LHOKSEUMAWE (Waspada): Buntut kasus dugaan kekerasan yang dilakukan oknum Satpol-PP Lhokseumawe terhadap pedagang di Loss E Gampong Kota Kec. Banda Sakti kini menuai kemarahan dan kecaman para mahasiswa, Rabu (26/7).
Selain respon mahasiswa, juga LSM YARA (Yayasan Advokasi Masyarakat ) Lhokseumawe juga bangkit angkat bicara dan mengkritik kekerasan yang dilakukan oknum Satpol-PP terhadap pedagang di Loss E.
Salah satu diantaranya, mahasiswa tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM ) Unimal menggelar konferensi pers di Keude Aceh terkait tanggapan terhadap kegiatan. Penertiban yang dilakukan Satpol-PP Lhokseumawe diwarnai tindakan kekerasan terhadap pedagang.
Ketua Umum BEM Unimal Aris Munandar mengatakan pihaknya mengkritik aksi penertiban Satpol-PP Lhokseumawe diduga menggandeng ormas Sahabat Satpol-PP. Kemudian di lapangan menimbulkan kasus kekerasan dan penganiayaan terhadap pedagang di Loss E. Sehingga ormas terkesan digunakan sebagai alat kekerasan yang identik dengan premanisme.
“Karena itu, kami mengharapkan kepada Kepala Satpol PP memberikan penjelasan kepada jajarannya agar mampu mengendalikan diri, menjadi petugas yang profesional dan mengedepankan etika dan moral,” ujarnya.
Aris juga menyebutkan dalam UU rmas dengan tegas melarang ormas melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Hal ini sesuai Pasal 59 Ayat (2) Ormas di larang melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial. Kemudian dilarang melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hal serupa juga diungkapkan Koordinator Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR ) Rizal Bahri yang kecewa dengan tindakan Kekerasan Satpol-PP Lhokseumawe.
Dikatakannya, tindakan yang di lakukan Satpol PP/WH terhadap para pedagang kecil yang menyebabkan beberapa masyarakat kecil menjadi korban kekerasan, pelanggaran hak asasi manusia yang di lakukan oleh Satpol PP/WH kepada masyakat melahirkan stigma buruk terhadap pemerintah Kota Lhokseumawe.
Tentu saja, Satpol PP/WH bergerak bukan tanpa sebab, dan bukan tanpa instruksi, inilah yang memperkuat landasan bahwa Satpol PP/WH adalah alat yang memuluskan hasrat kekuasaan.
Rizal menyebutkan selama ini Satpol-PP Lhokseumawe ketika penertiban di lapangan, terhitung sudah berulang kali melakukan aksi kekerasan terhadap pedagang.
Antara lain, ketika bentrokan dengan masyarakat di Waduk Pusong hingga mogok makan dan berdemo ke Kantor Walikota Lhokseumawe pada 17 September 2022. Kemudian bentrokan dengan pedagang di Desa Mon Geudong hingga warga melakukan aksi protes ke kantor Wali Kota Lhoksemawe pada 16 Januari 2023. (b09)
Baca juga: