Scroll Untuk Membaca

Aceh

MIUMI Aceh Kecam Sikap Toleransi Berlebihan Imam Besar Masjid Istiqlal

MIUMI Aceh Kecam Sikap Toleransi Berlebihan Imam Besar Masjid Istiqlal

BANDA ACEH (Waspada): Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh Dr.H.Muhammad Yusran Hadi, Lc,MA, mengecam sikap toleransi dan perilaku yang dipertontonkan oleh Prof. Dr. Nasaruddin, MA selaku Imam Besar Masjid Istiqlal ketika Paus Fransiskus berkunjung ke masjid tersebut, beberapa waktu lalu.

“Perilakunya ini bertentangan dengan syariat Islam. Seorang muslim tidak patut melakukannya. Terlebih lagi beliau seorang tokoh yang diberi amanah jabatan sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal,” ungkap Ustadz Yusran di Banda Aceh, Sabtu (21/09/24).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

MIUMI Aceh Kecam Sikap Toleransi Berlebihan Imam Besar Masjid Istiqlal

IKLAN

Kecaman MIUMI Aceh, itu terkait antara lain, Imam Besar Masjid Istiqlal ini mencium kening Paus, mengadakan pembacaan injil lukas, menyampaikan pernyataan bahwa semua agama itu sama dan polemik nyanyian serta memakai pakaian syiar agama kristen (pakaian sinteklas) oleh pimpinan Tariqat Naqsybandiyah dan pengikutnya.

Menurut ustadz Yusran, perilaku Prof. Dr. Nasaruddin, MA tersebut ini menyakiti perasaan umat Islam Indonesia, membuat kemarahan umat Islam serta kegaduhan bangsa. Mengingat jabatan beliau sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal yang menjadi ikon masjid nasional dan peringkat negara serta kebanggan umat Islam se Indonesia.

Karenanya, Toleransi yang dipertontonkan oleh Nasaruddin Umar merupakan toleransi yang berlebihan dan sesat. Karena bertentangan dengan Islam baik dengan prinsip al-Wala’ dan Al-Bara’ maupun menyerupai dan berbaur dengan ritual atau keyakinan agama lain yang merupakan agama kekufuran dan kesyirikan. Ini persoalan aqidah dan ibadah, bukan persoalan muamalah, ungkap anggota ikatan dai’ dan ulama Asia Tenggara itu.

Toleransi yang benar, lanjut dia, adalah kebebasan beragama dan menjalankan agama sesuai agamanya masing-masing, menghormati pemeluk agama lain, tidak mengganggu agama lain, tidak menyerupai agama lain dan tidak berbaur dengan ritual atau keyakinan agama lain. Inilah toleransi yang diajarkan dalam surat al-Kafirun: “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku” dan dipraktekkan oleh Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat.

Kata dia, Islam mengajarkan toleransi hanya dalam persoalan muamalah (hubungan sosial) seperti jual beli dengan orang kafir, mengunjungi orang kafir yang sakit, berteman dengan orang kafir, memberikan makan kafir yang fakir dan miskin, dan kegiatan kemanusiaan lainnya. Bukan persoalan ibadah dan aqidah. Adapun toleransi dalam ibadah dan aqidah seperti menyerupai, menyebarkan syiar, berbaur dan mengikuti ritual atau keyakinan agama lain maka ini toleransi yang sesat dan menyesatkan. Hukumnya haram dan bisa membatalkan keimanan (murtad),tegas ustazd Yusran.

Dikatakan, seorang muslim tidak patut bahkan tidak boleh mencium tangan, pipi maupun kening seorang kafir kecuali keluarganya. Karena mencium itu tanda cinta dan kasih sayang. Islam melarang mencintai dan mengasihi orang kafir. Terlebih lagi orang yang dicium itu seorang tokoh dan pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia. Karena perilaku ini memperlihatkan kecintaan terhadap orang kafir. Ini bertentangan dengan ajaran Islam berupa prinsip Al-Wala’ dan Al-Bara’ yang diwajibkan oleh Allah ta’ala dan Rasul-Nya.

Al-Wala’ yaitu sikap loyalitas kepada Allah ta’ala, Rasul-Nya dan orang-orang mukmin baik dengan mencintai, menyayangi, maupun membela mereka dan menjadikan orang-orang mukmin sebagai pemimpin atau teman sejati. Adapun Al-Bara’ yaitu sikap berlepas diri dari orang-orang kafir dengan membenci dan menolak kesesatan, kesyirikan atau kekufuran mereka dan tidak menjadikan mereka pemimpin atau teman sejati. Inilah ajaran dan aqidah Islam yang wajib diamalkan.

Perilaku Nasaruddin mencium Paus ini menunjukkan rendahnya dirinya sebagai muslim terhadap orang kafir. Tidak ada izzah sedikitpun pada dirinya sebagai seorang muslim. Padahal, agama Islam mengajarkan bahwa seorang muslim itu memiliki izzah dan kedudukan tinggi di sisi Allah ta’ala. Karena Islam itu agama yang benar dan tinggi kedudukannya serta diridhai oleh Allah ta’ala. Maka, seorang muslim tidak patut bahkan tidak boleh merendahkan diri dihadapan orang kafir.

Selain itu, pernyataan Nasaruddin bahwa semua agama itu sama merupakan ajaran pluralisme beragama atau liberalisme. Ini paham sesat dan menyesatkan karena bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Ini menunjukkan bahwa dia berpaham pluralisme atau liberalisme.

Yang benar, Islam tidak sama dengan agama lain. Islam adalah agama yang haq (benar) dan diridhai oleh Allah ta’ala, sedangkan agama lain adalah agama yang batil dan dibenci oleh Allah ta’ala. Di akhirat nanti, orang Islam dimasukkan ke dalam Surga, sedangkan orang kafir dimasukkan ke dalam neraka. Islam agama tauhid sedangkan agama selain Inslam merupakan kesyirikan dan kekufuran. Inilah aqidah Islam yang wajib diyakini oleh seorang muslim, ujar Wakil Ketua Majelis Pakar PW Parmusi Aceh.

MIUMI Aceh juga mengecam adanya nyanyian dan pakaian syiar Kristen (pakaian sinteklas) di Istiqlal yang dilakukan oleh Mursyid Tareqat Naqsyabandiyah Abah Aos dan para pengikutnya dan adanya pembacaan Injil Lukas di masjd Istiqlal. Ini pelecehan terhadap Islam, umat Islam dan masjid.

Masjid merupakan rumah Allah. Oleh karena itu, masjid merupakan tempat ibadah umat Islam, bukan umat lain. Masjid bukan tempat bernyanyi dan bukan pula tempat syiar dan ritual agama lain. Masjid merupakan tempat yang mulia dan sakral yang harus dihormati.

Toleransi yang benar itu harus menjaga kehormatan dan kesakralan masjid yang merupakan tempat ibadah khusus umat Islam. Ada adab dan aturan di masjid. Tidak boleh ada nyanyian maupun syiar agama lain di masjid. Seorang non muslim (kafir) tidak boleh masuk ke dalam masjid, tidak boleh melakukan ritual seperti pembacaan injil dan ritual lainnya di masjid. Orang non muslim harus menghormati masjid. Inilah toleransi yang benar.

Dengan berbagai penyimpangan ini, maka saya meminta Prof. Dr. Nasaruddin Umar untuk segera bertaubat dan meminta maaf kepada umat Islam Indonesia serta mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal. Karena semua tindakannya ini bertentangan dengan Islam dan menyakiti umat Islam dan menimbulkan kemarahan umat Islam se Indonesia serta kegaduhan bangsa.

Juga, meminta kepada pemerintah untuk mencabut jabatan Prof. Dr. Nasaruddin Umar sebagai Imam Besar Istiqlal jika ia tidak mengundurkan diri. Jabatan yang mulia ini tidak layak diberikan kepadanya karena berbagai perilakunya yang bertentangan Islam tersebut. Selain itu, ini pengkhianatan terhadap amanah yang diberikan kepadanya dan merusak Islam serta menyesatkan umat Islam, papar ustazd Yusran yang juga Ketua Bidgar Dakwah PW Persis Aceh dan Ketua PC Muhammadiyah Syiah Kuala Banda Aceh.(b02)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE