SUBULUSSALAM (Waspada): Evaluasi atau lebih tepat barangkali disebut cerita-cerita tentang kilas balik tiga tahun setengah Wali dan Wakil Wali Kota Subulussalam, Affan Alfian Bintang dan Salmaza yang dilantik Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, MT mewakili Presiden RI, 14 Mei 2019 lalu, hingga kini Januari 2023 telah tiga tahun setengah memimpin, dalam sebuah catatan.
Artinya tersisa setahun setengah BISA, sejumlah catatan terhadap dua sosok pemimpin, populer dengan sebutan BISA (Bintang – Salmaza) pada suksesi Pilkada 2018 ini sudah dirasakan masyarakat, baik menilai pro maupun kontra.
Tanpa bermaksud mengklaim, gagal atau berhasil selama memimpin, tentu visi, misi dan program yang diwacanakan BISA sebelum terpilih merupakan bahan acuan. Masyarakat tentu punya pandangan dan penilaian, apa, bagaimana dan sejauhmana visi, misi dan program itu terealisasi.
Penulis murni berkaca dari catatan visi dan misi Calon Wali dan Wakil Wali Kota Subulussalam Periode 2019-2024, H. Affan Alfian, SE – Drs. Salmaza, MAP pada ‘buku’ kecil berisi 13 halaman, ‘Lima Program Kerja Unggulan Pasangan BISA (Kontrak Politik Dengan Masyarakat)’, tertanggal 10 Februari 2018.
Program Peningkatan Kapasitas Tata Kelola Pemerintahan, mencakup Badan Permusyawaratan Kampong (BPK) selaku dewan kampong dalam fungsinya sebagai pengawasan, penganggaran dan legislasi (qanun). Lalu bendahara kampong dalam mengelola uang, kepala kampong dalam memenej/mengelola uang serta memberi advokasi hukum kepada aparat kampong.
Lalu, kampong dijadikan basis ekonomi kerakyatan melalui peningkatan kapasitas BUMDes, mempercepat pembangunan kampong dengan tepat waktu pencairan dana kampong, kepala dinas diutamakan penduduk Subulussalam sesuai peraturan yang berlaku, jamin Tunjangan Penghasilan Prestasi Kerja (TPPK)/TC PNS dan Beban Kerja (BK), penghargaan dan sanksi bagi PNS serta tingkatkan insentif para tenaga honorer dan kontrak di semua instansi.
Bidang Syariat Islam, wujudkan kembali sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) sebagai pendidikan dasar keislaman di kampong, perkukuh pemahaman keislaman melalui Kajian Tauhid, Tasawuf, Thariqat dan Suluk, mewujudkan program satu hafiz satu kampong, berikan BLT kepada anak yatim, sediakan mobil keliling pembersih masjid serta meningkatkan kesejahteraan imam, khatib, bilal, ghorim dan rubiah.
Lantas Bidang Peningkatan Pelayanan Masyarakat dan Infrastruktur, wali kota atau wakil berkantor di kecamatan sebulan sekali, program ‘Hallo Wali Kota’ disiarkan langsung dari radio atau media lain, dorong percepatan pembangunan kanal Sungai Suraya sebagai salah satu solusi hadapi musibah banjir melalui program Irwandi – Nova dan pembangunan jalan Gelombang Muarasitulen.
Lalu Bidang Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan, menambah ketersediaan dokter spesialis, menyediakan rumah singgah dan bantuan bagi pendamping pasien rujukan, menyediakan lembaga rehabilitasi korban narkoba, menyiapkan beasiswa masuk ke perguruan tinggi dalam maupun luar negeri, menyediakan mobil bagi pesantren yang memenuhi standar serta tingkatkan kesejahteraan guru honor dan kontrak.
Untuk Pemberdayaan Ekonomi, diberikan pelatihan keahlian anak putus sekolah sesuai potensi daerah, membina pelaku UKM agar berdaya saing, jamin kestabilan harga TBS dengan mengawal keputusan tim penerapan harga TBS Provinsi, memfasilitasi program rehabilitasi PKS, fasilitasi sengketa lahan antar masyarakat dengan pihak HGU yang mengedepankan azas keadilan serta menindaklanjuti Qanun CSR yang dirancang Pemko Subulussalam dengan membentuk Forum Coorporate Social Responsibility (CSR).
Dari lima program visi misi itu, menarik dievaluasi/cerita-cerita realisasi sejumlah poin penting. Meski tidak dievaluasi/cerita sejumlah ‘prestasi’ yang dicapai, seperti pada bidang pendidikan dan kesehatan, bukan berarti tidak diakui. Karena soal ini bisa jadi sudah dilihat, dirasakan langsung oleh masyarakat tanpa diceritakan.
Cerita-cerita soal pencairan dana kampong tepat waktu, lalu Tunjangan Penghasilan Prestasi Kerja (TPPK)/TC PNS dan Beban Kerja (BK), penghargaan dan sanksi bagi PNS serta meningkatkan insentif tenaga honorer dan kontrak di semua instansi, agaknya ‘masih’ sebatas pemanis mulut.
Faktanya, persoalan honor acap menjadi ‘teriakan’ massa pada momen unjuk rasa dan konsumsi sejumlah media dan media sosial. TPP 2022 dijanjikan, cuma empat bulan terealisasi, Maret – Juni, karena Juli yang janji dibayar Desember 2022 cuma sebatas janji. Herannya, alasan gagal bayar TPP Juli karena keuangan kosong. Nyaris sama halnya dengan alasan tidak dibayar honor aparatur kampong karena uang tidak ada. Makin aneh, TPP Juli ‘gagal’ dibayar disusul gaji ASN Januari hingga hari ini, Selasa (18/1) juga belum dibayar.
Fakta lain, honor aparatur 82 kampong tahun 2022 dalam lima kecamatan se-Kota Subulussalam untuk triwulan III dan IV (Juli s/d Desember) belum dibayar. Memalukan, tahun sebelumnya juga terjadi hal serupa, meski tidak enam bulan. Konkritnya, utang Pemko Subulussalam kepada mereka yang berpredikat honorer di kota ini belum habis, malah bertambah.
Cerita untuk pemenuhan janji tingkatkan kesejahteraan imam, khatib, bilal, ghorim dan rubiah seperti tertuang dalam visi misi itu, ternyata honor rutin mereka juga ‘tunda dibayar’, atau kasarnya tak dibayar selama enam bulan 2022. ‘Tak dibayar’, karena 2022 telah berlalu dan Januari 2023 sudah berjalan dua pekan, namun honor itu belum juga dibayar, sama nasib mereka dengan aparatur kampong dan BPK yang sumber dananya sama, APBK.
Masih banyak yang menjadi bahan cerita, evaluasi. Mana mobil keliling pembersih masjid, kenapa sengketa antarmasyarakat dengan HGU masih terjadi, berapa kali wali atau wakil berkantor di kantor camat, apa dan bagaimana dengan Program Hallo Wali Kota dan lainnya.
Yang juga acap menjadi topik bahasan membosankan, sejumlah pihak sebut jika indikasi program BISA tidak bisa terealisasi karena daerah devisit, pada masa virus Covid-19 anggaran terserap ke sana, sisa utang pemerintahan terdahulu dan alasan lainnya.
Masyarakat, khusus penyandang honorer tidak mau pusing dengan berbagai dalih itu. Masalahnya, apakah anggaran untuk tenaga honorer, guru kontrak atau sebutan lain hingga aparatur kampong (Pengurus Jamaah Kampong dan BPG) tak terencana dianggarkan atau bisa dialihkan untuk kepentingan lain. Kenapa untuk bangunan fisik, infrastruktur tetap berjalan dalam kondisi upah para honorer tak dibayar?
Pada Mei 2024 akan berakhir masa BISA. Mungkinkah dua sosok ini masih akan dipercaya masyarakat Subulussalam untuk memimpin Bumi Sada Kata ini kendati keduanya hampir dipastikan tidak lagi sepaket. Seringkali pemilih hanya ‘menang’ saat memilih, namun kecewa ketika pilihan itu memimpin.
Semoga kepintaran memilih tak hanya saat mencoblos, di sisi lain pemimpin terpilih abai dengan janji atau kata pemanis ‘visi dan misi’ yang diramu manis saat telah terpilih. Pemilu, Pilpres, Pilkada di depan mata, semoga pemimpin terpilih lebih amanah. Kota Subulussalam makmur dan makin bermartabat, kini dan masa depan masih menjadi harapan.
WASPADA.id/Khairul Boangmanalu