ACEH BARAT (Waspada): Diduga melakukan tindak pidana korupsi penimbunan proyek Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Aceh Barat, kasus 5 tersangka yang sudah ditahan agar segera dituntaskan.
“Sebagaimana diketahui, bahwa sampai saat ini semenjak kasus dugaan korupsi atas lokasi penimbunan proyek Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) yang berada di Desa Leuhan, Kecamatan Johan Pahlawan tahun 2020 lalu dilakukan penyelidikan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Barat belum ada penjelasan semenjak penahanan 5 orang tersebut,” kata GeRAK Aceh Barat Edy Syahputra Kamis (8/6).
Edy menjelaskan, dalam hal ini Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat mencatat bahwa Kejari Aceh Barat telah menetapkan 5 orang tersangka dan kemudian telah juga melakukan penahanan terhadap kelima orang tersangka dugaan korupsi pekerjaan proyek timbunan lokasi MTQ, tahun 2020, dengan Satuan Kerja berada di bawah Dinas Syariat Islam yang sumber anggarannya berasal dari Dana Otonomi Khusus (Otsus).
Ia menyebutkan, dari dokumen yang didapat, jenis pekerjaan sejenis pekerjaan konstruksi dengan metode pengadaan bentuk tender, dengan nilai pagu paket mencapai Rp2.4 miliar dan nilai HPS paket senilai Rp2.3 miliar, dan dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar dari pagu Rp2.4 miliar tersebut berdasarkan hasil pemenang tender yang dimenangkan oleh CV Berkah Mulya Bersama yang beralamat di jalan Banda Aceh Medan KM 8,5 Lambaro Aceh Besar – Aceh Besar.

Sebelumnya Kadis Syariat Islam mengatakan, pihaknya sengaja tidak membersihkan ranting kayu sebelum ditimbun agar tidak terjadi penurunan tanah lantaran lokasi lapangan MTQ merupakan kawasan gambut. “Berdasarkan ketentuan dari konsultan, ranting kayu itu memang tidak bisa dibersihkan sebab jika dibersihkan maka lokasi tersebut menjadi terlalu dalam lahan gambutnya,” tambah Edy.
Edy menegaskan, ini artinya, seharusnya penyidik Kejari Aceh Barat harus memanggil kembali dan memeriksa Kepala DSI Aceh Barat tersebut. Bahwa apa yang telah disampaikan oleh Kadis DSI Aceh Barat diduga suatu kebohongan dan mencoba untuk menutupi dugaan praktek korupsi atas proyek tersebut.
“Tentunya, apa yang telah dilakukan oleh Kejari Aceh Barat patut diberikan apresiasi, ada proses penegakan hukum yang kemudian ditemukan titik terang soal perkara dugaan korupsi proyek penimbunan MTQ tersebut,”tegasnya.
“Mengingat pekerjaan penimbunan tersebut belum sampai seratus persen dan melakukan pemalsuan data proyek fisik untuk dapat 100 persen,” tambahnya sembari menambahkan pihaknya melihat niat dari pelaku telah terpenuhi tentang unsur seperti merugikan keuangan negara dan/atau memperkaya diri sendiri secara melawan hukum.
Sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, atas hal tersebut maka ini disebut korupsi.
Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Barat Siswanto mengungkapkan, penahanan terhadap 5 orang tersangka kasus dugaan korupsi penimbunan lokasi Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) 2020 tersebut setelah keluarnya hasil audit dari Badan Pengawas Keuangan Dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Aceh.
Menurut Siswanto, berdasarkan hasil audit perhitungan oleh BPKP Perwakilan Aceh kerugian negara dalam proyek tersebut mencapai Rp399.442.623 dari nilai pagu paket senilai Rp2.4 miliar.
Ia menambahkan, karena pelaksanaan proyek tersebut hanya dikerjakan 9.029.63 m³ sehingga terjadi kekurangan volume sebesar 3.329,24 m³. Akan tetapi hasil yang dilaporkan pekerjaan sudah selesai sesuai dengan kontrak yang ditandatangani, dengan masa kerja 120 hari kalender.
Siswanto menguraikan, selanjutnya pada tanggal 3 Desember 2020 antara tersangka SA selaku PPK dan tersangka MS selaku pelaksana pekerjaan timbunan tersebut sepakat menyatakan bahwa pekerjaan sudah selesai seratus persen. “Sedangkan pekerjaan baru dikerjakan lebih kurang enam puluh persen, dengan pertimbangan agar anggarannya dapat dicairkan seratus persen mengingat kontrak berakhir 29 Desember,” urainya.
Para tersangka yang sudah ditahan yaitu SA selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), MS selaku pelaksana kegiatan dan Is selaku pemilik perusahaan, FA selaku Direktur CV. Optimis Design dan AJ selaku pelaksana pengawasan di lapangan yang meminjam (menggunakan) CV. Optimis Design milik tersangka FA, tutup Kajari Aceh Barat Siswanto. (b22)