Gadis Aceh Dilarang Masuk Malaysia Tanpa Orang Tua

  • Bagikan
Ketua Umum SUBA Pusat, Tgk Bukhari Ibrahim (4 kiri) bersama pengurus SUBA dan tokoh Aceh di Malaysia baru-baru ini. Waspada/Ist.
Ketua Umum SUBA Pusat, Tgk Bukhari Ibrahim (4 kiri) bersama pengurus SUBA dan tokoh Aceh di Malaysia baru-baru ini. Waspada/Ist.

IDI (Waspada): Wanita tamatan SMA/SMK/MA yang tidak mampu melanjutkan pendidikan Perguruan Tinggi (PT) sangat dilarang merantau ke luar negeri (LN) seperti Malaysia. Larangan tersebut bertujuan untuk menghindari jual beli tenaga kerja wanita di negeri jiran.

“Sejak tahun 2020 banyak kasus penyekapan wanita-wanita Aceh di Malaysia. Bahkan tidak sedikit kasus jual beli gadis-gadis Aceh sebagai Asisten Rumah Tangga (ART),” kata Ketua Umum Solidaritas Ummah Ban Sigom Aceh (SUBA) Tgk Bukhari Ibrahim, kepada Waspada.id, Senin (27/5).

Puluhan korban penyekapan dan penyiksaan ditemukan pihaknya di Malaysia. Seluruhnya dibebaskan dan dijemput serta difasilitasi pemulangan ke Aceh. “Jika tidak ada saudara kandung yang menunggu di Malaysia, maka kami menyarankan orang tua/wali tidak mengizinkan anak gadisnya merantau ke Malaysia,” tegas Bukhari.

Gadis Aceh Dilarang Masuk Malaysia Tanpa Orang Tua

Bulan Mei hingga Juli adalah gelombang masuknya wanita-wanita Aceh ke Malaysia melalui visa kunjungan berwisata. Para gadis Aceh ini bahkan tidak dipungut biaya sepeserpun, mulai pembuatan paspor hingga biaya perjalanan mulai kampung halamannya hingga ke Malaysia.

“Ini menandakan bahwa sejak orang tua/wali menyetujui anaknya ke luar negeri dengan biaya dari agen, maka sejak itulah anak gadisnya ‘dijual’. Artinya, setiba di Malaysia anak gadis bapak/ibu bekerja sebagai ART di rumah atau bekerja di salon tanpa digaji bertahun-tahun, malah sebagian gadis Aceh mendapatkan perlakukan kasar seperti penyiksaan dan penyekapan,” urai Bukhari.

Oleh karenanya, putra asli Idi Cut ini berharap orang tua/wali disarankan untuk tidak mengizinkan anak gadisnya merantau ke Malaysia. Jika tidak mampu ke bangku kuliah dengan alasan biaya, maka dipersilahkan melanjutkan pendidikan agama ke pondok pesantren (Ponpes) yang biaya ringan.

“Jika ingin bekerja, maka silahkan bekerja di Aceh, yang penting halal,” tutur Bukhari, seraya mengaku, pihaknya akan menyampaikan perihal memperketat masuknya pengunjung dari Aceh ke imigrasi di Malaysia, khususnya di bawah usia 25 tahun tanpa didampingi orang tua/wali.

Sementara Ketua Majelis Pendidikan Aceh (MPA) Aceh Timur, Tgk H Alauddin SE, terpisah sepakat dengan saran dari SUBA di Malaysia. Pihaknya berharap guru dan kepala sekolah atau kepala madrasah untuk selalu mengingatkan alumni SMA/SMK/MA usia 17-25 agar tidak merantau ke luar negeri. “Jika tidak memiliki saudara di Malaysia, jangan merantau,” pintanya.

Mantan Ketua DPRK Aceh Timur ini juga mengingatkan orang tua/wali tidak pernah mendidik anak-anaknya di rumah, karena didikan orangtua lebih diresapi dibandingkan 7-8 jam per hari didikan guru di sekolah. “Kita ketahui bahwa dunia hanya tempat persinggahan dan sifatnya sementara, sedangkan akhirat adalah kekal abadi selamanya,” pungkas H Alauddin. (b11).


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *