ACEH BESAR (Waspada): Seorang anggota satuan tugas (Satgas) Universitas Abulyatama (Unaya) Aceh Besar, Wahidin, meninggal dunia setelah terinjak massa saat mengamankan aksi unjuk rasa di depan gerbang kampus tersebut, di Gampong Lampoh Keude, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar, Kamis (17/4/2025).
Tak ayal, saat dihubungi Waspada.id Kamis (17/4) malam, Rektor Universitas Abulyatama, Dr. Nurlis Effendi, mengecam keras aksi yang dinilainya telah berubah menjadi anarkis dan mengorbankan nyawa.
“Saya mengecam demo yang anarkis sehingga Satgas kami asmeninggal satu orang, dan beberapa lainnya mengalami luka-luka. Di antaranya bahkan harus dirawat di Rumah Sakit Pertamedika,” ujar Nurlis.
Nurlis menyatakan pihak kampus akan bertanggungjawab terhadap korban bernama Wahidin yang meninggalkan seorang istri dan lima anak.
Nurlis membeberkan, aksi massa dilakukan oleh ribuan orang yang terdiri mahasiswa, dosen, serta pihak eksternal yang tidak berasal dari lingkungan kampus. Ia menyebut aksi itu tampak terorganisir dan berujung pada kekerasan.
“Kelihatan memang direncanakan untuk anarkis. Mereka menyerang kampus, melempari batu, mendobrak gerbang, padahal kampus masih kosong dan hanya ada tim satgas yang dibentuk oleh pemilik kampus, Rusli Bintang,” lanjutnya.
Peristiwa tragis itu terjadi saat Wahidin sedang menjaga gerbang utama kampus. Massa yang mendesak masuk menyebabkan Wahidin terjatuh dan terinjak. Ia sempat mengamankan diri ke dalam masjid di dekat gerbang, namun meninggal dunia di dalam masjid tersebut.
Nurlis mengatakan, pihaknya tidak pernah melarang mahasiswa maupun sivitas akademika untuk menyuarakan pendapat, tetapi menolak keras aksi kekerasan. “Saya tidak melarang unjuk rasa, tapi jangan membunuh dan menganiaya,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa gelombang protes itu dipicu oleh ketidakjelasan kepemimpinan kampus. Bahkan pihak rektorat telah menyampaikan keluhan resmi kepada Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) terkait campur tangan dari pimpinan lama kampus yang dinilai tidak sah.
“Kami juga protes ke LLDIKTI karena kondisi kampus kami dibiarkan menggantung. Ada pihak yang menurut kami tidak berhak mengontrol kampus, tapi tidak ada kepastian soal penyelesaiannya,” ujar Nurlis.(m14)