Scroll Untuk Membaca

Aceh

Dituding Langgar Wewenang Angkat Tiga Stafsus, Begini Jawaban Marthunis

Dituding Langgar Wewenang Angkat Tiga Stafsus, Begini Jawaban Marthunis
Penjabat Bupati Aceh Singkil Marthunis, ST DEA.

SINGKIL (Waspada): Keputusan Pj Bupati Aceh Singkil yang mengangkat tiga orang sebagai Staf Khusus (Stafsus) dituding sebagai penyalahgunaan wewenang.

“Di samping itu pengangkatan Stafsus itu termasuk melanggar netralitas PNS dan tidak mempunyai landasan hukum,” kata Direktur Central Hukum & Keadilan (CHK) Aceh Singkil, Razaliardi Manik kepada Waspada.id baru-baru ini.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Dituding Langgar Wewenang Angkat Tiga Stafsus, Begini Jawaban Marthunis

IKLAN

Sebab tindakan yang dilakukan Marthunis tersebut telah melanggar ketentuan pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi pemerintahan.

Ketentuan pasal 17 dalam undang-undang ini menyebutkan, badan dan atau pejabat pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang, larangan itu meliputi larangan melampaui wewenang, larangan mencampuradukkan wewenang, dan/atau larangan bertindak sewenang-wenang.

Menanggapi tudingan tersebut Pj Bupati Aceh Singkil Marthunis ST DEA, menjelaskan, pengangkatan staf khusus (Stafsus) dari non PNS itu dilaksanakan untuk membantunya dalam menjalankan roda Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil.

Melalui pesan WhatsAppnya, Jumat (9/6) Marthunis yang sedang dalam perjalanan menuju Jakarta untuk menghadiri undangan Mendagri dalam agenda rapat koordinasi kepala daerah membeberkan, ada beberapa aspek pertimbangan dalam mengangkat Stafsus Bupati Aceh Singkil tersebut.

Yakni, di samping kebutuhan yang bersifat penting, pengangkatan stafsus tersebut juga bukan sebagai tenaga honorer dan dalam regulasi tersedianya pos anggaran untuk Stafsus tersebut.

“Saya melihat ketika saya menjadi Pj banyak ASN yang terjerat hukum. Stafsus ini berasal dari akademisi Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh dengan spesialisasi hukum pidana,” bebernya

Di samping itu, Stafsus ini juga membantu saya dalam memberikan pengetahuan kepada ASN agar tidak terjerat hukum nantinya.

Yang kedua Marthunis melihat dari sektor Pengadaan Barang Jasa (PBJ), rentan bersentuhan dengan hukum. “Sehingga kita juga butuh Stafsus yang membidangi PBJ untuk menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan.

Stafsus di bidang PBJ ini adalah ahli PBJ dan konsultan LKPP. Begitu saya tiba di Aceh Singkil sebagai Pj Bupati, ada 7 anggota ULP yang terjerat hukum. Saya berkomitmen untuk menjadikan PBJ sebagai sistem adil, fair, efisien dan berkualitas sehingga bebas masalah korupsi,” ucap Marthunis.

Kemudian ketiga, Stafsus bidang Komunikasi dan dan Pembangunan, aspek ini juga butuh untuk membantu tugas-tugas Pj Bupati.

Karena tugas seorang Pj Bupati bukan hanya berkoordinasi dan berkomunikasi dengan lembaga Pemerintahan atau vertikal semata, namun komunikasi dengan lembaga non Pemerintahan juga perlu kita bangun dan diperkuat.

Sehingga diperlukan sosok yang mampu membangun komunikasi terhadap lembaga non Pemerintahan yang bertujuan untuk segala sektor pembangunan, baik itu pembangunan SDM maupun infarastruktur dan juga mampu menjalin komunikasi politik atau non politik terhadap segala pihak yang terkait dengan kemajuan pemerintah Kabupaten Aceh Singkil.

“Stafsus komunikasi dan pembangunan. Beliau tokoh muda Aceh Singkil yang punya komitmen membangun Aceh Singkil melalui keterlibatan anak muda, pelaku UMKM, aktivis pendidikan (lentera, indonesia mengajar). Saya tidak melihat dari sisi keanggotaan partai tapi track record kemasyarakatannya,” terang Marthunis.

Terpisah Kepala Bagian Hukum Setdakab Aceh Singkil Asmaruddin, SH, Minggu (11/6) menjelaskan, berkaitan dengan gagasan pembentukan Staf Khusus untuk Kepala Daerah, bahwa Kepala Daerah memiliki kewenangan dalam menetapkan Peraturan Kepala Daerah atau Keputusan Kepala Daerah, serta mengambil tindakan tertentu guna kebutuhan daerah dan masyarakat di daerahnya.

“Dalam UU Nomor 30 Tahun 2014, tentang Administrasi Pemerintahan sesuai Pasal 1 angka 9, menyatakan bahwa diskresi adalah Keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan, untuk mengatasi persoalan kongkrit yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan,” terang Asmaruddin.

“Diskresi hanya dapat dilakukan oleh pejabat pemerintahan yang berwenang, dengan tujuan : a. Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, b. Mengisi kekosongan hukum, c. Memberi kepastian hukum, d. Mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum,” pungkas Asmaruddin. (B25)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE