Scroll Untuk Membaca

Aceh

Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan Ketua Golkar Aceh Tamiang Bisa Mengarah Ke UU ITE

Tedi Irawan, SH, MH kuasa hukum Adriadi, Ketua DPD II Golkar Aceh Tamiang. Waspada/Yusri
Tedi Irawan, SH, MH kuasa hukum Adriadi, Ketua DPD II Golkar Aceh Tamiang. Waspada/Yusri
Kecil Besar
14px

ACEH TAMIANG (Waspada): Dugaan pemalsuan dokumen saksi Pemilu 2024 lalu yang sudah dilaporkan Ketua DPD II Partai Golkar Aceh Tamiang ke Polres Aceh Tamiang beberapa waktu lalu tidak tertutup kemungkinan bisa mengarah terhadap pelanggaran Undang-Undang Informasi Transaksi dan Elektronik (ITE).

Hal itu disampaikan Tedi Irawan, SH, MH, selaku kuasa hukum Adriadi, Ketua DPD II Golkar Aceh Tamiang kepada Wartawan Senin (18/3).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan Ketua Golkar Aceh Tamiang Bisa Mengarah Ke UU ITE

IKLAN

Menurutnya, selain dari yang telah dilaporkan atas dugaan perbuatan pemalsuan dokumen saksi Pemilu dan pembubuhan tanda tangan palsu yang dikenakan dalam dugaan pasal 263 ayat (2) KUHP serta asal muasal stempel partai Golkar yang dipergunakan. “Dalam dugaan kasus ini besar kemungkinan juga berpotensi ke pelanggaran undang- undang ITE,” ungkap Tedi.

Tedi Irawan mengutarakan, pelanggaran terhadap UU ITE itu karena dugaan pemalsuan tanda tangan Ketua DPD II Golkar Aceh Tamiang tersebut menggunakan alat elektronik. “Ada sanksi hukum bagi pemalsuan tanda tangan elektronik menurut undang-undang tentang UU ITE Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik,” ungkapnya.

Terkait hal tersebut diatur dalam Pasal 35 dan Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pada Pasal 35 dikatakan, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik — dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik — tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

Pasal 51 ayat (1), setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak 12 miliar Rupiah.

“Pengaturan tanda tangan elektronik menurut Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat dianggap sah di mata hukum dan memiliki payung hukum, tuturnya seraya menambahkan, pembuatan tanda tangan elektronik harus memenuhi beberapa aspek agar dapat dianggap sah di mata hukum, yaitu autentikasi pemilik tanda tangan elektronik, artinya tanda tangan elektronik yang tersertifikasi benar-benar dimiliki oleh penandatangan yang tercantum pada dokumen digital dan autentikasi dokumen tetap sesuai aslinya sehingga dokumen tidak bisa dipalsukan.(b15).

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE