BLANGPIDIE (Waspada): Yayasan Supremasi Keadilan Aceh (SaKA), mempertanyakan terkait hasil penjualan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit, yang terus dipanen di lokasi lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PT Cemerlang Abadi (CA), kawasan Cot Seumantok, Kecamatan Babah Rot, Aceh Barat Daya (Abdya).
Dimana, lahan tersebut saat ini berstatus dalam proses hukum dan selama satu tahun lebih berjalan (sejak Juni 2023 hingga Agustu 2024 saat ini) diketahui, lahan dimaksud sudah disita penyidik kejaksaan dari Kejari Abdya. “Lahan eks HGU PT CA seluas 7000 hektar. Izin HGU telah lama berakhir, kini disita oleh Kejari Abdya untuk kepentingan penyidikan, terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi. Yang perlu kita pertanyakan, selama dalam sitaan, siapa yang memanen dan kemana hasil penjualan TBS dilokasi bermasalah itu,” kata Miswar SH MH, Ketua Yayasan SaKA, di Blangpidie Selasa (6/8).
Miswar menegaskan, sangatlah penting untuk menyorot transparansi dalam pengelolaan hasil panen TBS di lahan eks HGU PT CA selama masa penyitaan sejak Juni 2023, hingga Agustus 2024 saat ini. Hal itu katanya, untuk menghindari munculnya masalah baru, dalam kasus yang menyita perhatian public itu. “Masyarakat harus tahu berapa hasil panen yang diperoleh selama lahan ini disita dan kemana anggarannya dibawa,” tegas Miswar.
Sebelumnya kata Miswar, penyidik Kejari Abdya mengatakan lahan yang disita akan dititipkan, untuk kelola oleh anak perusahaan BUMN. Namun faktanya dilapangan, pihak PT CA masih terus memanen TBS sawit secara rutin, dilokasi lahan eks HGU yang sudah dalam status penyitaan hukum tersebut.
Parahnya lagi tambah Miswar, meskipun mengetahui bahwa lahan sudah dalam penyitaan penyidik, namun manajemen PT CA terus melakukan aktifitas replanting dilokasi lahan, untuk ditanam bibit baru. “Kondisi ini jelas seperti penanganan kasus ecek-ecek (main-main). Apakah manajemen PT CA tidak menghormati hukum atau adanya permainan makelar kasus (markus) dalam kasus ini,” tanya Miswar.
Miswar juga menyarankan, jika memang penyidik Kejari Abdya tidak mampu membuktikan adanya tindak pidana korupsi di eks HGU PT CA, sebaiknya kasus itu dihentikan atau di SP3-kan saja demi hukum. Hal itu perlu dilakukan, agar ada kepastian hukum dan menghindari konflik berkepanjangan di tengah masyarakat ‘Nanggroe Breuh Sigupai’. “Dalam aksi Senin (5/8) lalu, seribuan lebih masyarakat datang ke lahan eks HGU untuk bagi-bagi lahan, sekalian pasang patok pembatas. Jika tidak secepatnya diselesaikan, dikhawatirkan akan timbul konflik baru di masyarakat,” ujarnya.
Sebelumnya pada tahun 2023 lalu tim penyidik Kejari Abdya menyita seluas 7000 hektare lahan eks HGU PT CA, di kawasan Cot Seumantok, Kecamatan Babah Rot, terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi ditubuh perusahaan itu. Penyitaan dilakukan penyidik untuk kepentingan. Penyitaan dilakukan paska tim jaksa penyidik melakukan penggeledahan kantor PT CA.
Berdasarkan data yang dihimpun, luas lahan PT CA sesuai Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 1 tahun 1990, seluas 7.516 hektare. Dilokasi itu juga sudah terpasang papan plang nama penyitaan oleh Kejari Abdya.
Terkait masalah itu, hingga berita ini diturunkan Kajari Abdya Bima Yudha Asmara SH MH belum memberikan tanggapan. Pesan singkat yang dikirim melalui WhatsApp, belum mendapat balasan.(b21)