LANGSA (Waspada): Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Langsa menggelar dialog ketahanan sosial budaya berbasis kearifan lokal di Aula setempat, Jumat (21/10).
Acara dipandu Kabid Ketahanan Ekonomi Sosbud dan Ormas, Sri Verawati, SH menghadirkan para tokoh budaya Kota Langsa.

Sedangkan pemateri yang juga Akademisi Ekonomi Syariah, Dr Fahriansyah, Lc, MA, menjelaskan, untuk mempertahankan sosial budaya sebagai kearifan lokal dengan dasar meningkatkan icon Kota Langsa sebagai kota jasa juga itu amanah konstitusi.
Sambungnya, desentralisasi tercantum dalam amandement undang-undang serta qanun Aceh No. 10 tahun 2008 tentang lembaga adat.
“Meningkatkan pelaksanaan Syariat Islam secara kaffah dengan lebih mendorong inisiatif dan partisipasi warga,” pinta Fahriansyah.
Lalu, fungsi Kesbangpol berkaitan dengan tema bekerjasama dengan para akademisi untuk melihat potensi desa untuk dikembangkan menjadi wisata lokal, membentuk himpunan masyarakat berdasarkan kultur, etnis masing-masing.
“Mengembangkan kuliner-kuliner berbagai daerah untuk dikembangkan serta mengadopsi budaya-budaya dari wilayah lain untuk dilatih dan dikembangkan namun tidak bertentangan dengan syariat Islam,” terangnya.
Sementara itu, Dr Amiruddin Yahya lebih pada mengupas budaya kearifan lokal berupa nilai dan norma, kepercayaan dan aturan-aturan khusus.
“Budaya kearifan lokal, tatanan adat-istiadat arsitektur Aceh, karya tulis ulama cendikiawan dan seniman perlu dipertahankan,” paparnya Amiruddin yang akrab disapa Doktor Emi itu.
Sedangkan Sekretaris FKUB Propinsi Aceh, Hasan Basri M. Nur, dalam pandangannya lebih pada mempertahankan kebudayaan dan identitas Aceh dalam keragaman etnik di Kota Langsa.
Kemudian, kebudayaan seluruh hasil karya, rasa dan cipta dari masyarakat dan unsur kebudayaan, kepercayaan serta upacara keagamaan.
Secara pembagian, Hasan, menerangkan di Kota Langsa untuk agama 100 persen Islam, upacara keagamaan, kenduri maulid, perkawinan dan peusijuk harus dipertahankan yang sudah ada.
Lantas untuk skema penduduk Langsa menurut agama, Islam 99,14 persen, Kristen 0,41 persen, Budha 0,01 persen, Langsa dan budaya luar, letak geografis dan konsekuensinya, letaknya diperbatasan Aceh-Sumut, untuk budaya Aceh dan Sumut berbeda.
“Status Aceh dalam bingkai NKRI, memiliki keistimewaan tersendiri Aceh dan sejauh ini tokoh non muslim akui nyaman tinggal di Langsa,” ungkapnya.

Sedangkan salah seorang peserta keterwakilan perempuan, Marida Fitriani MP, mengungkapkan untuk mempertahankan sebuah budaya itu perlunya sebuah regulasi dan alangkah eloknya dibangun dari bawah.
“Mempertahankan budaya berbasis kearifan lokal itu dibangun dari pemerintah yang paling bawah yakni pemerintah gampong dengan membuat resam atau qanun gampong,” tukas Fitri. (crp)