SIGLI (Waspada): Selama tahapan Pemilu 2024 berlangsung, hingga kini, Panwaslih (Bawaslu-red) Kabupaten Pidie mencatat, telah menerima laporan pengrusakan Alat Peraga Kampanye (APK) sebanyak 60 kasus.
Sayang, pelaporan itu tidak dibuat secara resmi oleh para Calon Legislatif (Caleg) atau partai politik bersangkutan, tetapi dilaporkan oleh masyarakat dan Panwaslih kecamatan.
“Dari 60 kasus itu, hanya tujuh kasus yang dilaporkan langsung oleh Caleg atau Parpol bersangkutan, dan itupun laporanya tidak lengkap,” sebut Nelliyana, Kordiv Hukum dan Penyelesaian Sengketa Panwasli (Bawaslu) Kabupaten Pidie dalam bincang-bincang dengan Waspada, Minggu (7/1).
Menurut Nelli selama ini pihaknya hanya banyak menerima curhatan dari para Caleg maupun Parpol yang merasa APK yang dipasang di di sejumlah tempat dirusak, namun mereka menolak saat pihaknya meminta laporan secara resmi. Justru sebut dia, Panwaslih Pidie lebih banyak menerima laporan dari masyarakat dan anggota Panwaslih yang ada di setiap kecamatan.
“Soal spanduk di rusak silakan dilaporkan, tetapi Panwaslih akan melayani laporan yang lengkap. Bukan saja pelapor tetapi yang dilaporkan juga harus ada. Kita tidak mungkin menyidang yang namanya “hantu” dan kita ada kasus, sudah dilaporkan, dan ada pelapor tetapi tidak ada yang dilapor atau pelakunya, dan laporan itu tidak cukup unsur. Jadi tidak diregistrasi di Panwaslih,” katanya.
Nelli lalu bercerita soal dugaan pelanggaran kampanye dari para calon. Di mana ada oknum yang nekat memasang atau menempel Alat Peraga Kampanye (APK) di tempat-tempat terlarang dan juga pada lokasi tanpa izin.
Misalkan sebut dia, APK yang ditempel di lokasi bagunan sekolah, Meunasah atau Masjid, serta memasang APK di tiang listrik milik PLN dan tiang Telkom, ini harus segera dibuka.
“Dalam hal ini Panwaslih tidak memiliki tugas menurunkan spanduk. Jadi silahkan menurunkan sendiri. Jangan cari hemat biaya, karena dibuka oleh Panwaslih. Kan waktu memasang dulu membayar biaya pemasangan. Jadi sekarang juga harus menurunkan sendiri menggunakan biaya sendiri juga. Jangan tunggu Panwaslih turunkan,” tegasnya.
Terkait persoalan money politics (politik uang). Nelli, mengatakan salah satu masalah pemilu di Indonesia, khususnya di Kabupaten Pidie adalah politik uang. Dia mengatakan bila para Caleg memberikan uang, masyarakat secara umum akan terikat. Pun begitu apabila ada diantara Caleg terpilih, dan dalam menjalan tugas sebagai anggota legislatif nantinya tidak mengerjakan sesuai keinginan, makan masyarakat akan mengutuk anda.
“Karena itu kami berharap, para Caleg sejak sekarang rajinlah turun ke lapangan sosialisasi diri. Jangan tim yang melakukan sosialisasi, tetapi bapak dan ibu para Caleg silahkan turun,” tegasnya lagi.
Dalam kesempatan itu, Nelli juga meminta para Caleg atau pimpinan Parpol di daerah itu mengurus Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) di Polres Pidie. Surat ini kata dia penting diurus agar dalam pelaksanaan Kampanye yang mengajak orang ramai, bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. “Dan ini merupakan tahapan untuk mejaga peserta Pemilu menjadi lebih baik dan aman,” pungkasnya. (b06)