SINGKIL (Waspada): Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Singkil akan mendampingi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) untuk mendesak pemasangan alat sparing perusahaan dan menagih sewa ruko yang menunggak.
Sebab, persoalan Pemkab Aceh Singkil yang tidak pernah terselesaikan, seperti sewa ruko yang sudah menunggak sampai 8 tahun, yang seharusnya menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun belum terbayar bertahun-tahun.
Kemudian yang lebih parahnya, limbah perusahaan yang mengancam kesehatan masyarakat tanpa dilengkapi alat pendeteksi limbah (alat sparing).
Sehingga hal ini harus menjadi perhatian kita semua, kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Aceh Singkil Munandar SH MH saat menanggapi ancaman bahaya limbah perusahaan tersebut, saat dikonfirmasi Waspada.id, di Kantor Kejaksaan Desa Ketapang Indah, Senin (13/3) kemarin.
Sebab berdasarkan aturan, pemasangan alat Sparing itu dikeluarkan sejak 2019. Dan minimal 2 tahun setelah dikeluarkannya aturan tersebut perusahaan wajib memasang alat tersebut.
Jika Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Aceh Singkil turun lapangan, Kejari akan ikut mendampingi agar tim lebih kuat untuk mendesak perusahaan agar segera memasang alat tersebut.
Begitupun katanya, kerjasama tersebut masih menunggu penandatanganan bersama MoU Kejari dengan Pemkab Aceh Singkil, melanjutkan kerjasama dalam pendampingan yang sebelumnya.
“MoU dengan Pemda sudah selesai, dan sudah bertemu dengan Kabag Hukum akan dilanjutkan lagi,” ucap Munandar
Setelah MoU (kesepakatan kerjasama) diteken bersama, selanjutnya jika ada permasalahan perdata akan di kuasakan ke Kejari.
Seperti persoalan aset Pemda yang pembayaran sewa rukonya tertunggak, kemudian seperti persoalan sebelumnya, tagihan BPJS untuk segera dibayarkan. “Ini sebagai langkah untuk menghimpun PAD agar bisa terealisasi lebih cepat,” ucapnya.
Sebelumnya Plt Kadis DLH Faisal, SPd kepada Wartawan menyebutkan, dari 8 perusahaan yang beroperasi di Aceh Singkil, ada 4 perusahaan diantaranya membuang limbahnya ke sungai. Meliputi, PT Soc, di Desa Lae Butar Aceh Singkil. PT EL Desa Kuta Tinggi Kecamatan Simpang Kanan. Kemudian PT RPP dan PT SSM di Desa Mandumpang Kecamatan Suro Aceh Singkil.
Kemarin kita sudah turun langsung ke 4 PKS tersebut, lantas mereka sudah membuat perjanjian dan kita berikan batas waktu sampai 6 bulan terhitung 2 Maret 2023, agar memasang alat tersebut.
Namun, jika sampai 6 bulan mereka belum juga memasang sparing, maka kita akan kembali melihat dalam aturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk sanksi nya, pungkas Faisal.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Wahana lingkungan Hidup (WALHI) Ahmad Shalihin kepada Waspada.id menyampaikam, perusahaan yang belum memasang alat sparing harus menghentikan produksi minyak sawitnya.
Sebab, limbah hasil produksi pengelolaan minyak kelapa sawit itu terus mengalir ke sungai, dan mengancam kesehatan masyarakat.
“Perusahaan jangan hanya memikirkan hasil produksinya saja. Tapi tidak memikirkan kesehatan lingkungan sekitar masyarakat, dengan beralasan harga alat sparing mahal, itu sudah menjadi risiko perusahaan,” tegasnya (B25)