Harga TBS Sawit Di Abdya Anjlok

  • Bagikan

BLANGPIDIE (Waspada): Dalam beberapa hari terakhir, harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit, di Aceh Barat Daya (Abdya), dilaporkan kian anjlok.

Harga komoditi perkebunan andalan di ‘Nanggroe Breuh Sigupai’ itu, turun drastis hingga mencapai harga Rp750 perkilogram di tingkat petani, di tingkat agen pengepul berkisar Rp800 perkilogram. Sedangkan di tingkat Pabrik Kelapa Sawit (PKS), berkisar Rp1.000 perkilogram.

Sebagaimana diakui Suprijal Yusuf, salah seorang petani sawit kawasan Kecamatan Babah Rot. Kepada Waspada.id Jumat (24/6), pemilik 350 hektar lahan sawit siap panen ini mengatakan, saat ini harga sawit di pabrik hanya Rp1.000 perkilogram. Rendahnya harga sawit itu katanya, khususnya dalam beberapa bulan terakhir.

Suprijal mengaku, dirinya bersama petani lainnya, telah berulang kali menyuarakan masalah itu. Menurutnya, Pemerintah harus hadir dan ikut ambil bagian, dalam mengatasi masalah tersebut. “Harga sawit terus anjlok, di lain sisi harga minyak makan tetap tinggi di pasaran. Terkesan memang sengaja dimainkan. Dengan kondisi ini, yang dirugikan tentu masyarakat kecil. Apalagi dengan kondisi petani sangat butuh uang, menjelang hari raya Idul Adha,” ungkapnya.

Menurut petani sawit terbaik se-Barsela (Barat Selatan Aceh) ini, turunnya harga sawit sudah berlangsung sejak beberapa hari terakhir. Akibatnya, para petani menjadi serba salah. Kalau tidak dipanen, maka kualitasnya dikhawatirkan akan menurun. Sebaliknya, jika dipaksakan panen, para petani akan mengalami kerugian. “Dengan harga TBS sawit seperti sekarang ini, maka petani tidak mendapat apa-apa dari hasil jerih payahnya. Sebab, pendapatan dari hasil panen, habis untuk biaya perawatan kebun, bahkan tidak cukup,” sebutnya.

Hal senada juga diutarakan Yusran Adek, salah satu agen pengepul TBS sawit di Kecamatan Babah Rot. Pihaknya mengaku, hanya bisa menampung TBS dengan harga Rp800 perkilogram. Kalau beli di kebun langsung, dibandrol senilai Rp750 perkilogram.

Menurut Yusran Adek, harga sawit bisa stabil kembali saat pemerintah membuka komunikasi, dengan negara-negara yang selama ini menampung CPO dari Indonesia. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut katanya, maka rakyat akan rugi dan merana, terlebih kondisi harga pupuk saat ini sangatlah tinggi.(b21)

  • Bagikan