SUBULUSSALAM (Waspada): Barcode pengisian Bahan Bakar Minyak yang sedang viral di Aceh, kembali menjadi perbincangan hangat di warung kopi hingga dunia maya. Ini merupakan kali kedua booming pembahasan barcode BBM di Bumi Serambi Mekah.
Sebelumnya, saat akan diberlakukan pada 2022 silam, barcode menjadi perbincangan. Saat itu, Aceh, Bintan dan Batam menjadi daerah pilot project pemberlakuan barcode BBM.
Kini, 3 tahun pasca pemberlakuan, barcode BBM viral kembali di Aceh. Gubernur Aceh Muzakir Manaf, dalam sambutannya usai dilantik Rabu (12/2) lalu, menegaskan mencabut penggunaan barcode BBM di seluruh Aceh.
Dalam setiap sambutannya pada estafet pelantikan bupati dan wali kota, pria yang akrab disapa Mualem itu selalu menegaskan hal tersebut.
“Barcode itu membentuk petugas SPBU kaku tak memiliki pertimbangan dan rasa simpati,” ucap Mualem, di ruang VIP Dewan Perwakilan Rakyat Kota Subulussalam, usai melantik Wali Kota setempat.
“Dalam beberapa kejadian yang kebetulan saya ada di sana, sungguh miris. Ada 2 warga masyarakat mendorong mobil pick upnya yang kehabisan BBM ke SPBU. Namun, petugas SPBU menolak mengisi BBM karena mereka tidak memiliki barcode,” ujar Mualem.
Menurut dia, sistemnya dibangun untuk menjadikan orang seperti robot, tak ada empati dengan lelahnya dua orang tadi mendorong mobilnya yang kehabisan BBM, tak ada belas kasihan.
“Seharusnya, petugas SPBU bisa mengisi Rp100 ribu atau Rp200 ribu agar pemilik kendaraan bisa pulang ke rumah tanpa harus mendorong mobil. Tapi, karena sistem yang dibangun, para petugas bertindak seolah robot, tak ada rasa kasihan, tak ada simpati,” sambung Mualem.
Mualem juga menceritakan, dirinya pernah mengalami kasus serupa. Dirinya pernah kehabisan BBM dan tidak bisa mengisi BBM karena ketiadaan barcode.
“Mobil saya menggunakan pertamax dan kehabisan BBM. Saat saya ke SPBU, BBM jenis pertamax kosong, pertamax turbo tidak tersedia. Saya minta diisikan pertalite, secukupnya saja agar saya bisa melanjutkan perjalanan pulang ke rumah. Tapi petugas SPBU menolak karena saya tidak memiliki barcode. Aturannya terlalu kaku,” ungkap Mualem.
Gubernur juga mencontohkan beberapa kasus di daerah lain di luar Aceh, terjadi konflik antara petugas SPBU dan konsumen yang tidak dilayani karena si konsumen tidak memiliki barcode BBM.
“Jadi, penghapusan barcode adalah salah satu solusi menghilangkan konflik di SPBU dan membuat nyaman masyarakat khususnya konsumen dan petugas SPBU,” pungkas Gubernur Aceh. (b03)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.