BANDA ACEH (Waspada): Pemerintah Kabupaten/Kota di Aceh diharap memberikan restu untuk setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengajukan pindah antar kabupaten/kota. Tetapi syaratnya harus memiliki masa kerja di atas 10 tahun.
“Pemerintah kabupaten/kota tidak perlu mempersulit dan menahan setiap ASN yang mengajukan permohonan pindah ke daerah lain, apalagi alasan pindah mengurus orangtuanya yang sakit dan menjaga anak-anaknya yang masih dalam pendidikan,” kata Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaraddin SH, kepada Waspada.id, Rabu (11/10).
Menurutnya, pindah ASN keluar dari suatu daerah ke daerah lain tidak boleh ditahan, apalagi ditolak. Hal tersebut untuk menghindari berbagai kemungkinan buruk di tubuh ASN, seperti kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), perselingkungan dan perceraian.
“ASN yang minta pindah tentu memiliki alasan tertentu yang sifatnya sangat penting. Oleh sebabnya Pj Bupati/Wali Kota harus merestui pengajuan pindah ASN dari suatu daerah ke daerah lain, apalagi jarak tempuh selama mereka di atas 40 menit tentu akan berpengaruh terhadap kualitas kerja,” timpa Safaruddin.
Beberapa daerah dengan jumlah ASN terbesar berdomisili diluar daerah kerja antara lain Aceh Utara dan Aceh Timur. Mayoritas ASN struktural Aceh Utara berdomisili di Kota Lhokseumawe. Begitu juga dengan ASN Pemkab Aceh Timur berdomisili di Kota Langsa. Setiap hari mereka harus menempuh perjalanan di atas 50 kilometer dari rumah ke tempat kerja.
“Bertahun-tahun para ASN harus mengeluarkan uang antara Rp50 ribu – Rp80 ribu per hari, baik untuk jasa angkutan umum maupun sarapan pagi dan makan siang. Jika dikalkulasikan 24 hari kerja, maka setiap ASN harus mengeluarkan biaya Rp1.200.000 – Rp1.920.000 per bulan,” urai Safaruddin, seraya berharap pemkab/pemko se-Aceh perlu merestui ASN yang mengajukan pindah.
Selain itu, lanjutnya, sebagian ASN yang mengajukan pindah akibat kejenuhan dalam menempuh perjalanan dari rumah ke tempat kerja. “Mereka yang mengajukan pindah rata-rata jenuh dan lelah, apalagi mereka adalah ‘korban’ dari pemekaran kabupaten induk yang mengharuskan pindah ke ibukota kabupaten yang baru,” timpanya.
Safaruddin menilai, setiap ASN yang mengajukan pindah tentu semangat kerja juga telah menurun. Bahkan kerap mencari alasan untuk tidak masuk kantor, karena biaya perjalanan tinggi. “Anak-anak ASN dalam pendidikan, mulai dari SD, SMP dan SMA. Terkadang orangtuanya sakit. Sementara kesejahteraan ASN juga tidak terjamin. Jadi sangat wajar ‘dilepas’ disaat ASN mengajukan pindah,” demikian Safaruddin. (b11).