Scroll Untuk Membaca

Aceh

Langgar Jati Pindah Jadi Mushala Jati

Langgar Jati Pindah Jadi Mushala Jati
Langgar Jati yang dibangun tahun 1947 sudah dirubuhkan pada tahun 2022.Waspada/Muhammad Hanafiah

KUALASIMPANG (Waspada): Walaupun di lokasi Langgar Jati telah berubah dan dibangun Masjid Hadijah, namun Langgar Jati yang berlokasi di Tepi Jalan Ir. H. Juanda, Kampung Desa Bundar, Kecamatan Karang baru, Kabupaten Aceh Tamiang tidak hilang, tetapi Langgar Jati sudah pindah menjadi Mushala Jati yang berlokasi di Kampung Bundar.

Hal itu terungkap berdasarkan informasi dari DPRK Aceh Tamiang, Senin (13/2). Di mana, pihak Komisi III DPRK Aceh Tamiang sebelumnya sudah memanggil Sekdakab Aceh Tamiang, Drs.Asra didampingi Kabid Asset BPKD Aceh Tamiang, Cakra Abbas untuk memberikan penjelasan kepada Komisi III dalam acara Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III terkait persoalan Langgar Jati dan pembangunan Masjid Hadijah di lokasi tanah negara yang merupakan aset Pemkab Aceh Tamiang.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Langgar Jati Pindah Jadi Mushala Jati

IKLAN

Menurut Sekdakab Aceh Tamiang, Drs. Asra kepada Komisi III, untuk Langgar Jati bahwa mushala tersebut tidak hilang, hanya saja posisi tempatnya telah dipindahkan ke tempat lain. Tetapi masih di kawasan sekitar lokasi mushala yang lama dan telah dibangun dengan sedemikian rupa, hingga saat ini mushala tersebut masih aktif untuk kegiatan keagamaan.

Asra menjelaskan, sementara itu, bekas lokasi Langgar Jati juga tetap dipergunakan untuk kegiatan peribadatan, hanya saja langgar tersebut sudah tidak layak untuk tempat pelaksanaan peribadatan. Sehingga timbul keinginan dari mantan Bupati Aceh Tamiang, Mursil untuk membangun mushala tersebut dan meningkatkannya dari mushala menjadi masjid dan juga untuk menambah keindahan serta keastrian bangunan yang berada di pinggir jalan.

Seperti diberitakan Waspada sebelumnya, Langgar Jati yang dibangun tahun 1947 berada di lokasi tanah negara yang sudah dibayar ganti rugi tanah ketika terkena proyek pembangunan jalan dua jalur di kawasan tersebut pada tahun 2006, sehingga tanah tersebut menjadi aset Pemkab Aceh Tamiang.

Namun ketika Bupati Aceh Tamiang, H. Mursil, Langgar Jati sudah dirubuhkan dan diganti dengan pembangunan Masjid Hadijah yang merupakan keluarga dari Mursil, namun pembangunan Masjid Hadijah tanpa ada rekomendasi dari Majelis Permusyawatan Ulama (MPU) Kabupaten Aceh Tamiang.

Lagi pula hanya berjarak lebih kurang 300 meter dari pembangunan Masjid Hadijah sudah ada Masjid Syuhada, Kampung Bundar dan Masjid Alhuda Kampung Tanjung Karang dan belum ada dilaksanakan Shalat Jumat di Masjid Hadijah.

Bahkan, Komisi III DPRK Aceh Tamiang sudah pernah juga menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) memanggil pihak Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kabupaten Aceh Tamiang dan Bank Aceh yang berlangsung di Ruang Komisi III DPRK setempat pada Selasa (7/2) pekan lalu.

Rapat tersebut dipimpin oleh Rahmad Syafrial, turut dihadiri H. Saiful Sofyan, Juniati, Dedi Suriansyah, Desi Amelia dari Komisi III, Ketua MPU Kab.Aceh Tamiang, Sharizal, H.Saiful Umar dan Umar Nafi.

Selain itu pada RDP secara terpisah terkait CSR, Pimpinan Cabang Bank Aceh Kualasimpang, Kabupaten Aceh Tamiang, Muhammad Syah ada juga memberikan penjelasan terkait anggaran CSR .

Pihak MPU Kabupaten Aceh Tamiang pada RDP tersebut menyatakan izin mendirikan masjid bukan berada di MPU, tetapi berada di Kementerian Agama melalui Kasi Bimmas.

Menurut pihak MPU Aceh Tamiang, MPU Kabupaten Aceh Tamiang sampai hari ini belum mengeluarkan rekomendasi atas pendirian dan pemberian nama Masjid Hadijah di Kampung Bundar, Kecamatan Karang Baru.

Pihak MPU juga pada RDP tersebut menyatakan, MPU Kabupaten Aceh Tamiang akan turun ke lapangan dan membuat kajian terkait pembangunan dan pemberian nama dari Langgar Jati menjadi Masjid Hadijah di Kampung Bundar, Kecamatan Karang Baru.

Selain itu, MPU Kabupaten Aceh Tamiang pada pertemuan tersebut juga menyatakan akan segera menyeruti Pemda untuk segera menindaklanjuti polemik pembangunan dan pemberian nama Masjid Hadijah yang berada di Kampung Bundar.

Sementara MPU Aceh Tamiang juga pada kesempatan tersebut menyebutkan Fatwa MPU Aceh Nomor : 12 Tahun 2012 Tentang Tempat Pelaksanaan Dan Ta’addu Jumat. Pertama yaitu Syarat Pendirian Jum’at; a.Dilaksanakan dalam kawasan (Khittah Aniyah Mujtami’ah) penduduk yang tidak berpindah-pindah (Musthauthin). b.Jumlah minimal ahli Jumat adalah 40 orang.

Kedua, batasan wilayah pendirian Shalat Jumat adalah dalam batas wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah, setelah berkonsultasi dengan MPU setempat. Ketiga, berbilang-bilang (Ta’addud) Jumat dalam suatu wilayah Jumat tidak boleh, kecuali apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a.Luas wilayah dan sukar berkumpul pada suatu tempat pendirian Shalat Jumat. b.Tempat pelaksanaan Jumat tidak dapat menampung benyaknya jamaah ahlul Jumat, c.Terpisahnya wilayah secara alami.

Rahmad Syafrial anggota DPRK Aceh Tamiang dari Komisi III kepada Waspada menyatakan, Komisi Komisi III belum mengambil keputusan terkait persoalan ini karena Komisi III masih akan mengundang pihak Kemenag Aceh Tamiang dan Badan Kemakmuran Masjid (BKM) setempat serta pihak terkait lainnya untuk minta penjelasan.(b14)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE