Scroll Untuk Membaca

Aceh

KBRI Tangani Dua Korban Dugaan Human Trafficking Asal Aceh Di Malaysia

Kecil Besar
14px

IDI (Waspada): Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, menangani dua kasus dugaan human trafficking di Malaysia. Laporan keduanya diterima setelah difasilitasi community masyarakat Aceh yang tergabung dalam Solidaritas Ummah Ban Sigom Aceh (SUBA).

“Berdasarkan pengakuan keduanya, kami menduga wanita asal Aceh Tamiang dan Pidie, tersebut menjadi korban human trafficking di Malaysia,” kata Ketua Umum SUBA Pusat, Tgk Bukhari Ibrahim, kepada Waspada, Rabu (1/6).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

KBRI Tangani Dua Korban Dugaan Human Trafficking Asal Aceh Di Malaysia

IKLAN

Disebutkan, wanita berinisial WD ini berasal Pidie. Korban yang kini berusia 34 tahun diduga menjadi korban perdagangan manusia atau human trafficking ke Malaysia sejak 2016 silam.

“Selama enam tahun, wanita tersebut disekap di sebuah rumah majikan dijadikan Pembantu Rumah Tangga (PRT). Diduga, kesehariannya kerap mendapatkan penyiksaan, sehingga giginya rontok dan kepalanya memar,” ujar Bukhari.

Selain wanita asal Pidie, sebulan sebelumnya para relawan SUBA juga telah mengamankan seorang wanita asal Aceh Tamiang berinisial LH. Selama delapan tahun LH bekerja di sebuah rumah majikannya di Malaysia, LH kerap mendapatkan penyiksaan dari majikan, sehingga tubuhnya memar.

“LH dan WD ini kerap mendapatkan penyiksaan dari majikan, bahkan keduanya bekerja tanpa diberi upah,” ujar Bukhari, pria asal Idi Cut itu.

Keduanya saat ini masih mengalami trauma berat, sehingga masih diamankan di sebuah tempat yang layak, tetapi tetap dalam pengawasan pihak KBRI di Kuala Lumpur. “LH dan WD sudah bersama kita, bahkan laporan keduanya ke KBRI juga sudah diteruskan ke pihak berwenang di Malaysia,” timpa Bukhari.

Diharapkan, kedua kasus tersebut terungkap hingga ke akar-akarnya. Tidak sebatas sampai di majikan tempat ditemukan LH dan WD bekerja sebelumnya di Malaysia, namun Bukhari berharap agen-agen yang terlibat dalam human trafficking tersebut harus diproses secara hukum, sehingga dapat memberikan efek jera terhadap pelaku yang terbukti terlibat nantinya.

Disinggung pendampingan kedua korban ketika kasus dugaan human trafficking itu dibawa ke ranah hukum, Bukhari kembali menegaskan bahwa pihak SUBA akan berkoordinasi dengan Datuk Mansyur Bin Usman selaku Presiden Persatuan Melayu Berketurunan Aceh – Malaysia (Permebam), sehingga pihaknya memudahkan koordinasi dengan pihak-pihak berwenang di negara Malaysia.

“Kita akan terus berkoordinasi dengan Permebam terkait pendampingan dan advokasi hukum terhadap korban, bahkan kita juga akan berkoordinasi dengan lembaga-lembaga bantuan hukum di Aceh serta pihak lainnya yang terkait, sehingga nantinya korban juga ikut didampingi para konselor untuk pemulihan trauma berat yang sedang dialami keduanya saat ini,” urai Bukhari.

Pihaknya kembali berharap, kerjasama pihak Imigrasi yang beroperasi di Aceh dan Pulau Sumatera untuk memperketat pembuatan paspor terhadap gadis-gadis belia usia 17-25 tahun, karena khawatir akan menjadi korban human trafficking di negara-negara tetangga.

“Begitu juga dengan penjagaan pintu ke luar negeri agar diperketat. Disaat gadis Aceh tidak didampingi orang tuanya atau saudara kandung saat ke luar negeri, maka jangan diizinkan, karena tidak tertutup kemungkinan pasca dibukanya pintu masuk ke beberapa negara seperti Malaysia, maka agen-agen human trafficking kembali bermain di Aceh dengan harapan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya,” demikian Bukhari Ibrahim. (b11).

Teks Foto: Ketua SUBA Pusat, Tgk Bukhari Ibrahim. Waspada/Ist.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE