SINGKIL (Waspada): Berjumlah 30 orang pelaku usaha jasa rias pengantin, desainer dan sewa pakaian pengantin di Aceh Singkil, mengikuti sosialiasi penggunaan baju adat, yang dipakai untuk pesta perkawinan, di Kantor MAA Aceh Singkil Senin, (21/4/2025).
Kegiatan yang dilaksanakan Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Aceh Singkil ini, dibuka secara resmi oleh Wakil Ketua TP PKK Kabupaten Aceh Singkil, serta narasumber salah satu tokoh budayawan Singkil Drs. H Mu’adz Vohry, MM dan dari Akademisi Fazri Yunus, MPd.
Pembukaan kegiatan sosialisasi ditandai dengan penarikan anyaman janur yang diberinama love-love, oleh Ketua MAA H Zakirun Pohan SAg MM bersama Wakil Ketua PKK Ibu, Hj.Umi Maimah serta penyerahan cerano yang biasa digunakan sebagai alat pepinangan di Aceh Singkil.
Saat membuka acara, Wakil Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kabupaten Aceh Singkil dalam arahannya menekankan, agar penggunaan baju adat yang menjadi peninggalan leluhur maupun raja-raja terdahulu harus terus digalakkan.
Sebab baju adat Suku Singkil dan Singkil Pesisir ini merupakan ciri khas daerah Aceh Singkil yang berlambang Sekata Sepekat.
“Ini harus menjadi kebanggan kita, karena pakaian adat ini sudah dipakai para leluhur kita dan para raja-raja terdahulu,” ucapnya.
Kita harus mengikutinya, dan mengenalkan kepada anak cucu kita dimasa yang akan datang, untuk menghargai jasa-jasa mereka yang sudah susah payah mempertahankan identitas daerah kita ini, ucapnya.
Ketua MAA Aceh Singkil H Zakirun Pohan SAg MM dalam sambutannya mengatakan, pelaksanaan sosialiasi penggunaan baju adat yang akan dipakai pada resepsi perkawinan dan sunat rasul ini akan menjadi sebuah payung hukum sebagai upaya melestarikan apa yang ditinggalkan para leluhur sejak zaman kerajaan terdahulu.
Dan kedepan setiap pelaksanaan adat, baik pada pesta perkawinan maupun sunat rasul diharuskan memakai pakaian adat ini.
Sehingga dengan mengundang para pelaku usaha perias dan penyewa pakaian pengantin, termasuk desainer baju, agar bisa seluruhnya memahami dan bersinergi dalam penggunaannya bersama pelaku adat lainnya.
Semua yang bordir yang disematkan dalam motif baju ini memiliki sinopsis dan makna tersendiri, termasuk topi.
Dan kedepan jika pelaminan yang digunakan atau disewa, untuk pelaksanaan adat maupun perkawinan tidak sesuai, maka Kades berhak melarang untuk diganti atau tidak dipakai.
“Selanjutnya jangan gunakan lagi pakaian adat yang tidak resmi jika sudah ditetapkan aturannya, dan di sahkan oleh bupati. Namun setelah proses adat istiadat selesai sudah boleh memakai pakaian pengantin lainnya,” pungkas Zakirun.
Dalam kegiatan itu salah satu budayawan Singkil H Mu’adz Vohry, memaparkan sinopsis tentang pakaian adat Suku Singkil, dan Fajri Yunus memaparkan tentang penggunaan baju adat Singkil Pesisir yang biasa dipakai pada pesta perkawinan. (B25)