PERINGATAN itu disampaikan oleh Akademisi Hukum dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Lhokseumawe, Dr Bukhari, MH, CM, Sabtu (14/9) pada saat ngopi siang di Gathaf Coffee di Teupin Punti, Syamtalira Aron, Aceh Utara. Peringatan itu ditujukan kepada calon tunggal yang akan bertarung pada Pilkada beberapa waktu ke depan.
Menurut Bukhari, kotak kosong bukanlah lawan yang bisa diremehkan. “Jangan senang dulu. Kotak kosong itu isinya ‘hantu’. Secara formal kotak kosong itu bisa menjadi alat politik yang dapat digerakkan oleh kelompok-kelompok yang merasa tidak puas dengan calon tunggal”.
Dari sisi hukum, kata Bukhari, keberadaan kotak kosong dalam Pilkada diatur dalam UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Dalam undang-undang ini, calon tunggal akan berhadapan dengan kotak kosong sebagai bentuk representasi pilihan “tidak setuju” dari masyarakat. Jika kotak kosong menang, maka pemilihan harus diulang pada periode berikutnya.
Karena itu, menurut Akademisi Hukum dari Kampus Peradaban ini, fenomena ini menjadi menarik untuk ditinjau secara empiris. Pada beberapa kasus di Indonesia, seperti yang terjadi di Makassar pada Pilkada 2018, kotak kosong berhasil menang melawan calon tunggal yang diusung partai dominan.
Ini menunjukkan bahwa kotak kosong memiliki daya tawar politik yang serius, terlebih jika ketidakpuasan publik cukup besar terhadap satu-satunya calon yang ada.
“Pengalaman daerah lain menunjukkan kotak kosong bukan hanya simbol protes, tapi juga alat yang efektif bagi mereka yang merasa diabaikan dalam proses politik. Dan siapa yang bisa menggerakkan ‘hantu’ ini? Tentu saja, kelompok-kelompok yang merasa bahwa suara mereka tidak diakomodasi oleh partai pengusung calon tunggal,” terang Bukhari sambil melempar senyum simpul.
Lalu Bukhari melanjutkan, calon tunggal yang bertarung pada Pilkada ke depan diingatkan untuk memahami kotak kosong lebih dalam, baik dari sisi hukum maupun empiris.
“Ini adalah cerminan dari kompleksitas politik lokal di Aceh yang seringkali tidak bisa diukur hanya dari siapa yang mencalonkan diri, tetapi juga bagaimana perasaan masyarakat terhadap proses pemilihan itu sendiri,” katanya dengan nada serius.
Terakhir dia mengatakan, Pilkada Aceh semakin dekat, publik akan melihat apakah kotak kosong benar-benar bisa menjadi “hantu” yang mengejutkan, atau sekadar simbol formalitas demokrasi di atas kertas. WASPADA.id/Maimun Asnawi, SHI, MKomI
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.
Jangan ada kotak kosong dalam setiap kgiatan Pilkada. Hal itu merepleksikan ktidakseriusan dalam menata pemerin tahan. Bagaimna mwujudkan kesejahteraan masyarakat, kalau dlm proses Pilkada saja main-main.