IDI (Waspada): Dalam beberapa bulan terakhir, puluhan gajah sumatera yang terbagi dalam dua kelompok telah mengobrak abrik lahan perkebunan warga di sejumlah desa dalam Kecamatan Peunaron dan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur.
Akibat keberingasan satwa dilindungi itu, belasan pondok warga dan lahan perkebunan milik masyarakat lenyap. Sebagian pemilik kebun belakangan tidak berani beraktivitas, karena khawatir dengan ancaman keselamatan.
“Warga tidak berani beraktivitas di kebun, karena gajah yang jumlahnya mencapai lebih 40 individu masih bersarang di perkebunan dalam beberapa titik di desa dalam Kecamatan Peunaron ini,” kata Keuchik Gampong Sri Mulya, Darmawan Bakti, kepada Waspada, Sabtu (15/10).
Dia mengaku, setiap malam satwa liar itu masuk ke lahan dan merusak pondok serta melenyapkan tanaman warga, seperti pisang, coklat, pinang, sawit dan karet. “Setiap malam gajah-gajah ini masuk dan merusak tanaman warga di Sri Mulya. Bahkan saat ini salah satu kelompok gajah masih bersarang di desa kami,” timpa Darmawan Bakti.
Sehari sebelum ditemukannya bangkai gajah di lahan milik warga, dia menyebutkan sejumlah gajah masuk dan merusak kebun milik warga. “Kami berharap gajah-gajah jinak yang ditempatkan di CRU Serbajadi, dapat menjadi salah satu solusi dalam menekan laju serangan gajah ke ladang warga,” timpa Darmawan Bakti.
Jika langkah tersebut tidak diambil pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Darmawan Bakti memperkirakan seluruh lahan bersama pondok warga di desanya akan lenyap dalam sepekan yang akan datang. “Kami berharap BKSDA Aceh, segera memasang power pancing untuk menghalau gajah agar tidak masuk ke ladang warga,” sebut Darmawan Bakti.
Sementara itu, Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto, S. Hut, membenarkan adanya gangguan gajah di wilayah Aceh Timur. Namun pihaknya mengimbau agar masyarakat tidak mengusir dengan kekerasan hingga melukai dan membuat gajah terbunuh.
“Gajah sumatera salah satu satwa yang dilindungi undang-undang. Namun kita sedang mencari solusi agar masyarakat dapat hidup berdampingan dengan gajah,” kata Agus Arianto.
Dia mengimbau, seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam khususnya satwa gajah sumatera dengan cara tidak merusak hutan, karena hutan merupakan habitat berbagai jenis satwa, serta tidak menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup atau mati.
“Kami juga imbau agar masyarakat tidak memasang jerat ataupun meracuni yang dapat menyebabkan kematian satwa liar dilindungi, karena perbuatan itu dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” demikian Agus Arianto. (b11).
Teks Foto : PONDOK RUBUH: Polisi melihat puing-puing sisa amukan gajah sumatera di Gampong Sri Mulya, Peunaron, Aceh Timur, Sabtu (15/10). Waspada/M. Ishak