SINGKIL (Waspada): Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Singkil melakukan inventarisasi dan verifikasi kawasan hutan di Kecamatan Kuala Baru, untuk pengusulan pembebasan melalui program nasional Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA).
Upaya pembebasan kawasan hutan lindung yang telah digarap masyarakat di Kecamatan Kuala Baru selama bertahun-tahun itu dilakukan untuk memenuhi dan menjamin hak masyarakat atas kepemilikan lahan masyarakat tersebut.
Ketua Tim Verifikasi program nasional Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) Asmuddin kepada Waspada, Rabu (29/5/2024) mengungkapkan, Pemkab Aceh Singkil terus berupaya memaksimalkan TORA, mendukung proses pengusulan kawasan hutan menjadi lahan masyarakat ke Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) serta Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah (BPKHTLW) 18 .
Saat ini pihaknya sedang melakukan verifikasi bersama Camat Kuala Baru Masurdin serta Kepala Desa 3 desa untuk mengumpulkan bukti alas hak yang dimiliki masyarakat, yang sebelumnya telah bertahun-tahun menguasai dan menggarap lahan tersebut.
Dinas Pertanahan Aceh Singkil mengusulkan seluas 194 ha lahan masyarakat di Kecamatan Kuala Baru, yang akan dibebaskan dari kawasan hutan lindung.
Dari jumlah tersebut tercatat masuk dalam kewenangan wilayah 3 desa, meliputi Desa Kayu Menang, Kuala Baru Sungai dan Kuala Baru Laut.
Saat ini sedang verifikasi bukti penguasaan lahan, setelah sebelumnya dilakukan inventarisasi. Masyarakat yang masuk dalam usulan pembebasan Tora diminta untuk menunjukkan alas hak nya masing-masing. Baik Surat Keterangan Tanah (SKT), peta bidang ataupun surat lain sebagai bukti penguasaan lahan.
Lebih lanjut Asmuddin merincikan, ada sekitar luas 708,56 ha lahan garapan, pertanian, perkebunan maupun tambak yang berpotensi bisa dibebaskan melalui program Tora, di enam kecamatan. Namun masih berdasarkan hak alas kepemilikan mereka.
Enam kecamatan yang mendapat peluang dari Kementerian untuk Tora itu meliputi, Singkil, Singkil Utara, Kuala Baru, Suro, Pulau Banyak Barat(PBB) dan Pulau Banyak.
“Dari jumlah tersebut bisa jadi bertambah sesuai dengan peta indikatif Tora dan alas hak yang dimiliki masyarakat,” ucap Asmudin.
Untuk prosesnya berdasarkan surat dan legalitas dari keuchik (kepala desa) kemudian diusulkan ke bupati yang selanjutnya dibawa ke BPKHTLW.
“Bukti yang diserahkan masyarakat adalah, alas hak yang dikuasai masyarakat, lahan yang digarap sudah puluhan tahun. Ada pula laporan Keuchik, ada bukti alas hak sejak zaman Belanda,” ucap Asmudin. (B25)
“Namun yang bisa dibebaskan dibatasi, hanya bisa per persil dan tidak bisa diatas luas melebihi 5 ha,” terangnya. (b25)