BLANGPIDIE (Waspada): Dinas Pengairan Provinsi Aceh, dinilai ‘tutup mata’ terkait keberlangsungan nasib petani padi di ‘Nanggroe Breuh Sigupai’ Aceh Barat Daya (Abdya), khususnya nasib seribuan hektar lebih areal pertanian kawasan Manggeng Raya (Kecamatan Manggeng dan Kecamatan Lembah Sabil), yang saat ini kering, tidak bisa digarap dan terancam gagal tanam.
Dimana, sekitar kurang lebih 1500 hektar areal pertanian di kawasan Manggeng Raya tersebut, bergantung dari suplai air dari Irigasi Intake Krueng Baru, yang terletak di kawasan Desa Kayee Aceh, Kecamatan Lembah Sabil, Abdya.
Sebagaimana diketahui dan diberitakan sebelumnya, saluran DI Intake Krueng Baru yang menyuplai air untuk kebutuhan pertanian 1500 ha lebih areal persawahan Manggeng Raya itu, sejak beberapa bulan terakhir tersumbat, imbas dari luapan sungai, dengan ketebalan sendimen kurang lebih 1 meter.
Bahkan, di beberapa titik saluran sekunder irigasi dimaksud, ketebalan sendimen hamper memenuhi saluran dengan lebar 2 meter dan tinggi 1,5 meter. Demikian juga, posisi pintu air irigasi saat ini jauh lebih rendah, dibandingkan saluran irigasi. Sehingga, air tidak dapat dialiri lagi.
Berbagai upaya untuk membersihkan saluran irigasi yang tersumbat dimaksud, agar areal persawahan dapat dialiri, sudah dilakukan ratusan anak tani, dari belasan desa dalam wilayah Kecamatan Manggeng dan Kecamatan Lembah Sabil (Manggeng Raya), dengan bergotong royong. Sayangnya, upaya yang dilakukan ratusan anak tani tersebut, tidak membuahkan hasil.
Disamping ketebalan sendimen saluran yang tidak mampu dikerjakan (dikerok) secara manual (tenaga manusia), saluran itu juga memiliki penutup beton permanen, yang tidak bisa dibuka lagi. Saat warga tani bergotong royong, para warga terpaksa merangkak dibawah atap saluran, mengerok sendimen dan mengangkut keluar lewat pintu masuk, dengan menggunakan ember dan timba cor. “Kita sudah melaporkan kondisi ini ke Pemkab Abdya. Bahkan, pihak berwenang di Pemkab Abdya sudah turun meninjau kondisi irigasi ini. Tapi, menurut mereka irigasi ini wewenang provinsi. Bapak dari pejabat mengaku sudah melaporkan ke provinsi. Tapi hingga saat ini, belum juga direspon provinsi. Sepertinya pihak provinsi menutup mata dengan nasib petani kita,” sesal Syahbuddin, salah seorang warga tani Lembah Sabil. Rabu (26/1).
Terpisah, Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat Setdakab Abdya, Ir Much Tavip MM mengaku, pihaknya sudah turun ke lokasi DI Intake Krueng Baru beberapa waktu lalu. Dari hasil observasi dilapangan katanya, ditemukan adanya tumpukan sendimen yang menyumbat laju air, sehingga tidak bisa mengalir dengan lancar didalam saluran. “Sendimen dari bebatuan kerikil itu, sudah mengeras dan menumpuk hingga mencapai lebih dari satu meter. Cara membersihkannya, harus menggunakan alat berat. Penutup saluran harus dibongkar dulu. Tapi harus izin provinsi. Kita sudah koordinasikan dengan provinsi. Namun belum ada jawaban,” ungkap Tavip.
Jika Provinsi memberi izin lanjut Tavip, boxculver itu akan di bongkar dengan panjang pertiga meter atau lima meter, intinya bisa masuk paket beko kedalam saluran tersebut. “Intinya, harus izin provinsi dulu. Kalau tidak turun izin, kita tidak bisa kerjakan. Kita tidak bisa mengambil tindakan tanpa izin dari provinsi,” sebutnya.
Terkait masalah itu, Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan Dinas Pengairan Provinsi Aceh, Riki, yang dimintai tanggapannya melalui kontak WhatsApp, menolak memberi komentar. Alasannya, saat ini dirinya tidak lagi bertugas di posisi itu, tapi sudah dimutasi ke Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Aceh. “Sekarang yang duduk di posisi itu ibu Hilmi. Silakan konfirmasi ke beliau saja,” katanya.
Dilain pihak, Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan Dinas Pengairan Provinsi Aceh yang baru, Hilmi, dimintai tanggapannya juga melalui kontak WhatsApp mengatakan, saat ini dirinya dalam posisi cuti hingga hari Minggu mendatang, karena ada urusan keluarga.
Namun pihaknya berjanji, permasalahan tersebut akan diteruskan ke Pejabat Pengendali Tehnis Kegiatan (PPTK). “Insya Allah, mudah-mudahan masuk dalam anggaran tahun ini,” katanya.
Amatan Waspada, sebagian besar areal persawahan penduduk dalam wilayah Manggeng Raya, masih dalam tahap penggarapan. Namun, penggarapan tidak berlangsung maksimal, dikarenakan kondisi tanah yang keras dan kering. Sehingga, para petani memilih menghentikan proses penggarapan tanah, karena tidak ada air. “Sia-sia kita garap sekarang, tidak ada air. Jika kita paksakan, nanti waktu sudah ada air, harus garap ulang,” ungkap Mukhlis, Kepala Desa Ladang Tuha II, Kecamatan Lembah Sabil.
Demikian juga, kondisi serupa ditemui di sejumlah desa-desa lainnya dalam wilayah Manggeng Raya. Seperti Desa Ujung Tanah, Desa Ladang Tuha II, Desa Geulanggang Batee, Desa Kuta Paya, Desa Meunasah Tengah, Desa Alue Rambot, Desa Meunasah Sukon, Desa Padang Keulele dan Desa Tokoh II, Kecamatan Lembah Sabil.
Sedangkan dari Kecamatan Manggeng yang dilanda kering, Desa Padang, Desa Tengah, Desa Tokoh II, Desa Blang Manggeng, Desa Sejahtera dan Desa Pantee Raja.(b21)
Keterangan foto : Kondisi areal persawahan di wilayah Manggeng Raya, Abdya, yang terancam gagal tanam, imbas tersumbatnya saluran irigasi intake Krueng Baru, Rabu (26/1). Waspada/Syafrizal