“Saya tidak tahu apakah dia memang layak menang atau sengaja dimenangkan untuk mengalahkan Aceh sebagai satu-satunya provinsi yang menerapkan hukum Islam di Indonesia.”
UNGKAPAN di atas dilontarkan oleh Pimpinan Dayah Qari Hafidz (QAHA) Kota Lhokseumawe, Waled Jamaluddin kepada Waspada, Jumat (9/8) siang. Sebelum mengungkapkan kekecewaannya itu, Waled Jamal mengaku telah lebih dulu melihat video kontes waria yang dilaksanakan di Jakarta.
Kata Waled, sosok waria yang berselempang dan bertuliskan nama Aceh itu memiliki banyak kelurangan dibandingkan dengan waria lainnya. Atas dasar itulah, Waled menduga, panitia kontes sengaja memenangkan waria ini untuk mencoreng nama baik Provinsi Aceh di mata masyarakat Indonesia sekaligus di mata dunia.
“Jika dugaan saya ini benar, maka sangat disayangkan. Dan sepertinya ada skenario yang sengaja dimainkan untuk membuat Aceh terpuruk,” duganya.
Terlepas ada atau tidak adanya skenario. Dimenangkan atau memang menang waria tersebut dalam kontes itu, kata Waled, Pemerintah Aceh tidak boleh diam, karena memang kontes tersebut melangar Syariat Islam yang jelas-jelas anti terhadap LGBT dan Transgender di Bumi Serambi Mekah.
“LGBT dan Transgender hukumnya haram dan dilaknat oleh Allah Swt. Dan itu sudah terbukti pada kaum terdahulu. Jika demikian, maka tidak mungkin waria ini direkom oleh Pemerintah Aceh untuk ikut dalam kontes waria se Indonesia itu,” sebut Waled Jamal.
Lanjut Waled, tidak semua kegiatan yang mengatasnamakan Aceh itu adalah duta Aceh. Apalagi kontes waria ini merupakan kegiatan yang bertentangan dengan nilai-nilqi keislaman. Dan jauh hari sebelumnya, seluruh ulama Aceh telah mengeluarkan fatwa bahwa kegiatan semacam itu haram hukumnya.
Kemenangan waria yang mengaku mewakili Provinsi Aceh di tingkat nasional berhasil membuat seluruh warga Tanah Rencong gaduh. Warga Aceh tidak terima kalau waria itu mengklaim dirinya mewakili Provinsi Aceh dalam kontes tidak bermoral tersebut.
“Pengakuan si waria telah melukai hati seluruh masyarakat Aceh. Sekaligus waria tersebut telah mencoreng arang di wajah orang Aceh yang notabene Aceh sebagai daerah Syariat Islam,” katanya.
Ke depan, Waled Jamal berpesan, siapapun orangnya tidak boleh membawa nama Aceh dalam even yang merugikan nama Aceh.
“Kami berharap kepada Pemerintah Aceh untuk menindak tegas dan meluruskan isu tersebut. Penegakan Hukum Islam di Aceh menjadi tugas bersama. Kita harus menegakkan syariat itu dari gampong masing-masing sampai ke tingkat pemerintahan di tingkat provinsi,” ajaknya.
Dan jika masyarakat dan Pemerintah Aceh mengabaikan dan tidak serius terhadap penerapan Syariat Islam di Aceh, kata Waled Jamal, maka tunggulah kehancuran Bumi Serambi Mekah lebih hancur dari musibah gempa dan tsunami.
“Kepada Allah SWT kita memohon perlindungan dan semoga Allah menuntun kita semua ke arah yang lebih baik. Dan semoga para pemimpin di Aceh dapat mengimplementasikan Syariat Islam dengan sempurna, karena ini merupakan tanggung jawab kita semua,” pungkas Waled Jamaluddin mengakhir wawancara dengan Waspada.id. WASPADA.id/Maimun Asnawi, S.Hi.,M.Kom.I