SINGKIL (Waspada): Badan Pangan Nasional (Bapanas) menetapkan harga gabah petani berdasarkan surat edaran (SE) terkait harga batas atas beras (gabah) yang anjlok hingga bisa menyebabkan petani bangkrut. Akibat SE Bapanas tersebut menyebabkan harga jual dari petani kepada penampung terus menurun.
Menyikapi keluhan petani tersebut, Dewan Pengurus Wilayah Serikat Petani Indonesia (DPW SPI) Aceh Agus Syahputra, Selasa (7/3) mengungkapkan, anjloknya harga gabah di tingkat petani menyusul dikeluarkannya SE Bapanas yang ditandatangani pada 20 Februari 2023 dan mulai diberlakukan sejak 27 Februari 2023.
SE Bapanas tersebut memuat beleid Harga Batas atas Gabah Kering Panen (GKP) ditingkat petani sebesar Rp4.550 per kilogram. Disebutkannya, angka ini sangat jauh dari perhitungan biaya pokok produksi petani padi yang berada di angka sekitar Rp5.050 per kilogram, bebernya.
Agus menjelaskan, rata-rata harga gabah ditingkat petani sebelum dikeluarkannya SE Bapanas berada di angka Rp5.800 per kilogram. “Namun setelah SE Bapanas ditandatangani, harga menjadi anjlok di harga rata-rata Rp4.800 sampai Rp5.200 perkilogram nya,” ucap Agus.
Akibat anjloknya harga gabah tersebut menyebabkan kondisi petani padi di Aceh saat ini dalam posisi merugi dan terancam bangkrut. Apalagi di beberapa wilayah sentra produksi padi sudah mulai memasuki masa panen raya. Meskipun penurunan harga juga dipengaruhi gabah yang melimpah dan faktor cuaca, namun SE Bapanas dinilai menjadi pendorong kuat harga gabah petani merosot secara drastis.
“Sebab kebijakan ini rentan dimanfaatkan para pembeli gabah untuk membayar harga gabah yang terendah (batas bawah),” sebut Agus.
Sehingga solusi untuk membantu petani di Aceh Ini, SPI mendesak Pemerintah Aceh untuk membeli gabah petani sebagai stok pangan daerah. Yakni penyerapannya bisa dilakukan kerjasama dengan Perum Bulog. Hal ini dilakukan untuk menjaga petani tidak mengalami dampak kerugian yang lebih besar akibat terbitnya surat edaran tersebut, terang Agus.
Di samping itu, SPI Aceh juga mengusulkan agar pemerintah daerah membangun dan memperbaiki penggilingan padi kecil dan menengah. Lantas alangkah baiknya bisa dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan koperasi-koperasi petani setempat.
Peran koperasi petani dalam usaha perberasan sangat penting. Terutama untuk mencegah pemain tengah yang ingin meraup keuntungan lebih besar atas hasil petani tersebut. Dan ini sangat perlu dilakukan dalam meningkatkan harga gabah petani di tingkat hulu, dan menjamin harga beras yang terjangkau bagi konsumen,” pungkas Agus Syahputra. (B25)