Tim Yayasan HAkA saat menggelar pertemuan dengan Pengurus Majelis Adat Aceh Singkil, membahas persoalan upaya pelestarian Rawa Singkil, di Kantor MAA Desa Pasar Singkil, Kamis kemarin. WASPADA/Ariefh
SINGKIL (Waspada): Kawasan Konservasi Suaka Margasatwa Rawa Singkil (SMRS) yang berada diwilayah Aceh Selatan, Aceh Singkil dan Subulussalam sejak beberapa tahun terakhir terus mengalami kerusakan.
Berdasarkan pantauan melalui satelit serta verifikasi lapangan, kerusakan disebabkan perambahan hutan yang dilakukan orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit.
Sehingga jika tidak cepat diselamatkan, kawasan hutan gambut Rawa Singkil yang jadi andalan kekayaan alam Aceh ini, akan hancur, karena rusaknya biofisik menyebabkan gambut tidak mudah menyerap air, dan berdampak terhadap banjir.
“Sudah kami sampaikan protes ke Kementerian dan Lembaga Presiden, ini jangan dibiarkan, karena jika ini hancur maka habislah Aceh,” ucap Ahmadi Konsultan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), saat berkunjung ke Kantor MAA Aceh Singkil, di Desa Pasar Singkil, Kamis (23/1/2025).
Kunjungan Tim HAkA disambut Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Aceh Singkil H Zakirun Pohan SAg MM, Wakil Ketua Riwayanto dan Sahbudin SHB, Kepala Sekretariat Abd Rahman S.iKom serta para Kabid dan anggota lainnya.
Ahmadi mengungkapkan, HAkA sempat terkejut, karena terpantau melalui satelit, bahwa kawasan Rawa Singkil di wilayah Kabupaten Aceh Selatan sebagian besar rusak akibat dirambah.
Sehingga untuk upaya menjaga dan melestarikannya, HAkA berinisiasi melakukan kerjasama dengan Lembaga Adat setempat, dengan melakukan komunikasi secara persuasif, agar lebih akrab dengan masyarakat yang berdampingan dengan kawasan Rawa Singkil yang merupakan habitatnya orangutan sumatera, harimau, dan satwa dilindungi lainnya.
Tujuannya untuk singkronisasi dengan masyarakat tersebut, untuk memberikan contoh yang baik, yakni masyarakat tetap bisa memanfaatkan kawasan SM, namun tidak merusak kawasan tersebut, sesuai dengan adat dan budaya lokal setempat.
HAkA juga berinisiasi untuk menerbitkan karya tulis yang akan dirangkum dalam sebuah buku, yang menceritakan bagaimana kehidupan masyarakat yang berdampingan dengan kawasan SMRS yang menjadi sumber penghidupannya.
“Ini menjadi sebuah tanggung jawab moral kita untuk memberikan kontribusi moril kita bersama,” ucapnya
Menariknya masyarakat bisa berdampingan dengan akrab dan memanfaatkan potensi kawasan Rawa Singkil ini tanpa merusaknya. Sehingga untuk pelaksanaannya harus bekerjasama dengan adat budaya lokal, dan karena ada Lembaga MAA kita harapkan bisa berkolaborasi untuk melakukan bersama pelestarian tersebut.
Misalnya, bagaimana masyarakat bisa mengambil sumberdaya yang ada dikawasan Rawa Singkil tersebut, seperti menangkap ikan lele, ataupun mengambil madu hutan, namun tidak merusak kawasan tersebut. Dan ini menarik untuk diceritakan,” ucap Ahmadi.
“Yang kita herankan ada pula masyarakat yang mengambil kayu bakar dan kayu untuk perahu malah dilarang dan ditangkap. Tapi perambahan malah dibiarkan, ini semua ada dalam catatan kami,” tambahnya.
Selanjutnya Kabid Hukum dan Advokasi yayasan HAKA Nurul Ikhsan menambahkan, untuk kerjasama ini, HAkA perlu memperdalam lagi tentang kehidupan dan kebiasaan masyarakat melalui masukan dari Lembaga MAA. Sehingga perlu ada ide dan gagasan dari Lembaga Adat setempat.
Kawasan SM di Aceh Singkil cendrung lebih lestari dari SM Rawa Singkil yang ada di Aceh Selatan. Ada sekitar lebih 82 ribu ha yang masuk di kawasan Aceh Selatan, Aceh Singkil dan Subulussalam.
“Perlu eksplor dan investigasi agar bisa menghasilkan sebuah buku yang menceritakan tentang keakraban untuk Rawa Singkil,” ucapnya
Ketua MAA Aceh Singkil H Zakirun Pohan, dikonfirmasi waspada.id, Senin (27/1/2025) mengatakan, telah menggelar pertemuan dengan HAkA untuk rencana penandatanganan MoU terkait kerjasama penulisan buku dalam menjaga kawasan SM Rawa Singkil yang menjadi sumber penghidupan masyarakat.
Regulasi dalam penulisan buku ini nantinya tetap merujuk kepada tupoksi Lembaga MAA.
Begitupun saat ini katanya, MAA sedang menyiapkan materi dan substansi yang dibutuhkan yang akan menjadi sebuah pembahasan lanjutan.
Dalam pertemuan singkat dengan Tim HAkA tersebut, MAA telah memberikan masukan yang menjadi bahan penting untuk kelanjutan kerjasama tersebut, diantaranya mendata sumber mata pencaharian masyarakan disekitaran kawasan tersebut.
Diantaranya, sebagian besar mata pencaharian masyarakat merupakan nelayan, kemudian mencari madu hutan dikawasan Rawa Singkil, mencari rotan, Palas dan Pandan.
Kemudian potensi lain dalam kawasan SMRS yang bisa dimanfaatkan masyarakat diantaranya, ada kayu bajakah yang bermanfaat untuk obat, dan sige-sige yang bisa dimanfatkan untuk obat nyamuk, terang Zakirun.
Dalam pertemuan tersebut, salah satu Pemangku Adat Lembaga MAA Aceh Singkil Amrul Badri mengatakan, kearifan lokal masyarakat di Kemukiman Rantau Gedang sejak dahulu sampai sekarang masih sangat dipatuhi.
Ada aturan kakek saya dulu yang pernah menjabat Mukim Rantau Gedang, perempuan dilarang masuk ke kawasan Rawa Singkil Lae Trueb. Dan jika masuk dapat berdampak terhadap hasil nelayan.
Kemudian dahulu paling dilarang menebang kayu. Dulu jika ingin menebang harus karena dasar kebutuhan. Namun harus minta izin dulu tokoh desa setempat, kemudian baru dilihat dulu dikaji oleh orang yang ahli baru boleh ditebang untuk kebutuhan seperti bangun rumah.
Mungkin karena kearifan lokal ini lah maka kelestarian SM Rawa Singkil di wilayah Aceh Singkil ini tetap terjaga, sehingga menarik untuk diceritakan dalam sebuah buku yang akan diterbitkan nantinya, pungkas Amrul. (B25)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.