta pertamina segera menyampaikan hasil produksinya khususnya bagian pemerintah (government share) paling lambat 14 hari kerja sejak surat YARA dikirim ke Pertamina,” sebut Safaruddin.
Masyarakat perlu mengetahui, bahwa sejak dikeluarkan PP No. 23/2015, seharusnya seluruh hasil migas di Aceh sudah tercatat di Pemerintah Aceh, karena laporan produksi migas di Aceh harus disampaikan kepada Pemerintah Aceh juga melalui BPMA dan seluruh perusahaan Migas di Aceh, termasuk Pertamina sejak 2015 wajib berkontrak dengan BPMA bukan SKK Migas.
“Secara hukum kontrak Pertamina dan SKK Migas itu perbuatan melawan hukum, melawan PP 23/2015, tetapi ini seperti ada pembiaran dari pemerintah pusat, sehingga surat yang kita layangkan ke PT Pertamina ikut kita tembuskan ke Menteri ESDM, SKK Migas, Paduka Yang Mulia (PYM) Wali Nanggroe, Gubernur Aceh, DPR Aceh dan BPMA,” demikian Safaruddin. (b11)